Pemain Premier League Juga Bermain Fantasy Premier League

Cerita

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Pemain Premier League Juga Bermain Fantasy Premier League

Bias bermain Fantasy Premier League (FPL) akan terasa sebagai suporter, di mana menurut penelitian pada 2014, sekitar satu dari tiga suporter adalah mereka yang berkhianat kepada kesebelasan yang mereka dukung. Mereka rela-rela saja jika kesebelasan yang mereka dukung kebobolan satu atau dua gol, asalkan kesebelasan fantasi mereka berjaya.

Pada musim ini, misalnya seorang pendukung Manchester United tidak keberatan untuk memasang Sergio Aguero atau Benjamin Mendy. Bahkan ketika misalnya kedua kesebelasan bertemu, ia juga mungkin saja akan terus memasang para pemain rival.

Masih menurut penelitian yang sama, hanya 32% pendukung yang tidak ingin memasang pemain dari kesebelasan rival mereka. Meski survei itu dilakukan di Inggris, kita yang berada di Indonesia tentunya tidak asing dengan situasi di atas.

Jika bias itu sangat terlihat di antara para suporter, bagaimana dengan para pemain sungguhan?

Penendang Penalti Ditentukan FPL

Bayangkan situasi seperti ini terjadi di lapangan sepakbola. Kamu adalah Joshua King, penyerang Bournemouth asal Norwegia. Bournemouth mendapatkan penalti. Penendang penalti utama Bournemouth adalah dirimu. Namun kamu malah mempersilakan Callum Wilson untuk mengambil tendangan penalti tersebut. Kamu melakukannya hanya karena kamu memasang Wilson di tim FPL kamu.

Well, kejadian tersebut memang tidak pernah terjadi. Pada pertandingan Bournemouth melawan Cardiff City di pembukaan Liga Primer Inggris 2018/19 (11/08), seorang pendukung The Cherries sempat curiga.

Pada laga yang dimenangi oleh Bournemouth dengan skor 2-0 tersebut, Wilson sungguhan menendang penalti, meski sepakannya digagalkan penjaga gawang Cardiff asal Filipina, Neil Etheridge.

Kecurigaan sempat terjadi lantaran tautan mini-league FPL dari kesebelasan Bournemouth (artinya liga itu berisi para pemain dan staf Bournemouth) sempat bocor. Di situ terlihat tim Fantasi milik J. King memasang Wilson sebagai penyerangnya. Dari situ bisa dimaklumi kemudian jika King mempersilakan Wilson menendang penalti.

"Gak apa-apa deh Wilson yang nendang. Gue pasang dia ini di tim FPL gue," pikir King, mencoba melakukan reka ulang kejadian.

Akan tetapi kecurigaan itu menguap ketika J. King yang dimaksud di atas bukan Joshua King, melainkan Jonny King, salah satu fisioterapis Bournemouth. Meski kecurigaan itu ditepis, menarik bukan mengetahui seperti apa keadaan para pemain sungguhan dalam bermain FPL?

Para Pemain Biasa Membicarakan FPL

Situs Premier League sendiri pernah membahas soal Joshua King dari perspektif FPL. Pada awal 2017, salah satu bek Hull City, Curtis Davies, ditanya bagaimana keadaan tim FPL-nya. Davies menjawab, "Pekan lalu aku menaruh Josh King di timku. Trigolnya pekan lalu memang tidak bagus untuk Hull sebagai tim, Bournemouth menjauh sedikit [dari kejaran klasemen], tapi itu sangat bagus untuk tim [fantasi] aku."

Davies adalah salah satu pemain yang tak memasang dirinya sendiri di FPL. "Aku tak menyentuh pemain-pemain Hull, aku tak mau nge-jinx. Aku tak memasang diriku sendiri karena itu justru bisa membuat kegagalan," katanya.

Saat Premier League mewawancarai Davies tersebut, Hull akan berhadapan dengan Manchester United pada pekan selanjutnya. Ternyata Davies memiliki Romelu Lukaku di tim fantasinya. "Ia adalah kaptenku pekan lalu. Sayangnya aku akan menjualnya sekarang," katanya.

Menurut Davies, para pemain seringnya membicarakan FPL satu hari sebelum pertandingan. "Kami mencoba mengatur tim kami, melihat siapa memasang kapten siapa. Ketika makan malam, kami selalu berdiskusi tentang itu," kata Davies.

Hal ini juga pernah ditunjukkan oleh Jose Fonte saat masih menjadi pemain Southampton.

Team is Chosen!!!Bring it on then!! ?? #fantasypremierleague

A post shared by JOSE FONTE (@f6nte) on

Konflik Kepentingan

Para pemain, sama seperti suporternya, juga saling mengejek dan bersaing di FPL. Bagi yang berada pada posisi juru kunci, mereka akan berkilah jika mereka selalu lupa mengatur tim FPL mereka. "Posisi juru kunci adalah Will Keane, ia mengaku jika ia lupa terus dengan timnya, aku sih percaya saja," canda Davies.

Beberapa pemain memang seperti tidak terlalu serius mengatur tim FPL mereka. Mayoritas pemain Liga Primer memasang Kevin De Bruyne di awal musim meski ia masih belum fit setelah Piala Dunia. Ben Gibson, bek Burnley, juga memasang Son Heung-min, seolah ia tak sadar Son masih berlaga di Asian Games 2018.

Pada musim yang sama (2016/17) dengan saat Davies diwawancarai di atas, Ben Mee mengaku ia sengaja tak bermain FPL. Bek Burnley itu menganggap bermain FPL bisa menciptakan konflik kepentingan. Meski begitu, para pemain Burnley tetap banyak yang bermain FPL selain Mee.

Beberapa tim FPL dari para pemain Liga Primer sungguhan juga kadang bisa menjadi sumber informasi. Tim FPL Nick Pope—lagi-lagi contoh dari Burnley—misalnya yang memasang James Tarkowski pada awal 2018/19. Padahal saat itu para pengamat FPL sedang kebingungan Sean Dyche akan memasang kombinasi bek tengah siapa, karena di situ ada Tarkowski, Mee, dan Gibson.

Di awal musim ini banyak yang curiga jika Pope sudah tahu Dyche akan memasang Tarkowski di kesebelasan Burnley sungguhan, sehingga ia pun memasang Tarkowski di tim FPL-nya. Jika benar seperti itu, maka akan tiba saatnya Pope memasang Pope, yang artinya Pope sudah sembuh dan siap menjadi kiper utama Burnley lagi. He he he... padahal sebenarnya Pope malah memasang Tom Heaton sebagai kiper di tim FPL-nya (kiper utama Burnley sejauh ini adalah Joe Hart).

Orang yang Menentukan Langsung Perolehan Poin FPL

Untuk kasus musim ini juga ada dua penjaga gawang Liga Primer yang sempat mengalami kesialan. Etheridge mencadangkan dirinya sendiri padahal berhasil mencatatkan nirbobol dan menahan penalti pada gameweek kedua. Ia mencatatkan 14 poin FPL.

Pada GW4 lalu, Alex McCarthy (kiper Southampton) juga mungkin tak merasa percaya diri menghadapi tuan rumah Crystal Palace. Ia mencadangkan dirinya sendiri dan malah memasang Ederson Moraes, kiper Manchester City yang menjamu Newcastle United.

Bagi pemain FPL biasa, keputusan itu mungkin terasa rasional. Namun pada akhirnya McCarthy berhasil mencatatkan nirbobol dan menghasilkan 11 poin. Meski begitu, ia tidak sedih-sedih amat karena Ederson berhasil mencatatkan 8 poin.

Tidak semua pemain Premier League adalah mereka yang pesimis dengan performa mereka sendiri di FPL. Harry Kane pernah berkata pada 2015: "Aku ada dalam tim fantasiku sendiri, sehingga ada sedikit tekanan."

Itulah apa yang kita semua inginkan dari seorang penyerang: kepercayaan diri untuk dirinya dan juga orang-orang yang telah memilihnya. Meski begitu, belum diketahui apakah musim ini Kane bermain FPL atau tidak.

Kepercayaan diri serupa diucapkan oleh Marko Arnautovic. "Atur tim FPL kalian, dan jelas, pilihlah aku!" kata penyerang Austria tersebut di awal musim. Sampai GW4, Arnautovic sudah mencatatkan 17 poin, hasil dari dua golnya.

Rekan satu kesebelasan Arnautovic, Lukasz Fabianski, punya kisah yang berbeda lagi. Memang tak ada yang tahu ia memiliki tim FPL atau tidak, tapi ada beberapa orang yang curiga dengan gelagat Fabianski setelah dibobol Mohamed Salah pada GW1. Saat itu ia kedapatan sedikit tersenyum.

Bagi manajer FPL biasa, mungkin FPL itu seperti permainan hoki-hokian. Pemain yang dipasang bisa jadi sukses, bisa jadi juga gagal. Perolehan poin pemain pilihan kita berada di luar kuasa kita. Namun bagi mereka-mereka yang merupakan pemain sungguhan, merekalah yang menentukan perolehan poin FPL mereka sendiri, apalagi jika mereka memasang diri mereka sendiri. Aneh gak sih?

Komentar