Beda Sikap Soal Minoritas

Cerita

by Redaksi 16

Redaksi 16

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Beda Sikap Soal Minoritas

Hari pertandingan Olympique Lyonnais melawan Olympique de Marseille adalah salah satu hari besar di Perancis. Bertajuk Choc des Olympiques, pertemuan keduanya adalah pertemuan antara dua kesebelasan dengan sejarah panjang di Ligue 1.

Namun persaingan keduanya tak lebih dari kejar-mengejar di klasemen, atau saling mengalahkan demi gelar. Panasnya berbeda dengan Marseille melawan Paris Saint-Germain atau Lyon melawan Saint-Etienne. Walau demikian, tetap ada yang menarik.

Hal menarik dari Lyon melawan Marseille adalah, keduanya berasal dari kota yang memiliki pandangan tersendiri terhadap multikulturalisme di Perancis. Lyon dan Marseille punya sikap masing-masing dalam menyikapi keberagaman etnis.

Penelitian Joseph Downing tentang multikulturalisme di kota Marseille dan Lyon mengungkap bahwa ada perbedaan perlakuan terhadap etnis minoritas. Marseille, melalui pemerintah kota, mengakui dan menghargai hak-hak politik dari sebuah kelompok. Melalui forum Marseille Esperance, kelompok agama mana pun berhak terjun langsung berpolitik. Tidak hanya itu, toleransi menjadi hal yang dijunjung dalam forum yang diadakan oleh masyarakat lintas agama di Marseille itu.

Berbeda dengan Marseille, Lyon mengikuti kebijakan Perancis terkait hal-hal yang ada hubungannya dengan kelompok minoritas. Meski tidak menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan kemanusiaan, Lyon tidak mengakui perbedaan. Pangkalnya, etnis minoritas di Lyon tak sebebas di Marseille.

Kolumnis The Guardian, Andrew Hussey, pernah berbagi cerita tentang pengalaman dirinya ketika menghabiskan waktu di Lyon. Ia mengungkapkan bahwa kota Lyon masih terbagi oleh masalah rasial dan membutuhkan waktu untuk bisa terlepas dari hal tersebut. Perbincangannya dengan penduduk di Lyon menjadi salah satu buktinya.

“Jika kami menginginkannya, kami akan mengajarkan orang Perancis sebuah pelajaran tata krama serta menghargai [orang lain],” ujar Mohamed, warga Aljazair yang berada di distrik La Guillotiere ketika bercakap dengan Hussey, dikutip dari The Guardian. “Kami juga memiliki hak untuk berada disini. Ini juga merupakan negara kami.”

Tidak mengherankan jika Lyon memiliki masalah pada etnis-etnis minoritas. Kota yang berjarak sekitar 393 km dari Paris tersebut memiliki ambisi sebagai kota metropolitan di Perancis dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi di Perancis. Akan tetapi, kota tersebut dinilai memiliki program yang sedikit dalam kaitannya dengan keberagaman budaya. Alasan tersebutlah membuat mereka gagal menjadi tuan rumah acara European Capital of Culture 2013 yang akhirnya digelar di Marseille.

Lyon tak seperti Marseille yang memiliki sejarah panjang terkait para imigran. Terletak di pelabuhan, Marseille tentunya menjadi destinasi para warga asing yang ingin masuk ke Perancis. Sejak pertama kali ditemukan oleh Yunani, kota tersebut merupakan pintu masuk berbagai ras.

Pada 2015 tercatat sebanyak 122.455 orang dari total populasi Marseille merupakan imigran dari negara lain. Lyon sendiri hanya dihuni oleh 66.498 imigran dari seluruh penduduknya. Dengan jumlah imigran yang lebih banyak, Marseille justru menunjukkan sikap yang baik terhadap imigran dan kaum minoritas.

“Saya bisa melihat orang Armenia, Komoro, Italia, Aljazair, Maroko, Tunisia, Mali, Senegal. Namun apa yang sebenarnya saya lihat? Saya melihat masyarakat Marseille, saya melihat penduduk Perancis,” ujar Emmanuel Macron, presiden Perancis saat ini, dikutip dari The Guardian.

Tak hanya berada dalam kehidupan masyarakat, bahkan sepakbola pun menjadi salah satu ajang bagi para pendukung Lyon dalam menunjukkan intoleransi mereka. Aksinya ketika menghadapi CSKA Moscow di ajang Europa League menjadi salah satu contoh.

Pada pertandingan tersebut, para pendukung Les Gones yang memenuhi Groupama Stadium melakukan aksi yang erat kaitannya dengan rasialisme. Mereka menampilkan simbol serta gerakan hormat Nazi, yang juga dilakukan ketika menghadapi Manchester City di Liga Champions. Bahkan beredar kabar bahwa mereka melakukan penyerangan terhadap penonton yang tidak berkulit putih.

Walau tidak begitu panas di lapangan dan di tribun, Lyon melawan Marseille tetap pertentangan dua sikap.

Komentar