Hooligan Penyebar Islamofobia di Inggris

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Hooligan Penyebar Islamofobia di Inggris

Oleh: Naufal Rasendriya Apta R*

Nama Tommy Robinson mungkin masih cukup asing di telinga suporter Indonesia, namun tidak halnya dengan mereka yang berada di Inggris Raya. Tommy Robinson, yang memiliki nama asli Stephen Christopher Yaxley-Lennon, cukup terkenal sebagai co-founder English Defence League. EDL sendiri bisa dibilang sebagai organisasi sayap kanan.

Dalam hal persepakbolaan, Tommy adalah seorang mantan hooligan Luton Town, sebuah kesebelasan dari kota Luton yang kini tampil di tingkat ketiga persepakbolaan Inggris, League One.

Pada 2011, Robinson juga pernah dituduh bersalah atas keterlibatannya dalam keributan yang melibatkan suporter dari Luton Town dan Newport Country yang berlangsung di Luton, sebuah kota besar di Inggris bagian timur. Menurut laporan, Robinson memimpin kelompok dari Luton pada keributan yang melibatkan 100 orang tersebut. Sebagai hukuman, Robinson dijatuhi hukuman 12 bulan rehabilitasi dan 3 tahun larangan menghadiri pertandingan sepakbola—terbilang cukup berat.

Peran Robinson cukup besar dalam lahirnya English Defence League, pergerakan yang terfokus sebagai oposisi dari penyebaran Islamisme dan Syariat Islam di Inggris Raya. Pergerakan ini menyatakan bahwa tetap menjunjung tinggi antirasialisme dan fokus sebagai organisasi hak asasi manusia, yang bertolak belakang dengan apa yang mereka lakukan selama bertahun-tahun.

Pada awalnya, EDL adalah lanjutan dari United Peoples of Luton (UPL). Robinson menyatakan alasan utama terbentuknya EDL adalah setelah dia mengetahui ada beberapa muslim yang mencoba merekrut anggota baru Taliban di depan Luton Bakery.

Pada 2013, Robinson memutuskan untuk meninggalkan EDL dikarenakan merasa kelompok ini sudah dikuasai ekstremis sayap kanan. Ia merasa hal ini menjadi sangat berbahaya untuk dilanjutkan.

Brexit juga dianggap sebagai suatu keberhasilan positif bagi anggota English Defence League. Dengan keputusan ini, Inggris tidak lagi menerima pencari suaka dari negara-negara lain. Selama bertahun-tahun, EDL menganggap Inggris justru merugi dengan posisinya sebagai anggota Uni Eropa. Mereka menganggap banyak sekali kebijakan Uni Eropa yang justru merugikan Inggris, terutama dalam bidang politik dan ekonomi.

Sebelumnya, Robinson menjadi salah satu pembicara utama di karya dokumenter When Tommy met Mo, di mana Islam, Islamisme, dan komunitas muslim menjadi topik utama pembicaraan antara Tommy Robinson dan Mo Ansar. Salah satu pertemuan mereka berdua dengan think tank Quilliam mengenai hak asasi manusia disinyalir menjadi salah satu alasan Robinson, bersama 10 anggota penting lainnya, meninggalkan EDL.

“Life is like a wheel. Sometimes the wheel turns slowly, but it turns”.

Roda selalu berputar, begitu juga untuk Tommy Robinson. Walau dirinya sempat berpikiran tentang bahaya yang bisa ditimbulkan dari pergerakan sayap kanan maupun ultra-nasionalis, ia tetap meneruskan aksi-aksi yang bertemakan Islamophobia. Hasilnya: memburuknya prasangka masyarakat kepada warga-warga muslim, termasuk mereka yang awalnya adalah pencari suaka dari krisis yang melanda negara asalnya.

Belakangan ini, nama Tommy Robinson kembali mencuat ke permukaan. Setelah dijebloskan ke jeruji besi oleh Kepolisian Inggris, mulai ada gerakan dari para anggota EDL untuk membebaskan Tommy. Aksi berjudul ‘Free Tommy Robinson’ ini sudah dilakukan beberapa kali di kota-kota di Inggris.

Hampir serupa dengan yang dilakukan oleh EDL, FLA atau Football Lads Alliance juga menggelar berbagai aksi dengan isu utama tentang melawan terorisme yang belakangan ini beberapa kali terjadi di Inggris. Berbagai macam supporter dari klub-klub yang berbeda meninggalkan gengsi dan permusuhan mereka untuk menjadi satu di bawah naungan Football Lads Alliance. Dalam aksi tersebut, tak sedikit yang menyelipkan isu tentang pembebasan Tommy.

Apa yang diusahakan selama ini pun berbuah hasil. Pada 5 November 2018, Tommy dibebaskan dari segala macam tuntutan yang disematkan kepadanya. Dia pun sebenarnya sudah dibebaskan dari penjara sejak Agustus 2018. Tommy pun juga diajak oleh beberapa politisi sayap kanan untuk menjadi pembicara di depan anggota Kongres Amerika Serikat. Menarik untuk dilihat apakah Amerika Serikat akan memberikan izin visa miliknya, setelah ia dijebloskan ke penjara karena memakai paspor palsu untuk secara ilegal memasuki Amerika Serikat pada 2012.


*Penulis merupakan mahasiswa. Bisa dihubungi lewat akun twitter @naufalrsndry

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar