Antara Kontroversi dan Supremasi

Backpass

by Redaksi 13

Redaksi 13

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Antara Kontroversi dan Supremasi

Nama Wesley Sneijder diunggulkan oleh banyak pengamat dan media untuk menjadi pemenang FIFA Ballon d’Or 2010. Namun, jangankan untuk memenanginya, nama Wesley Sneijder bahkan harus terlempar dari tiga nama teratas calon pemain terbaik Ballon d’Or 2010.

Banyak kalangan menilai Sneijder adalah orang yang paling pantas meraih penghargaan karena prestasinya di Internazionale Milan dan Timnas Belanda. Belanda dibawanya menjadi runner-up Piala Dunia 2010. Bersama Inter, dirinya menjadi pemain kunci dalam perjalanan mereka merengkuh treble winners.

Namun pada 6 Desember 2010, FIFA mengumumkan lain. Para pemain yang dikalahkan Sneijder di semifinal Liga Champions justru menjadi tiga kandidat teratas untuk meraih gelar yang disematkan pada pesepakbola terbaik dunia itu. Mereka adalah trio Barcelona yakni Lionel Messi, Andres Iniesta, dan Xavi Hernandez.

“Ini tidak masuk akal. Wesley pemain hebat dan jika kami menang treble musim terakhir, itu juga berkat dia,” protes Kapten Inter Milan saat itu, Javier Zanetti.

Massimo Moratti juga menyayangkan terlemparnya Sneijder dalam nominasi: “Saya menganggap ajang tersebut sangat tidak adil. Sneijder memiliki musim yang fenomenal dan memenangi semua yang bisa diraihnya. Bagi saya, dia layak memenangi Ballon d`Or.”

Sebagian pengamat lain menjagokan Andres Iniesta mendapatkan penghargaan individual. Harian Italia La Gazzeta Dello Sport dalam edisi mingguannya bahkan lebih dulu memprediksi bahwa penghargaan akan diberikan kepada Iniesta yang mencetak gol kemenangan di final Piala Dunia 2010. Apalagi sejak tahun 1994 pemenang Ballon d’Or memang diraih oleh pemain yang memenangkan Piala Dunia di tahun yang sama.

Prediksi tinggallah prediksi. Adalah Lionel Messi yang meraih gelar Ballon d`Or.

Perubahan format penilaian pemenang bisa jadi salah satu alasan kegagalan Sneijder dan Iniesta memenangi FIFA Ballon d’Or 2010. Gelaran Ballon d’Or di tahun itu memang merupakan gelaran pertama yang menggabungkan penghargaan Ballon d’Or dari majalah France Football dengan FIFA World Player of the Year. Penggabungan ini otomatis mengubah sistem penilaian. Voting tidak hanya dari para jurnalis berbagai negara sebagaimana sebelumnya, sistem pemilihannya juga melibatkan para kapten dan pelatih negara dalam menentukan pemain terbaik.

Padahal, seandainya penilaian tetap berdasarkan pada sistem lama di mana hanya melibatkan jurnalis dalam voting, nama Sneijder diklaim akan keluar sebagai pemenang dengan total raihan 293 poin, sementara Lionel Messi berada di posisi keempat dengan poin 175, di bawah nama Iniesta dan Xavi Hernandez di urutan kedua dan ketiga. Pada perjalanannya, sejak tahun 2016 lalu, penentuan pemenang Ballon d’Or kembali pada sistem semula. Format penganugerahan pun akan kembali ke versi lamanya.

Messi meraih penghargaan pemain terbaik 2010 dengan raihan 22,65% suara, mengungguli Andres Iniesta yang meraih 17,36% dan Xavi Hernandes 16,48%. Terlepas dari layak atau tidaknya Lionel Messi menjadi pemenang Ballon d’Or 2010, dominasi pemain Barcelona pada pergelaran FIFA Ballon d’Or 2010 bukan hal yang mengejutkan. Apalagi dari 23 nama seleksi awal setidaknya ada tiga pemain Barca lainnya yang masuk sebagai kandidat: Carles Puyol, Dani Alves, dan David Villa.

Terpilihnya Messi, Iniesta, Xavi sebagai tiga nominator teratas lebih karena peran krusial mereka dalam melanggengkan supremasi dan superioritas Barcelona di Liga Spanyol dan Eropa. Di musim itu, Barcelona mampu tampil sebagai juara La Liga dan mampu mencapai semifinal Liga Champions UEFA sebelum digagalkan oleh tembok kokoh Inter Milan. Barcelona tampil dengan permainan indah bahkan disebut sebagai kesebelasan terbaik abad ini.

Lionel Messi sendiri berhasil mencetak total 60 gol sepanjang tahun itu, menjadikan musim itu sebagai salah satu musim terbaiknya di Barcelona. Akan tetapi ketidakmampuannya membawa Argentina melangkah lebih jauh di Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan menjadi cacat yang tak terelakkan.

Sementara Iniesta selain menjadi penentu kemenangan di final Piala Dunia, perannya untuk Barcelona dan Timnas Spanyol tidak bisa disepelekan. Bersama dengan Xavi yang menjadi finalis ketiga Ballon d’Or, mereka berdua adalah motor penggerak lini tengah Barcelona dalam sistem tiki-taka yang lekat dengan Barca asuhan Pep Guardiola.

“Anda bisa menerima banyak hal bersama pemain seperti mereka, jadi saya sangat bangga dengan mereka. Dan kami pun juga sadar fans begitu bangga juga, mereka memang layak untuk trofi Ballon d’Or tersebut," puji Guardiola.

Terpilihnya tiga pemain dari kesebelasan yang sama untuk tiga nominator peraih Ballon d`Or yang terjadi pada 2010 bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, AC Milan melakukan hal serupa pada musim 1988 dan 1989 ketika menyumbang Marco van Basten, Ruud Gullit/Franco Baresi, dan Frank Rijkaard (keduanya dimenangi Van Basten). Sama seperti Milan di akhir 80-an, yang lebih penting dari penobatan Ballon d`Or 2010 merupakan bentuk pengakuan terhadap supremasi sekaligus dominasi alumni La Masia dan Barcelona.

Komentar