Kembalinya Giovinco ke Timnas Italia

Cerita

by redaksi

Kembalinya Giovinco ke Timnas Italia

Roberto Mancini punya caranya sendiri dalam upayanya mengembalikan muruah Timnas Italia. Sejak ditunjuk menjadi pelatih Timnas Italia pada 14 Mei 2018, ia memanggil beberapa pemain senior yang kerap terlupakan. Dimulai dari Mario Balotelli, Domenico Criscito, dan yang terbaru, Sebastian Giovinco.

Untuk Giovinco, pemanggilannya terasa spesial. Balotelli dan Criscito dipanggil karena Mancini pernah menjadi pelatih keduanya saat membela klub (Balotelli di Inter dan Criscito di Zenit). Giovinco tak pernah dilatih Mancini. Maka pemanggilannya ke skuat Italia yang akan menghadapi Polandia pada UEFA Nations League, Minggu (14/10) mendatang, merupakan buah dari penampilan impresifnya.

Selama ini Giovinco memang selalu berusaha kembali ke Timnas Italia. Ia sempat mengatakan "tak tahu lagi harus bagaimana" ketika ia terus-terusan tak dilirik pelatih Timnas Italia. Terakhir kali ia berseragam Gli Azzurri adalah pada 2015. Ia tak mendapatkan tempat dalam skema 3-5-2 Antonio Conte. Pergantian pelatih ke Giampiero Ventura pun tetap tak mengubah nasibnya.

***

Tidak mudah memang menjadi seorang Giovinco. Kemampuan tekniknya salah satu yang terbaik di Italia. Ia fasih menggiring bola dengan cepat, melewati lawan, umpannya akurat, dan ahli dalam eksekusi bola mati. Ia pernah digadang-gadang jadi salah satu pemain terbaik Italia. Namun yang terjadi ia justru lebih sering terasingkan.

Kariernya di Juventus yang mandeg menjadi salah satu penyebab. Masuk ke akademi Juventus pada usia 9 tahun, ia berhasil promosi ke tim senior pada 2006, atau 10 tahun kemudian. Penampilan impresifnya saat menjalani masa peminjaman di Empoli sempat membuat Juve memberikan tempat untuknya di skuat senior.

Namun situasi Juventus saat itu tengah tidak baik. Bermain di Serie B pasca skandal calciopoli, Juve harus selalu memainkan para pemain terbaiknya seperti Alessandro Del Piero, Pavel Nedved, Mauro Camoranesim, dan David Trezeguet. Pemuda seperti Giovinco dianggap belum matang. Alhasil ia hanya bermain sebanyak tiga kali di Serie B.

Sinarnya baru berpendar saat musim berikutnya dipinjamkan ke Parma. Dua musim di sana, panggilan dari Timnas Italia pun ia dapatkan. Pelatih Timnas Italia saat itu, Cesare Prandelli, memainkannya sebagai pemain pengganti saat menghadapi Jerman pada laga persahabatan.

Di laga yang berakhir imbang 1-1 itu, Giovinco menjalani debut Timnas di usia 21 tahun. Tak heran harapan tinggi mulai membumbung di pundaknya. Apalagi para pemain terbaik Italia sudah mulai uzur. Pemain kelahiran 26 Januari 1987 ini dianggap bisa menjadi bagian dari regenerasi Timnas Italia.

Nyatanya itu harapan semu. Giovinco kembali ke Juventus dan kembali kurang mendapatkan kepercayaan. Sempat bermain reguler pada 2012/13 di skuat Juventus asuhan Antonio Conte, pemain berjuluk Atomic Ant ini kembali lebih akrab dengan bangku cadangan. Sangat banyak laga penting yang ia lewatkan, sampai akhirnya ia memilih mengasingkan diri ke Amerika Serikat dengan bergabung ke Toronto FC pada Februari 2015.

Awalnya Giovinco dijadwalkan baru akan hengkang pada akhir musim 2014/15. Tapi sang pemain kadung tak betah lebih lama duduk menyaksikan rekan setimnya bertanding.

Saat meninggalkan Juve, ia kalah bersaing dari Alvaro Morata, Carlos Tevez, Fernando Llorente, dan Alessandro Matri. Sebelumnya ia gagal menyingkirkan Fabio Quaglarella, Daniel Osvaldo, dan Mirko Vucinic.

Giovinco tahu betul bermain di Major League Soccer akan membuat kansnya bermain di Timnas Italia sangat kecil. Laga melawan Norwegia di babak kualifikasi Piala Eropa 2016 menjadi laga terakhirnya bersama Gli Azzuri.

Kebahagiaan didapatkan Giovinco selama bermain Amerika Serikat. Gol demi gol ia torehkan. Bahkan ia menjadi pencetak gol terbanyak di musim pertamanya, lewat 22 gol dari 33 laga.

Gelar juara juga berhasil dipersembahkan Giovinco pada 2017 dengan menjuarai MLS Cup. Giovinco pun menjadi salah satu pemain asing terbaik di Amerika Serikat. Tapi itu belum cukup membuatnya dipanggil ke Timnas Italia lagi, walaupun di saat bersamaan Timnas Italia sedang dalam serangkaian penampilan buruk yang berujung tidak lolos ke Piala Dunia 2018.

Alasan utama Giovinco tak dilirik Timnas Italia adalah MLS dianggap kurang kompetitif. Hal itu diungkapkan Conte dan Giampiero Ventura, dua pelatih Timnas Italia setelah era Prandelli berakhir.

"Ketika Anda memilih untuk hijrah ke liga tertentu, Anda harus juga memikirkan aspek lain di sepakbola. Saya sudah berbicara dengannya [Giovinco]," ujar Conte ketika tidak membawa Giovinco ke Piala Eropa 2016.

"Saya sudah melakukan segala cara untuk membantunya. Tapi kenyataannya, dia [Giovinco] bermain di liga yang tidak diperhitungkan. Banyak gol yang dicetaknya menjadi tidak penting karena kualitas yang ia miliki memang berbeda dengan yang ada di liga tersebut. Liga-liga tertentu akan mempengaruhi mentalmu," kata Ventura yang juga mengesampingkan permainan impresif Giovinco di Toronto.

Pandangan itu ternyata tak berlaku bagi Mancini. Catatan 82 gol plus 50 asis yang ditorehkan Giovinco dalam 140 laganya bersama Toronto, yang juga telah menghasilkan total lima gelar juara, membuat eks pelatih Inter dan Man City itu ingin memberikan kesempatan pada Giovinco.

Dalam skuat Italia melawan Polandia nanti, Giovinco menjadi salah satu pemain senior. Usia 31 tahunnya hanya di bawah Giorgio Chiellini. Leonardo Bonucci, Criscito, dan Salvatore Sirigu—semuanya 31 tahun—menjadi pemain senior lainnya yang dipanggil Mancini. Total 23 caps yang dicatatkan Giovinco pun hanya kalah dari Chiellini, Bonucci, Criscito, Alessandro Florenzi, Marco Verratti, Ciro Immobile, dan Lorenzo Insigne.

Komentar