Raheem Sterling, "Pemain Rahasia" Liga Primer 2018/19

Analisis

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Raheem Sterling, "Pemain Rahasia" Liga Primer 2018/19

Raheem Sterling berhasil mencetak 18 gol untuk Manchester City di Liga Primer Inggris musim 2017/18. Kalau hanya melihat gol, ia berada di urutan kelima di bawah Mohamed Salah (32 gol), Harry Kane (30), Sergio Agüero (21), dan Jamie Vardy (20).

Di Fantasy Premier League 2018/19, Sterling memiliki harga £11.0 atau tertinggi ketiga setelah Salah (£13.0) dan Kane (£12.5). Harganya sama dengan Pierre-Emerick Aubameyang, Agüero, dan Romelu Lukaku (top skor urutan keenam dengan 16 gol).

Harga mencerminkan kualitas. Berinvestasi kepada Sterling di awal musim seolah menjadi hal yang berisiko karena Sterling hanya menempati peringkat kelima soal gol, serta peringkat ketiga soal asis (11).

Namun melihat sepakbola dari perspektif FPL, harga Sterling mencerminkan kualitasnya. Musim lalu ia mencatatkan 229 poin, terbanyak kedua dari seluruh pemain di berbagai posisi setelah Salah (303 poin).

Melihat Sterling dari perspektif FPL memudahkan kita menganalisis kualitasnya yang sesungguhnya.

Melihat Kualitas dalam Kuantitas

Bagi sepakbola, gol adalah segalanya. Semua statistik di sepakbola sifatnya membantu; seperti jumlah gol, jumlah tembakan, tembakan ke arah gawang, peluang, asis, dribel sukses, operan sukses, dan lain sebagainya. Semua hal di atas membicarakan kuantitas, bukan kualitas.

Baca selengkapnya: Mengenal Istilah-istilah Statistik di Sepakbola

Jika hanya mau membicarakan angka, begini gambaran gol Raheem Sterling pada 2017/18: Ia mencetak 18 gol (terbanyak kelima) dengan 8 di antaranya dari six yard-box atau kotak kecil di dalam kotak penalti (terbanyak bersama Kane), kemudian 16 di antaranya dari permainan terbuka atau open play (terbanyak ketiga setelah Salah dan Kane), dan tak satupun yang dihasilkan dari sundulan kepala.

Menaruh konteks yang lebih mengikat, kita sebaiknya lihat tembakannya: 18 gol itu ia cetak dari total 87 tembakan (peringkat ketujuh) yang 72-nya dari open play (juga peringkat ketujuh) dan 35 di antaranya on target (peringkat ke-10), sementara 13 dari seluruh tembakannya ia catatkan di six yard-box (terbanyak ketiga setelah Kane dan Gabriel Jesus).

Apa yang bisa simpulkan dari angka-angka di atas? Tidak banyak, tentu. Apalagi statistik juga sering menjebak.

Akan tetapi melihat angka saja, itu menunjukkan jika Sterling pandai mencari ruang di dalam kotak penalti untuk menciptakan peluang. Six yard-box bahkan lebih dalam lagi dari sekadar kotak penalti. Oleh karena itu kalimat “six yard-box” adalah kuncinya di sini (6 yar = 5,48 meter).

Tapi masalahnya, menciptakan peluang tidak sama dengan menyelesaikan peluang tersebut sebaik-baiknya.

Begini analoginya. Seorang laki-laki yang berhasil jadian 10 kali terkesan hebat, padahal ia mungkin menembak perempuan sebanyak 1000 kali; artinya tembakannya ngasal semua dan yang jadi pun bisa disimpulkan hoki semata. Beda dengan seorang laki-laki yang hanya jadian dua kali tapi dari usaha menembak tiga kali.

Di sepakbola, banyak menembak saja tak membuat pemain lantas bisa mencetak banyak gol. Di musim yang sama, Richarlison bermain dalam seluruh pertandingan Watford dan mencatatkan 76 tembakan (terbanyak keempat), tapi ia hanya berhasil mencetak lima gol sepanjang musim.

Begitu juga Christian Eriksen yang menembak dari luar kotak penalti sebanyak 62 kali (terbanyak kedua) tapi hanya berhasil menghasilkan dua biji gol dari luar kotak penalti untuk Tottenham Hotspur.

Di era sepakbola yang semakin modern, ada istilah expected goal (xG) yang diperkenalkan oleh Sam Green pada 2012. Statistik ini diciptakan untuk menaruh konteks kualitas terhadap kuantitas.

Variabel yang dilihat xG antara lain adalah lokasi, sudut, dan jarak tembakan; menggunakan kaki atau sundulan; dan faktor-faktor potensial lainnya. Statistik xG bahkan sudah dipakai di Match of the Day. Intinya semua tembakan, semua peluang, memiliki nilai berbeda, tergantung probabilitasnya.

Contohnya, peluang Dennis van Duinen seperti di bawah ini memiliki kemungkinan gol sangat besar (90% menurut Stratabet) karena ia hanya tinggal berhadapan dengan gawang yang kosong, tanpa kiper.

Sementara tembakan Papiss Demba Cisse ke gawang Chelsea seperti di bawah ini memiliki kemungkinan gol yang sangat amat kecil, dilihat dari jarak, sudut tembakan, dan situasinya.

Namun probabilitas hanya angka yang dihasilkan. Padahal, seperti video di atas, Van Duinen gagal mencetak gol sementara Cisse mencetak gol spektakuler.

Kembali ke analogi nembak dan jadian, tidak semua usaha menembak (kuantitatif) memiliki kualitas yang baik. Kualitas yang baik dari sebuah tembakan dihasilkan dari pendekatan yang baik dan benar, sehingga probabilitas untuk diterimanya pun semakin besar, meski hoki kembali berperan.

Dalam hal ini, angka-angka di atas membuat Sterling menjadi salah satu pemain yang bukan hanya berhasil menciptakan banyak peluang, melainkan peluang yang berkualitas juga.

Pencipta Peluang, Bukan Penyelesai Peluang

Stereotip sulit untuk dilepaskan. Biasanya kalau sudah membicarakan Sterling, yang diingat adalah reputasinya soal kemampuan menembak yang buruk (sekilas seperti gambar paling atas di tulisan ini).

Pada 2015, Paul Scholes pernah menulis kolom di The Independent: “Ada sebuah observasi yang aku temukan setiap kali aku melihat Sterling. Aku tak menilai dia bagus sebagai penendang bola (striker of the ball) dan maksudku, secara harfiah, caranya menendang bola.”

Itu memang sudah lama ditulis, yang menulis juga Scholes, namun bagaimana bisa seorang pencetak gol terbanyak kelima Liga Primer malah buruk dalam menendang bola? Apakah gol-gol Sterling tergolong gol yang buruk?

Mencetak gol itu penting, mencetak gol indah juga penting (meski relatif). Namun kemampuan mencetak gol indah akan memudar jika ia tak bisa berada pada posisi dan situasi yang tepat untuk mencetak gol.

“Mengatakan jika kemampuan menyelesaikan peluang (finishing) itu tak ada adalah konyol. Ada beberapa hal yang menjadi penentu penting untuk mencetak gol,” kata Jeremy Steele, Direktur Analytics FC. “[Yang penting itu adalah] pergerakan, pengambilan waktu, posisi tubuh, dan sentuhan pertama.”

Tidak heran Thomas Müller kemudian dikenal dengan raumdeuter (bahasa Jerman untuk “penerjemah ruang”) karena kecerdasan dalam pergerakannya meski ia bukan pemain berteknik tinggi seperti Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, atau Neymar.

Menurut situs Understat, dari total 33 pertandingan, Sterling memiliki xG sebesar 18,83 pada 2017/18; maksudnya statistik mengharapkannya untuk mencetak 18-19 gol. Faktanya ia mencetak 18 gol.

Jika dibandingkan, Christian Benteke memiliki xG sebesar 11,17 namun ia hanya berhasil mencetak tiga gol dari 31 pertandingannya bersama Crystal Palace. Itu artinya Sterling sudah sesuai harapan sementara Benteke tidak; Benteke terlalu sering menyia-nyiakan peluang.

Dalam satu fragmen, video di bawah ini mungkin bisa menggambarkan bagaimana Sterling melatih kemampuan menciptakan peluang berkualitasnya di bawah arahan Pep Guardiola di Man City.

Guardiola sendiri sempat memberi tahu jika fokus latihan Sterling saat itu adalah “secara spesifik pada aksi (sentuhan) terakhir di lapangan, yaitu kontrol bola di momen terakhir untuk kemudian membuat pergerakan yang tepat di tiga sampai empat meter terakhir.”

Pada akhirnya tulisan Scholes mungkin benar, mungkin Sterling tak sering mengasah skill menembaknya. Namun angka-angka di musim 2017/18 menunjukkan jika pencetak gol yang baik adalah mereka yang bisa menciptakan peluang, bukan menyelesaikan peluang.

Sterling mampu menunjukkannya lewat angka-angka dalam six yard-box di atas, di mana ketika seorang pemain mampu mencetak peluang (serta gol) dari kotak kecil ini, maka itu mencerminkan kualitasnya sebagai pencetak gol. Padahal, kan, Sterling sendiri bukan penyerang, melainkan pemain sayap (di FPL masuk ke gelandang).

Itu yang membuat Sterling kemungkinan menjadi “pemain rahasia” Liga Primer Inggris 2018/19, terutama jika kita menafsirkannya dari perspektif FPL.


Tulisan ini meneruskan konten "pemain rahasia" Liga Primer Inggris yang sudah ada sejak 2016/17. Aspek statistik menjadi hal terdepan dalam tulisan-tulisan ini, namun kali ini kami memutuskan untuk meninjaunya khusus dari statistik yang berkaitan langsung dengan poin FPL. Apalah arti angka-angka kalau poin FPL tidak maksimal... He he he.

Berikut adalah dua tulisan terdahulu:

Idrissa Gueye, "Pemain Rahasia" Liga Primer 2016/17

Gylfi Sigurdsson, "Pemain Rahasia" Liga Primer 2017/18

Komentar