Kerja Keras Bagai Ander Herrera

Backpass

by Evans Simon

Evans Simon

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kerja Keras Bagai Ander Herrera

Ada banyak jenis kebahagiaan di dunia. Beberapa yang kerap diasosiasikan dengan pesepakbola mungkin adalah terkenal dan banyak uang. Namun, tanpa itu semua, Anda tetap bisa mendapatkan berbahagia selama bekerja keras. Tak percaya? Tanyalah pada Ander Herrera.

“Bukankah sepakbola adalah tentang trofi, tentang meraih target?” ucap pemain asal Spanyol tersebut kepada Sky Sports pada Juni 2017. Ketika itu Manchester United belum lama memenangi Liga Europa. Mereka mengalahkan Ajax Amsterdam 2-0 di partai final.

Herrera tengah mempertahankan kesebelasannya dari kritik. Maklum, Liga Europa memang kompetisi antarklub Eropa level kedua setelah Liga Champions. Fakta bahwa Manchester United juga menjuarai Piala Liga Inggris di musim tersebut sama sekali tidak menolong. Kegagalan finis di empat besar Liga Primer membuat banyak orang menilai tidak sepantasnya klub sebesar Manchester United berbangga.

“Ini cara yang sempurna untuk mengakhiri musim. Kami mengontrol pertandingan dan mendapatkan trofi lain untuk (dipajang) di museum kami (klub),” lanjut sang man of the match.

Melihat Manchester United era Sir Alex Ferguson, tentu raihan dua tahun lalu tersebut terasa kurang berharga. Mereka tidak pernah sekali pun finis di luar tiga besar sejak Liga Primer bergulir pada 1992.

Piala Liga Inggris tidak pernah dijadikan acuan kesuksesan—Trofi Mickey Mouse, begitu mereka menyebutnya. Ini ajang yang kerap digunakan oleh Ferguson untuk memperkenalkan pemain-pemain muda kepada publik.

Salah satu alasan Manchester United tidak pernah memenangi Liga Europa selama kepemimpinan Ferguson adalah karena mereka selalu bersaing di Liga Champions. Pernah memang Manchester United bermain di Liga Europa saat masih dilatih Ferguson, tapi kejuaraan ini tidak pernah ditanggapai secara serius.

Terakhir kali The Red Devils tampil di Liga Europa sebelum musim 2016/17 adalah musim 2011/12. Mereka hanya mampu melangkah hingga babak 16 besar kala itu, disingkirkan Athletic Bilbao dengan agregat 3-5.

Wayne Rooney dan kawan-kawan kalah 2-3 dalam leg pertama di Old Trafford. Herrera menyumbangkan satu assist di malam tersebut bagi tim tamu. “Itu salah satu malam terbaik dalam karierku,” ujar dirinya ketika baru resmi bergabung dengan Manchester United pada 2014.

Satu malam indah tidak berarti hari-hari esok tetap ceria. Nyatanya, musim 2011/12 merupakan musim yang sungguh menyakitkan bagi Bilbao dan Herrera. Skuat asuhan Marcelo Bielsa kalah dari Atletico Madrid di final Liga Europa. Sekitar dua pekan kemudian, mereka ditaklukkan Barcelona di final Piala Raja. Kekalahan terasa semakin pedih dengan fakta bahwa Bilbao tidak pernah meraih gelar juara sejak mengawinkan trofi La Liga dan Copa del Rey pada musim 1983/84.

Kegagalan tersebut sangatlah membekas bagi Herrera secara pribadi karena, sekalipun itu merupakan musim perdananya setelah didatangkan dari Real Zaragoza, ia memiliki ikatan emosional dengan Bilbao. Ia lahir di kota tersebut pada 14 Agustus 1989.

Herrera tidak membela Bilbao sejak kecil karena keluarganya pindah ke Zaragoza ketika ia masih berusia 4 tahun. Tumbuh besar di ibukota Aragon, tentu wajar jika Herrera mengawali karier bersama Real Zaragoza.

Kecintaan Herrera terhadap Zaragoza tidak perlu diragukan. Ayahnya, Pedro Maria, yang juga seorang gelandang semasa merumput, pernah membela Zaragoza selama enam tahun.

Alasan Herrera lahir di Bilbao, dan bukan di Zaragoza, adalah karena ayahnya juga merupakan seorang warga Basque. Ia tengah menikmati masa pensiun di kampung halaman ketika buah hatinya lahir.

Maka, ketika berlabuh di San Mames, Herrera tetap disambut bak pahlawan. Moto “con cantera y afición, no hace falta importación” yang kurang lebih berarti “dengan talenta asli daerah dan dukungan penduduk lokal, Anda tidak butuh mengimpor pemain luar” terpenuhi, tak peduli seberapa jauh dan seberapa lama sang pemain ‘tersesat’.

Setelah tiga musim membela Los Leones, Herrera memutuskan sudah saatnya untuk mencari tantangan baru, dan tawaran pun datang dari Manchester United.

Bilbao sebenarnya telah berkali-kali menolak tawaran Manchester United. Apa daya, Herrera ternyata mengaktifkan klausul buy-out nya sendiri untuk bisa hengkang.

Kepergian Herrera agaknya melukai Bilbao. Dalam rilis resmi klub, mereka menyatakan kecewa terhadapnya karena “berharap memiliki pemain-pemain yang pilihan utamanya adalah membela seragam kami. Keputusan Ander tidak sesuai dengan hal tersebut”.

Herrera tentu melakukan perjudian besar. Ia nyaris dibenci oleh seluruh suporter Bilbao karena membela Manchester United. Padahal, tidak ada jaminan ia akan dicintai oleh suporter Manchester United seperti suporter Bilbao mencintainya.

Herrera menyadari hal tersebut. Ia bukan seorang ikon seperti Paul Pogba. Ia bukan pemain dengan harga mahal seperti Romelu Lukaku. Ia bukan Mancunian seperti Jesse Lingard atau Marcus Rashford.

Oleh sebab itu, Herrera tidak pernah merasa berada di atas angin hanya karena namanya tercatat sebagai pemain Manchester United. Ia tahu harus senantiasa bekerja keras; upaya yang mengantarkannya menjadi pemain terbaik klub pilihan fan tahun 2017.

Herrera adalah pemain pertama yang mematahkan dominasi David De Gea selama tiga tahun berturut-turut dalam penghargaan Sir Matt Busby Player of The Year. Totalitas dan jerih payahnya terbayarkan.

“Aku hanya mencoba bermain dan menyelesaikan laga tanpa memiliki penyesalan karena tahu bahwa aku sudah melakukan yang terbaik. Itulah alasan para fans mendukung dan percaya kepadaku,” jelas dirinya.

Di musim 2017/18, Herrera mulai terpinggirkan. Manajer Jose Mourinho lebih percaya kepada duet Pogba dan Nemanja Matic di lini tengah. Bagaimanapun, seperti yang sudah-sudah, ia pantang menyerah.

Herrera berpegang teguh bahwa ketulusan dalam bekerja dan senantiasa mengeluarkan seluruh kemampuan entah itu hanya dalam lima menit atau 30 menit pertandingan adalah kunci kesuksesan.

“Anda tidak bisa menjadi gila jika tidak bermain dalam dua atau tiga pertandingan. Jika Anda terus bekerja keras, maka cepat atau lambat sepakbola akan menunjukkan keadilannya,” pungkas Herrera.

Komentar