Warisan Lingkungan Hidup Asian Games

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Warisan Lingkungan Hidup Asian Games

Oleh: Satrio Adi Wicaksono

Semenjak selesai direvitalisasi awal tahun ini, kompleks Gelora Bung Karno (GBK) tampak lebih apik, terbuka, dan nyaman. Perbaikan taman dan jalur pedestrian, renovasi gerbang, pencabutan pagar di dalam kompleks, peletakan signage secara strategis, serta penyediaan berbagai fasilitas pendukung semakin mengukuhkan peran kompleks olahraga tersebut sebagai ruang terbuka hijau dan pusat kegiatan publik utama di ibu kota.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) beserta para arsitek dan insinyur kenamaan Indonesia juga telah selesai merenovasi Stadion Utama, Istora, Stadion Akuatik, dan beberapa gelanggang olahraga lainnya, yang kini tidak hanya semakin estetis, tetapi juga menawarkan pengalaman bertanding dan menonton sesuai standar internasional.

Menariknya, revitalisasi dan renovasi dalam rangka penyelenggaraan Asian Games tersebut juga menghasilkan kompleks GBK yang lebih ramah lingkungan. Sebagai contoh, Stadion Utama GBK kini dapat menghemat hingga 50 persen energi untuk pencahayaan, karena penggunaan lampu Light Emitting Diode (LED) dan panel surya, selain optimisasi pencahayaan alami di siang hari.

Selain itu, penggunaan beton yang mampu menyerap limpasan air disertai dengan pengelolaan air daur ulang tidak hanya meminimalisir munculnya banjir di GBK, tapi juga mampu menghemat penggunaaan air, misalnya untuk penyiraman taman. Dalam hal perawatan rumput pun, penggunaan pupuk kimia dihindari untuk mencegah pencemaran tanah.

Seolah tidak mau kalah, kompleks olahraga Jakabaring di Palembang juga memiliki pembangkit listrik tenaga surya dan sistem pengelolaan sampah mandiri yang menekankan prinsip daur ulang.

Fasilitas Olahraga Ramah Lingkungan

Arena olahraga dan fasilitas pendukungnya yang “hijau” serta berkelanjutan memang bukan barang baru. Beberapa gelanggang olahraga terkenal di dunia berlomba-lomba untuk semakin ramah lingkungan.

Sebagai contoh, Amsterdam ArenA, rumah klub sepakbola Ajax di Belanda, memiliki lebih dari 4200 panel surya dan sebuah kincir angin pembangkit listrik, selain juga memiliki sistem penyimpanan energi cadangan menggunakan baterai daur ulang dari mobil listrik. Air hujan dari atap stadion pun dikumpulkan untuk menyirami rumput lapangan.

Kompleks Olahraga Ratu Elizabeth di London yang menjadi lokasi penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas 2012 terkenal karena dalam konstruksinya banyak menggunakan kayu dengan label “hijau” serta material daur ulang dari gedung yang sebelumnya dihancurkan, selain juga karena penataan lansekap yang mengikuti bentang alam alami di sekitarnya.

Di Vancouver, Kanada, lokasi Olimpiade Musim Dingin 2010, salah satu Kampung Atletnya mendapatkan penghargaan dari Dewan Bangunan Hijau Amerika Serikat sebagai area paling hemat energi dan berkelanjutan di Amerika Utara.

Selain soal prestise, kebanyakan pengelola gelanggang olahraga di dalam dan luar negeri menyebut pemenuhan standar sebagai alasan membuat fasilitas olahraga lebih ramah lingkungan.

Sebagai contoh, Stadion Utama GBK menggunakan lampu LED dengan standar tertinggi yang diakui federasi sepakbola dunia (FIFA) dan federasi atletik internasional (IAAF). Akan tetapi, alasan utama yang paling banyak disebut pengelola adalah peluang untuk mengurangi pemakaian energi yang berujung pada penghematan biaya.

Misalnya, meskipun harga satu lampu LED sekitar dua kali lipat lampu neon yang sama terangnya, tetapi dalam jangka panjang biaya listrik lampu LED lebih hemat hampir dua kali lipat serta tahan tiga kali lebih lama daripada lampu neon.

Meski kompleks GBK dan Jakabaring telah memiliki kredensial hijau, bukan berarti Indonesia boleh berpuas diri. Tantangannya adalah membangun lebih banyak lagi kompleks olahraga ramah lingkungan di seantero tanah air, selain dalam jangka panjang mempertahankan serta meningkatkan status “hijau” GBK dan Jakabaring.

Hal yang terakhir ini dapat dilakukan salah satunya dengan memasang alat pengawasan penggunaan energi di berbagai bangunan dalam kompleks olahraga.

Di sebuah distrik di Shanghai, Republik Rakyat Tiongkok, pemasangan platform pengawasan energi di 160 bangunan publik memicu perbaikan di lebih dari 30 bangunan guna mencapai penghematan energi hingga 20 persen.

Selain itu, diperlukan inventori emisi gas rumah kaca secara komprehensif di kompleks olahraga, baik dari sektor bangunan maupun dari sektor sampah dan transportasi. Inventori ini penting untuk mendukung upaya mitigasi perubahan iklim di tingkat nasional dan global.

Hasil perhitungan Badan Energi Dunia menunjukkan bahwa untuk menekan kenaikan rerata suhu bumi pada 2 derajat Celsius, dibutuhkan penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor bangunan hingga sebesar 85 persen dari tingkatan saat ini sebelum tahun 2060. Lantas, hasil inventori emisi gas rumah kaca di kompleks olahraga dapat ditayangkan ke publik sebagai bahan edukasi.

Cerminan Energy of Asia

Tantangan yang lebih besar sesungguhnya adalah bagaimana mengampanyekan perilaku ramah lingkungan kepada masyarakat yang datang ke kompleks olahraga. Olahraga mampu menjangkau banyak orang dari berbagai latar belakang, baik sebagai pemain maupun penonton, sehingga sangat tepat menggunakan olahraga dalam advokasi isu penting, termasuk lingkungan hidup.

Ketika berbagai fitur ramah lingkungan di GBK dan Jakabaring terpromosikan dengan baik, perlahan masyarakat akan sadar bahwa praktik ramah lingkungan tidaklah sulit dan akan membawa banyak manfaat.

Kampanye perubahan perilaku seperti ini tidaklah mudah. Buktinya, sesudah laga persahabatan Indonesia melawan Islandia di Stadion Utama GBK awal tahun ini, ditemukan sampah menggunung serta terdapat kerusakan taman dan pepohonan secara besar-besaran di sekitar stadion. Padahal, laga tersebut merupakan penanda dibukanya lagi stadion sesudah renovasi.

Momentum Asian Games, yang sebagian besar akan dilangsungkan di GBK dan Jakabaring, dapat dimanfaatkan pemerintah untuk mendorong warga supaya lebih peduli pada lingkungan hidup. Misalnya, Asian Games dapat menjadi ajang kampanye untuk mengurangi sampah, membuang sampah pada tempatnya, dan menggunakan wadah daur ulang sebagai pengganti plastik. Harapannya, tidak akan ada gunungan sampah di GBK dan Jakabaring selama Asian Games.

Dari segi transportasi, meskipun pemerintah menyatakan akan menyediakan kendaraan berbahan bakar non-fosil sebagai sarana transportasi utama atlet dan penonton di dalam GBK dan Jakabaring selama Asian Games, kampanye penggunaan transportasi publik amat dibutuhkan.

Masyarakat perlu dihimbau untuk berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum menuju arena olahraga. Di Palembang, sistem Light Rapid Transit yang menghubungkan bandara, pusat kota, dan Jakabaring sudah siap beroperasi.

Melalui kampanye massal pengurangan sampah dan penggunaan transportasi publik selama Asian Games, diharapkan warga Jakarta dan Palembang serta seluruh Indonesia dapat melihat berbagai manfaat perilaku ramah lingkungan, seperti kota yang lebih bersih, langit yang lebih cerah, macet yang berkurang, pengeluaran yang lebih hemat, serta badan dan pikiran yang lebih segar.

Infrastruktur GBK dan Jakabaring yang hijau dan hemat energi, didampingi dengan perilaku ramah lingkungan yang bertahan jauh sesudah Asian Games dilangsungkan, bisa menjadi warisan berharga penyelenggaraan ajang olahraga empat tahunan ini bagi masyarakat Indonesia dan Asia, serta bagi bumi yang semakin rapuh. Upaya-upaya tersebut sekaligus menjadi cerminan nyata slogan Asian Games 2018: Energy of Asia.


Penulis memiliki nama lengkap Satrio Adi Wicaksono. Ia adalah Peneliti Lingkungan Hidup dan Manajer di World Resources Institute Indonesia. Bisa dihubungi di akun Twitter @wriindonesia.

Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar