Dugaan Pengaturan Skor di Liga 2

Cerita

by redaksi

Dugaan Pengaturan Skor di Liga 2

Chris Eaton, mantan Head of Security FIFA, pernah menyatakan jika pengaturan pertandingan lebih banyak terjadi justru di sepakbola divisi bawah. “Sepakbola sedang krisis karena pengaturan pertandingan, terutama di liga bawah,” katanya, dikutip dari BBC.

Masih segar dalam ingatan kita tentang sebuah dagelan “sepakbola gajah” yang terjadi di tahun 2014 saat PSS Sleman dan PSIS Semarang berlomba mencetak gol ke dalam gawangnya masing-masing.

Komisi Disiplin (Komdis) PSSI langsung bereaksi dengan mendiskualifikasi kedua kesebelasan dari pentas Divisi Utama 2014. Tempat keduanya digantikan oleh PSGC Ciamis dan Persiwa Wamena.

Per November 2014, berbagai hukuman dari Komdis berjatuhan kepada kedua pihak. Manajer dan Pelatih PSIS saat itu dijatuhi hukuman larangan beraktivitas di sepakbola Indonesia seumur hidup dan denda sebesar Rp200 juta. Selain kedua orang tersebut, ketegasan Komdis juga berdampak untuk pemain cadangan dan juga pembantu umum klub PSIS.

Di kubu PSS Sleman tidak jauh berbeda. Sekretaris, pelatih, dan ofisial tim juga menerima denda sebesar Rp200 juta serta larangan beraktivitas seumur hidup. Bahkan Kitman PSS, Dwi, dan masseur Suyono, dihukum larangan beraktivitas selama setahun tetapi tanpa denda.

Sanksi Dicabut

Adanya berbagai sanksi yang dikeluarkan oleh komdis sempat memunculkan angin segar untuk persepakbolaan Indonesia. Namun pada kenyataannya, hembusan angin segar tersebut hanya bertahan selama tiga tahun. Sejak akhir Januari 2017, Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, resmi mencabut sanksi tersebut.

Hal tersebut dibenarkan oleh CEO PSIS, Yoyok Sukawi. Menurutnya hal tersebutlah yang sudah ditunggu-tunggu oleh pelatih, ofisial, dan para pemain yang merasa menjadi korban atas insiden tersebut.

“Memang sudah dikabulkan terkait permohonan peninjauan kembali dan diberi pengampunan. Suratnya sudah kami terima kemarin (23/01/2017),”` kata Yoyok, dikutip dari Bola.

Anggota Komdis PSSI, Dwi Irianto, juga membenarkan soal pencabutan hukuman tersebut. Menurutnya, dicabutnya sanksi tersebut akan membuat pelaku sepakbola yang terlibat bisa kembali aktif di kancah persepakbolaan nasional.

“Kalau keputusan itu hak prerogratif Pak Edy selaku ketua umum. Saya hanya bisa mengucapkan selamat dan mengapresiasi keputusan itu,” ujar laki-laki yang akrab dengan panggilan Mbah Putih.

Mursyid Effendi, salah satu pemain Timnas Indonesia di Piala Tiger (sekarang Piala AFF) pun sempat berpendapat atas kejadian sepakbola gajah tersebut. Mursyid merupakan pemain bertahan Indonesia yang tampil di Piala Tiger 1998 lalu. Jauh sebelum kasus PSS dan PSIS, nama Indonesia sudah sempat tercoreng terlebih dahulu dengan aksi "sepakbola gajah” lewat aksi Mursyid.

Ketika itu Indonesia bertemu Thailand di laga pamungkas penyisihan grup. Polanya sama, kedua tim berusaha menghindari Vietnam di semifinal, kedua tim pun berusaha mengalah. Duel nyaris berakhir imbang 2-2 sebelum akhirnya Mursyid dengan sengaja melakukan gol bunuh diri.

“Lingkaran itu harus dibongkar demi sepakbola Indonesia lebih baik. Jangan hanya tim, pemain, atau pelatih dan manajemen yang diberi sanksi. Hukuman lebih berat harus diberikan kepada aktor utama yang mendorong kasus itu terjadi,” katanya, dikutip dari Viva.

Penyakit yang Terus Berulang

Setelah 2014 keanehan itu muncul di Divisi Utama. Sekitar satu pekan lalu ada isu berbau negatif yang tersebar di Liga 2. Dalam lanjutan babak penyisihan delapan besar Grup A, ada empat kesebelasan yang diduga terlibat pengaturan skor.

Saat kejadian berlangsung, Kalteng Putra sudah memiliki 10 poin dan menjadi pemuncak Grup A. PS Mojokerto Putra (PSMP) meguntit di bawahnya dengan sembilan poin. Selanjutnya ada Semen Padang dan Aceh United dengan masing-masing koleksi tujuh dan dua poin.

Jika dilihat secara sekilas, seharusnya PSMP bisa dengan mudah mengalahkan Aceh United. Tetapi secara mengejutkan PSMP takluk dengan skor 2-3 di akhir pertandingan. Di pertandingan lainnya, Semen Padang berhasil menaklukan Kalteng Putra 3-1.

Kecurigaan akan adanya masalah terlihat saat pertandingan hampir berakhir. Tepat di menit ke-88 wasit menunjuk titik putih. Otomatis PSMP bisa menyamakan kedudukan jika sepakan penalti tersebut berbuah gol. Sejatinya, dengan raihan hasil imbang akan membuat asa PSMP untuk lolos ke babak selanjutnya tetap terjaga.

Krisna Adi Darma yang ditunjuk sebagai algojo seperti sengaja menyia-nyiakan kesempatan. Saat itu, sepakan kaki kanannya melenceng jauh di sisi kanan gawang Aceh United. Kecurigaan tersebut bertambah ketika Krisna seperti melakukan gerakan sujud syukur atas kegagalannya menendang penalti.

Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali, juga menaruh kecurigaan atas tindakan yang dilakukan Krisna. Menurutnya hal tersebut seperti sebuah kesengajaan.

"PSSI lewat Komite Fair Play dan Kepatuhan serta Departemen Intelegent harus mengusut tuntas. Ini semua merusak citra kompetisi," ucap Akmal, dikutip dari Beritagar.

Secara lebih lanjut Akmal mencurigai pengaturan skor tidak hanya terjadi di satu pertandingan, melainkan juga terjadi di laga Semen Padang melawan Kalteng Putra. Ada dua faktor yang patut dicurigai menurut Akmal.

Pertama adalah saat Kalteng Putra menolak pemilihan wasit yang diberikan oleh PT Liga Indonesia Baru. Mereka menolak pertandingan dipimpin oleh Syahrial Panggabean yang saat itu berasal dari Sumatera. Menurut Kalteng Putra, dengan ditunjuknya wasit asal Sumatera tersebut akan sangat rawan untuk terkena praktik pengaturan skor.

“Saya langsung menyatakan ini `kode`. Dua tim akan lolos dengan `kesepakatan`. Sangat naif ada gonjang-ganjing soal wasit di laga krusial,” kata Akmal.

Sedangkan dasar kedua adalah diberikannya dua tendangan penalti kepada Semen Padang. Dua penalti itu diberikan saat skor sedang imbang 1-1. “Ini penyakit bola kita yang harusnya tidak terus berulang.”

PSSI Masih “Berusaha”

Menurut laporan CNN Indonesia, Sekretaris Jendreal PSSI, Ratu Tisha Destria, meminta agar masyarakat berani untuk melaporkan jika ada dugaan pengaturan skor, bukan hanya membuat pusaran kabar burung di media sosial.

“Kita harus membiasakan diri untuk tidak bergosip, namun benar-benar menginvestigasi ini secara menyeluruh. Jadi, kami mohon apabila ada apapun yang perlu dilaporkan, itu akan sangat bermakna untuk PSSI melakukan investigasi lebih lanjut,” kata Tisha, dikutip dari CNN Indonesia.

Lebih lanjut Tisha mengatakan isu pengaturan skor bukan hal yang mudah untuk disimpulkan dan diumumkan ke publik. Apalagi, lanjut dia, isu tersebut masih bersifat praduga.

Untuk mencegah pengaturan skor dan menjaga integritas liga, PSSI sebenarnya sudah bekerja sama dengan Genius Sport sejak satu tahun lalu. Secara singkat Genius Sport adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perangkat lunak penyebaran data yang bersifat siaran langsung pertandingan. Kerja sama tersebut akan menghasilkan sebuah teknologi pemantauan dan loka karya pendidikan.

Ben Paterson, Direktur Operasi Integritas di Genius, mengatakan bahwa mereka secara proaktif memerangi ancaman pengaturan pertandingan dan manipulasi persaingan, menuntut bahwa semua olahraga selalu mencari untuk memperbarui dan meningkatkan tindakan dan sistem yang ada. .

Langkah kerja sama tersebut diambil karena PSSI tidak bisa bekerja dengan sendirian atau hanya berdua dengan AFC.

“Karena esensinya adalah sepakbola ini milik kita bersama. Jadi, apabila ada laporan yang masuk atau bukti-bukti yang cukup dan bisa mendukung PSSI dalam investigasi lanjutan, silakan dilaporkan kepada PSSI. Dan kami akan menindaknya secara tegas apabila hal itu terbukti,” ujar Tisha, dikutip dari Detik.

Kerja sama antar berbagai elemen memang sangat dibutuhkan untuk memberantas masalah pengaturan skor yang sudah terjadi sejak bertahun-tahun lamanya.

Meski masih sebatas praduga, isu pengaturan skor ini tidak boleh dianggap angin lalu. Sepakbola Indonesia bukan kali ini saja diterpa isu pengaturan skor, yang sialnya kasus-kasus yang lampau tidak terusut tuntas. Misalnya saja ketika Johan Ibo tertangkap tangan tengah berkomunikasi dengan fixer pada 2015 lalu, tapi tidak ada tindak lanjut dari kasus tersebut. Hal itu menguatkan laporan Al-Jazeera yang mengungkapkan bahwa pengaturan skor di Indonesia memang ada.

[kim/dex]

Komentar