Menanti Tuah Fandi Ahmad

AFF

by Evans Simon

Evans Simon

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Menanti Tuah Fandi Ahmad

Hasil dalam beberapa kompetisi terakhir membuat Singapura mulai dilupakan dari peta kekuatan sepakbola Asia Tenggara. Namun, dengan skuat berisi kombinasi pemain muda dan senior, serta Fandi Ahmad sebagai pelatih, mereka bisa menjadi kuda hitam di Piala AFF 2018.

Singapura adalah peraih trofi terbanyak kedua di ajang Piala AFF. Total sudah empat trofi berada di lemari mereka sejak kompetisi dimulai pada 1998 (dulu bernama Piala Tiger). Mereka hanya berselisih satu dari Sang Raja, Thailand (lima trofi).

Bagaimanapun, Singapura tidak pernah berhasil lolos dari fase penyisihan grup dalam tiga edisi Piala AFF terakhir. Bahkan, pada Piala AFF 2016, mereka menempati peringkat bontot di grup.

Kemorosotan yang terjadi selama bertahun-tahun berujung dengan pengunduran diri Varadaraju Sundramoorthy pada April lalu. Sebagai pengganti, ditunjuklah Fandi Ahmad.

Keberadaan Fandi membawa angin segar bagi Singapura. Karisma sebagai salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki negara persemakmuran Inggris itu membuatnya disegani oleh pemain muda maupun tua.

Fandi pun bukan `anak bawang` di dunia kepelatihan. Sudah banyak pengalaman didapatkan, termasuk bersama Pelita Jaya (2006-2010) dan Johor Darul Takzim (2012-2013). Yang terakhir, ia menangani Young Lions, sebelum diminta menangani tim nasional senior.

Fakta bahwa Fandi pernah menangani Young Lions, yang merupakan tim berisi pemain-pemain muda Singapura, adalah nilai plus baginya. Ia lebih mengenal karakteristik para pemain yang menurutnya dibutuhkan bagi tim.

Terlebih, salah satu permasalahan yang dialami oleh Singapura adalah kurang berjalannya proses regenerasi. Maka, keputusan Fandi untuk memadukan pemain muda dan senior dalam 23 nama yang dibawanya ke Piala AFF tidak menjadi kejutan.

Kebijakannya yang diambil Fandi mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Hal ini juga tidak terlepas berkat hasil empat laga uji tanding terakhir: tiga kali menang dan satu kali imbang. Imbang melawan Mauritus, menang melawan Kamboja, Fiji, dan Mongolia.

"Saya bisa melihat para pemain ini menikmati sepakbola mereka di bawah pelatih Fandi. Melihat laga-laga uji tanding mereka, saya melihat hasrat untuk meraih kemenangan," kata mantan pelatih Home United, Aidil Sharin, seperti yang dikutip Channel News Asia.

Rataan umur skuat Singapura yang dibawa Fandi adalah 26,8 tahun. Sebanyak tujuh pemain, yakni Irfan Fandi, Nazrul Nazari, Zulqarnaen Suzliman, Adam Swandi, Jacob Mahler, Ikhsan Fandi, dan Iqbal Hussain berpeluang besar menjalani debutnya di Piala AFF.

Tak lupa, Fandi membawa nama-nama lama, seperti Khairul Amri, Baihakki Khaizan, dan Shahril Ishak. Kehadiran mereka diyakini mampu membimbing dan memimpin para pemain muda.

Tentu ada juga pemain yang berada di usia produktif. Mereka inilah, yang dengan kemampuan dan pengalaman, diharapkan dapat menjadi tulang punggung bagi Singapura.

Salah satu pemain yang sedang rajin-rajinnya disorot adalah winger Faris Ramli. Performanya bersama PKNS di Liga Super Malaysia mendapatkan banyak pujian setelah menjadi top skorer kedua klub dengan catatan enam gol. Ia berperan besar atas kesuksesan PKNS finis di peringkat ketiga klasemen akhir dan menjadi semifinalis di Piala FA Malaysia.

Di lini tengah terdapat nama Harris Harun. Ia bermain semakin matang di usianya yang ke-27 tahun bersama Johor Darul Takzim. Kualitasnya dapat dilihat dari total gelar juara yang telah didapatkannya: satu Piala AFC dan lima Liga Super Malaysia (secara berturut-turut).

Memprediksi Singapura bisa merebut trofi Piala AFF dari tangan Thailand mungkin terbilang tidak realistis, bahkan di antara para suporter mereka sendiri. Namun, tuah Fandi bisa menjadi faktor kunci yang membuat Singapura sangat patut diwaspadai.

Komentar