Melawan Depresi dan Cedera, Membawa Italia Juara Dunia

Backpass

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Melawan Depresi dan Cedera, Membawa Italia Juara Dunia

Usia Giuseppe Meazza 24 tahun saat Italia menggelar Piala Dunia 1934. Pemain kelahiran Milan, 23 Agustus 1910 itu baru 20 kali membela tim nasional. Walau demikian Meazza adalah harapan besar Italia—warganya juga penguasanya, Benito Mussolini. Targetnya jelas dan tak bisa ditawar: juara. “Biarkan aku di rumah saja,” ujar Meazza kepada Vittorio Pozzo, Kepala Pelatih Tim Nasional Italia. “Aku depresi. Aku tidak bisa bermain.”

Meazza beberapa kali menepi karena cedera di Liga Italia 1933/34. Kondisi tidak fit membuat sang penyerang tengah mandul dalam delapan pertandingan terakhir musim itu. Tanpa gol-gol Meazza, Inter Milan terpaksa mengaku kalah dari Juventus dalam perburuan gelar juara.

Pozzo tidak membiarkan Meazza absen dari Piala Dunia. “Memilikinya dalam tim berarti memulai pertandingan dengan keunggulan 1-0,” ujar Pozzo tentang Meazza. Namun tidak pula dia memaksakan pemain andalannya. Pozzo membantu Meazza dengan mengangkat beban sang pemain. Pozzo mengangkat beban dari pundak Meazza dengan menggeser sang penyerang tengah ke sayap kanan, posisi yang sudah diperkenalkan kepada Meazza setahun menjelang gelaran Piala Dunia.

Dengan bermain di dekat garis tepi Meazza menjadi penyokong rekan-rekannya, terutama Angelo Schiavio, sang penyerang tengah. Kemampuannya menggiring bola mengacaukan pertahanan lawan dan membuka celah untuk pemain-pemain lain.

Tidak menjadi pencetak gol utama tidak berarti Meazza absen mencetak gol. Meazza turut mencetak sebiji gol dalam kemenangan 7-1 atas Amerika Serikat di laga pembuka (Italia 1934 diikuti 16 tim dan menggunakan sistem gugur sejak putaran pertama).

Sebiji gol kembali dicetaknya di pertandingan ulangan (setelah pertandingan pertama berakhir 1-1) melawan Spanyol. Gol tunggal Meazza mengirim Italia ke empat besar.

Di semifinal Meazza kembali memainkan peran kunci, lewat asisnya untuk gol tunggal yang dicetak Enrique Guaita. Meazza yang berlari ke arah gawang bertabrakan dengan penjaga gawang Austria, Peter Platzer. Insiden itu memudahkan Guaita, yang tinggal mendorong bola melewati garis gawang.

Italia berhadapan dengan Cekoslowakia di final. Meazza yang fit sepanjang kejuaraan menderita cedera di awal pertandingan. Meazza terus berjuang.

Cekoslowakia unggul lebih dulu, lewat Antonin Puc di menit ke-71. Bola cungkil Raimundo Orsi sepuluh menit berselang memaksa pertandingan berakhir imbang 1-1. Karel Petru, Kepala Pelatih Tim Nasional Cekoslowakia, melihat Meazza tak bisa berbuat banyak dengan cedera dan habisnya tenaga. Dia memerintahkan para pemain belakang untuk fokus ke pemain-pemain lain.

“Tim-tim lawan sering menugaskan dua atau tiga pemain untuk mengawalku,” pernah Meazza berkata suatu waktu. “Di pertandingan-pertandingan seperti inilah aku paling mendambakan kesendirian, jadi aku bertingkah tak tertarik dengan pertandingan. Lalu aku menerkam.”

Di menit ke-97, dengan ruang dan tanpa kawalan, Meazza menerkam. Umpan silangnya disambar Schiavio. Tak ada gol lain tercipta. Meazza dinobatkan sebagai pemain terbaik turnamen. Italia meraih gelar juara dunia pertamanya.

Meazza meninggal pada 21 Agustus 1979. Pada 3 Maret 1980 namanya diabadikan menjadi nama stadion utama di Milan yang dipakai baik oleh Internazionale Milan maupun AC Milan, dua kesebelasan yang sama-sama pernah dibela oleh Meazza; meski nama Meazza lebih lekat bersama Inter. Beberapa orang mengenal nama stadion tersebut sebagai San Siro, tapi sesungguhnya nama resmi stadion itu adalah Stadio Giuseppe Meazza.

Komentar