Ramos dan Ronaldo dalam Kasus Doping

Cerita

by Redaksi 13

Redaksi 13

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ramos dan Ronaldo dalam Kasus Doping

Der Spiegel kembali merilis kabar yang mengejutkan khalayak. Sebelumnya, surat kabar terbitan Jerman ini pernah menguak kasus pelecehan seksual yang melibatkan Cristiano Ronaldo serta dugaan konspirasi antara UEFA dan Manchester City untuk menghindari sanksi berat terkait pelanggaran Financial Fair Play (FFP).

Kali ini, dalam seri laporan Football Leaks yang dirilis Jumat lalu (23/11), Der Spiegel mengungkap keterlibatan beberapa pemain Real Madrid yang diduga memakai doping. Dalam laporan itu, setidaknya ada tiga kejadian yang melatarbelakangi tuduhan tersebut.

Pertama—dan memperoleh porsi paling banyak dalam laporan itu—adalah perihal Sergio Ramos yang terbukti positif menggunakan doping jelang final Liga Champions UEFA melawan Juventus pada April 2017 lalu di Millenium Stadium, Cardiff. Der Spiegel mengatakan jika sampel urine Sergio Ramos dengan kode 3324822 yang dikirimkan malam sebelum partai final positif mengandung dexamethasone.

Dokter Real Madrid diduga menyuntikkan obat dexamethasone kepada tubuh Sergio Ramos, obat penahan rasa sakit yang memang dilarang digunakan dalam sebuah pertandingan olahraga oleh World Anti-Doping Agency (WADA) karena memberi efek inflamasi atau radang dan dapat meningkatkan konsentrasi dan euforia berlebihan.

Seorang dokter dengan inisial Dokter A menjadi orang yang bertanggung jawab karena penyuntikkan dexamethasone tersebut dengan tujuan meredam sakit akibat cedera bahu dan lutut yang diderita Ramos sejak awal tahun. Dexamethason itu diberikan agar sang pemain bisa tampil fit di laga penting tanpa harus mengeluhkan rasa sakit.

Pada pertandingan itu Sergio Ramos mampu tampil apik dan membawa Real Madrid meraih Undecima setelah mengalahkan Juventus dengan skor meyakinkan. 4-1.

Sebetulnya, selama dapat dipertanggungjawabkan saat tes doping dan digunakan dalam kadar dosis tertentu dan melewati metode tertentu, penggunaan dexamethason tidak sepenuhnya dilarang. Namun masalahnya, tim dokter Los Merengues juga menyuntikkan Celestone Chrono Dose atau yang lebih dikenal dengan betamethasone, obat lain yang juga dilarang penggunaannya oleh WADA.

UEFA sebagai otoritas tertinggi sepakbola Eropa juga membuat kesalahan administrasi dengan mengabaikan begitu saja fakta tersebut serta tidak mengambil tindakan disiplin terkait itu. UEFA seolah menyembunyikan kasus ini dari perhatian publik.

"Tidak ada tindakan disiplin yang diambil, baik untuk pemain, dan dokter tim Real Madrid, terlepas semua anomali yang ada," tulis Der Spiegel dalam laporannya.

Indikasi keterlibatan Ramos dalam pemakaian doping ditulis juga secara jelas dalam kejadian kedua pada laporan tersebut. Mantan pemain Sevilla ini pernah menolak dan mengabaikan permintaan petugas tes anti-doping untuk melakukan tes urine dan lebih memilih untuk ber-shower dengan alasan takut ketinggalan bus selepas pertandingan tandang di Malaga pada 1 Februari 2017 lalu.

Namun lagi-lagi, tidak ada tindakan serius dari otoritas berwenang dalam menyikapi kejadian tersebut.

Bila tudingan ini bisa dibuktikan kebenarannya, berdasarkan undang-undang doping yang ditetapkan oleh parlemen Spanyol sebuah kesebelasan dapat dikenai denda sebesar 300.000 euro, dikurangi poin atau bahkan degradasi, serta dokter tim yang terlibat dapat dikenai skorsing hingga empat tahun, sementara seorang pemain dilarang merumput selama empat tahun. Penangguhan dapat dikurangi menjadi dua tahun jika pemain dapat secara meyakinkan bahwa pelanggaran "tidak direncanakan."

Sergio Ramos sendiri sudah memberikan pembelaan terhadap tudingan Der Spiegel ini selepas pertandingan kontra Eibar akhir pekan lalu. Dirinya merasa sudah melakukan rangkaian tes sesuai prosedur.

"Dua kasus spesifik yang disebutkan dijelaskan sebagai berikut. Malaga, April 2018, ketika pertandingan berakhir, aku diminta untuk menyelesaikan tes-anti doping. Mengingat tekanan waktu perjalanan kembali, ofisial mengizinkanku untuk mandi sebelum menyelesaikan tes yang aku lewati, seperti dalam semua kasus."

"Cardiff, Juni 2017. Aku menerima perawatan medis standar yang dikelola oleh profesional medis klub. Masalah itu sudah diklarifikasi dan diselesaikan secara formal dan tertulis di antara organisasi," tambahnya.

Real Madrid sendiri memberikan tiga poin pembelaan terhadap kapten mereka.

  1. Sergio Ramos tak pernah melanggar peraturan terkait kontrol doping
  2. UEFA meminta informasi secara tepat dan langsung menutup kasus ini. Seperti yang biasa terjadi pada kasus-kasus seperti ini setelah dilakukan verifikasi para ahli yang meliputi WADA, AMA, dan UEFA.
  3. Mengenai sisa konten dari publikasi itu, klub tak mau berbicara banyak karena bukti yang tidak substansial.

Kejadian ketiga dalam laporan tersebut turut serta menyinggung mantan pemain Real Madrid seperti Cristiano Ronaldo.

Pada Februari 2017, atau empat bulan sebelum final Liga Champions melawan Juventus, sepuluh pemain Real Madrid diperiksa dua petugas pengawas doping UEFA di tempat latihan. Namun situasi pemeriksaan saat itu tidak kondusif karena pihak Real Madrid menyulitkan para petugas.

UEFA menegur Real Madrid lewat surat yang dikirim dua minggu setelah kejadian. Surat itu ditujukan pada kepala dokter tim Madrid, Jose Angel Sanchez, dan pada Cristiano Ronaldo.

Pada laporan itu disebutkan bahwa selain Ronaldo yang tidak senang karena selalu dipilih dalam tes doping, Ronaldo juga sempat menunjukkan ketidakpuasan ketika petugas doping memberikan suntikan kedua pada kapten Timnas Portugal itu. Situasi menjadi semakin tidak kondusif setelah petugas mengambil sampel darah dari Ronaldo dan Toni Kroos, anggota tim dokter Real Madrid tiba-tiba membantu petugas dengan mengambil sampel darah pada delapan pemain lainnya.

Dalam balasan surat yang dikirimkan Real Madrid pada UEFA, Angel Sanchez berkilah dengan mengatakan bahwa dua petugas yang dikirim UEFA ketika itu “kurang profesional, kurang ahli dan kurang kemampuan” sehingga terjadinya situasi tidak kondusif. Dia juga mengatakan bahwa Ronaldo “komplain dengan wajar”. Sanchez menyoroti bagaimana petugas doping UEFA tersebut yang harus dua kali menyuntik karena kegagalan suntikan pertama. Karenanya pihak Real Madrid pun menyebut bahwa yang terjadi ketika itu “baru untuk kami dan para pemain dan mungkin mereka [para petugas] tidak punya banyak pengalaman dalam menangani pemain-pemain top.”

UEFA tidak memperpanjang masalah itu. Inilah yang dicurigai oleh tim investigasi Football Leaks. Apalagi saat dimintai keterangan soal kasus tersebut oleh Der Spiegel, baik UEFA, Real Madrid maupun Ronaldo memilih bungkam.

Baca juga seri Football Leaks lainnya di artikel: Football Leaks Beberkan Sisi Gelap Sepakbola

Komentar