Pelecehan Seksual dan Diskriminasi Sepakbola Perempuan Afghanistan

Cerita

by redaksi

Pelecehan Seksual dan Diskriminasi Sepakbola Perempuan Afghanistan

Jaksa Agung Afghanistan, Farid Hamidi, telah menjatuhkan hukuman terhadap enam anggota Federasi Sepakbola Afghanistan (AFF), termasuk sang presiden federasi, Keramuddin Karim. Penjatuhan hukuman tersebut terjadi pasca keberlanjutan penyelidikan FIFA atas dugaan pelecehan seksual terhadap anggota kesebelasan sepakbola perempuan Afghanistan.

Lewat akun twitternya, Fazel Fazli, penasihat utama Presiden Afghanistan, membenarkan bahwa Jaksa Agung Afghanistan memberikan sanksi kepada enam anggota federasi.

Surat kabar Inggris, The Guardian, membuat sebuah laporan pada November lalu. Laporan tersebut mengatakan bahwa FIFA sedang memeriksa tuduhan tersebut. Klaim tersebut juga mendorong sponsor utama tim, Hummel, memutuskan kontrak kerja dengan federasi sepakbola Afghanistan dan menyerukan sebuah kepemimpinan baru.

Produsen pakaian olahraga asal Denmark itu beralasan jika semua kejadian itu “memuat pernyataan tegas atas pelanggaran mental, fisik, seksual, dan penyalahgunaan kesetaraan untuk para pemain perempuan dari ofisial laki-laki di AFF (federasi sepakbola Afghanistan).”

Mantan pelatih tim sepakbola perempuan Afghanistan, Kelly Lindsey, menyatakan bahwa dirinya merasa lega terkait berita hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku. “Selama bertahun-tahun saya telah mendengarkan cerita tentang bagaimana para perempuan diperlakukan di Afghanistan,” katanya.

Dalam laporannya, The Guardian menyebutkan bahwa tokoh senior juga terlibat terkait pelecehan tim sepakbola perempuan Afghanistan. Pelecehan pun terjadi di dalam maupun luar negeri. Pelecehan seksual terjadi di kantor federasi dan saat tim sepakbola perempuan sedang melakukan pemusatan latihan di Yordania pada Februari lalu.

Dilansir BBC, para perempuan muda yang masih tinggal di Afghanistan, termasuk beberapa atlet dari olahraga selain sepakbola, menceritakan kisah serupa tentang pelecehan seksual dan penindasan.

Mereka mengatakan pelecehan itu sering terjadi ketika mereka bersaing untuk mendapatkan tempat di tim nasional atau untuk kesempatan melatih atau bermain di luar negeri. “Tunjukkan betapa cantiknya kamu karena hanya gadis cantik yang akan masuk tim,” ujar salah satu pemain menirukan ucapan pelaku.

Khalida Popal, kapten tim sepakbola perempuan Afghanistan, terpaksa harus melarikan diri dari negaranya pada 2016 dan mencari suaka di Denmark.

Popal mengatakan kepada The Guardian, bersama dengan para pemain lainnya seperti Shabnam Mobarez, Mina Ahmadi, dan Lindsey tentang cobaan berat yang menimpa para pemain di negara tersebut serta kefrustrasian mereka dengan sistem yang selama ini mereka rasakan. Atas hal tersebut, mereka merasa bahwa federasi telah gagal untuk melindungi mereka.

Secara lebih lanjut, Popal mengatakan, akan sulit bagi pemain untuk mengeluarkan pendapatnya dan melakukan perlawanan. “Jika seorang pemain dari Afghanistan angkat suara, mereka bisa kapan saja terbunuh,” katanya.

FIFA menegaskan bahwa pihaknya sedang melakukan penyelidikan terkait klaim tersebut dan telah menjalin kerjasama dengan PBB untuk keselamatan beberapa pemain. Kebutuhan tersebut dinilai harus melibatkan organisasi yang dapat melakukan intervensi politik dan hukum di luar dari kemampuan FIFA.

Salah satu sumber yang dimintai keterangannya oleh The Guardian pun mengatakan bahwa FIFA telah sepenuhnya menyadari situasi di Afghanistan dan telah bekerja keras untuk mengamankan keselamatan para pemain. Mereka telah bekerja dengan hati-hati bersama pihak-pihak yang terlibat, mengingat sifat sensitif dan bahaya yang bisa saja ditimbulkan.

Pihak federasi Afghanistan pun awalnya tidak tinggal diam. Mereka sempat menolak dengan tegas tuduhan pelecehan yang dilemparkan kepada mereka dalam sebuah pernyataan: “Kami menolak tuduhan palsu yang dibuat berkaitan dengan tim nasional perempuan.”

Bahkan pihak federasi Afghanistan berusaha terlihat tegas dengan mengatakan bahwa mereka tidak menoleransi setiap jenis perilaku seperti itu.

Ketika kabar sudah makin tersebar, Hafizullah Rahimi, Kepala Komite Olimpiade Afghanistan, membuat pernyataan mengejutkan kepada wartawan di Kabul:

“Sayangnya, kekhawatiran semacam ini telah sampai di telinga kami. Pelecehan seksual memang ada, tidak hanya di dalam federasi sepakbola tetapi juga ada di federasi olahraga lainnya. Kami harus melawannya.”

Ketika Bermain Sepakbola juga Diawasi

Sebuah Studi di BBC mengatakan bahwa 70 persen pejuang Taliban aktif di sekitar Afghanistan. Secara tidak langsung, hal tersebut berpengaruh terhadap kehidupan 15 juta warga Afghanistan.

Kelly Lindsey bercerita bahwa di Afghanistan ketika seorang perempuan bermain sepakbola, ayah, ibu, kakak, dan pelatihnya akan dinilai yang tidak-tidak oleh lingkungan sekitarnya.

“Khalida Popal [adalah] direktur program kami. Kakaknya hampir ditikam sampai mati karena membiarkan adiknya bermain. Sungguh menakjubkan bagi saya bahwa setelah apa yang mereka lalui setiap hari, mereka ingin bermain sepakbola,” kata Lindsey.

Bahkan Lindsey sudah berpikir berulang kali, apakah dirinya akan mati untuk bermain sepakbola. “Saya memberi mereka keyakinan setiap harinya bahwa mereka datang ke tempat latihan dan mengatakan bahwa sepakbola penting dalam kehidupan yang kadang-kadang kacau,” katanya.

Seperti dilansir The Independent pada April 2011, Popal mengira bawa dirinya akan mati. “Saya menghadapi ancaman pembunuhan dari Taliban, dan saya tahu bahwa jika saya tinggal di Afghanistan, hidup saya tetap akan berada dalam bahaya,” katanya.

“Saya mempunyai pilihan, saya bisa tinggal di negara saya sendiri dan menghadapi semua konsekuensinya, atau pergi dan terus berjuang menuju tujuan saya. Dan saya tidak ingin mati.”

Di Kota Kabul, dia dan teman-temannya biasa bermain di halaman terpencil sekolah mereka. Mereka sangat meminimalisir kebisingan. Taliban besar di tahun-tahun awal Popal tumbuh. Mereka menyebarkan ideologi ultra-konservatif yang sangat membatasi kebebasan individu.

“Saya mulai bermain sepakbola dikarenakan sepakbola itu menyenangkan,” kata Popal. “Mereka mengatakan bahwa tidak baik bagi saya untuk bermain sepakbola dan itu membuat saya tidak merasa puas.”

(kim/dex)

Foto: Twitter @ AfghanistanWnt

Komentar