Prediksi Perancis vs Kroasia: Pertahanan Solid vs Agresivitas Menyerang

Analisis

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Prediksi Perancis vs Kroasia: Pertahanan Solid vs Agresivitas Menyerang

Fase gugur Piala Dunia terbagi ke dalam dua bagian. Kita sebut saja bagian barat dan timur. Pada Piala Dunia 2018 ini, bagian barat dianggap lebih sulit dari timur. Di bagian ini terdapat banyak kesebelasan besar, macam Argentina, Brasil, Uruguay, Belgia, dan Perancis. Di timur, hanya Inggris dan Spanyol yang berlabel tim besar.

Tapi bagi Kroasia bagian timur adalah jalan terjal. Mereka memang melangkah ke final. Tapi semuanya dilalui dengan tidak mudah. Kroasia bahkan selalu nyaris tersingkir. Jika Perancis melaju mulus di fase gugur, Kroasia selalu menjalani 120 menit pertandingan saat menghadapi Denmark, Rusia, dan terakhir Inggris. Jika dihitung-hitung, Kroasia seolah telah menjalani tambahan satu laga dibanding Perancis (setiap babak tambahan berdurasi 30 menit).

Dalic secara tersirat mengakui bahwa anak asuhnya mengalami kelelahan. Tapi ia berharap anak asuhnya tetap bermain seperti melawan Inggris, meski kebugaran terkuras tapi motivasi untuk menang dari para pemainnya tetap muncul sehingga mengalahkan kelelahan itu sendiri.

"Kami mengambil jalan yang sulit. Mungkin kami akan menjadi satu-satunya kesebelasan di Piala Dunia yang bermain delapan pertandingan untuk bisa ke final jika menghitung babak tambahan secara terpisah," kata pelatih Kroasia, Zlatko Dalic. "Tapi ini kesempatan sekali seumur hidup. Laga final akan sulit bagi kami tapi saya yakin kami akan menemukan tenaga dan motivasi."

Di bagian barat, Perancis melenggang ke final dengan selalu menyelesaikan 90 menit pertandingan, berbanding terbalik dengan Kroasia. Tak heran mereka jauh lebih percaya diri. Sang pelatih, Didier Deschamps, cukup yakin ia bisa menorehkan sejarah baru untuk Timnas Perancis setelah ia berhasil melakukannya saat menjadi pemain pada 1998.

"Saya di sini untuk menuliskan lembaran baru dalam sejarah, lembaran yang paling indah," kata Deschamps. "Saya tidak bilang saya tidak bangga atas apa yang kami lakukan 20 tahun lalu. Tidak ada seorang pun yang bisa menghapus sejarah itu. Tapi kita tidak bisa terus melihat masa lalu dan baiknya melihat apa yang ada di hadapan saat ini."

Laga final Piala Dunia 2018 pada Minggu (15/07) nanti memang mempertemukan Perancis yang tampil pragmatis bersama Deschamps melawan Kroasia asuhan Dalic yang tampil penuh ambisi. Kami sendiri memprediksi Deschamp-lah yang akan menorehkan sejarah baru untuk Perancis. Berikut alasannya:

Perancis Bermodalkan Pertahanan Solid

Perancis baru kebobolan empat gol untuk melangkah ke final. Empat gol dari enam kebobolan mungkin terkesan tidak terlalu spesial karena Kroasia pun hanya kebobolan lima gol untuk ke final. Uruguay dan Brasil bahkan tersisih meski hanya kebobolan total tiga kali.

Tapi yang membuat catatan kebobolan Perancis impresif adalah mereka hanya kebobolan di dua laga. Melawan Australia, Perancis kebobolan satu gol lewat tendangan penalti. Tiga gol sisanya tercipta pada satu laga saat melawan Argentina. Ini yang membuat Perancis menjadi kesebelasan dengan catatan nirbobol terbanyak, empat kali.

Minimnya kebobolan Perancis tak mengherankan jika melihat seberapa banyak ancaman ke gawang mereka. Perancis jadi kesebelasan dengan rataan tembakan ke pertahanan paling sedikit keempat di Piala Dunia 2018 ini dengan 8,5 kali per laga. Jumlahnya hanya kalah dari Spanyol (7,3), Senegal (7,3), dan Brasil (8,3) yang ketiganya punya jumlah bertanding lebih sedikit.

Di Piala Dunia kali ini, Perancis memang menjadi salah satu kesebelasan yang lebih memfokuskan kekuatan bertahan daripada agresivitas menyerang. Hal itu diakui juga oleh penyerang andalan mereka, Antoine Griezmann. Kekalahan di final Piala Eropa 2016 melatarbelakangi perubahan permainan Perancis.

"Saya menjadi pencetak gol terbanyak [di Piala Eropa 2016], tapi kami kalah. Jadi saya berkata pada diri saya: `Saya akan jarang mencetak gol untuk memastikan kami bisa menang," kata Griezmann yang menyumbang dua gol dan dua asis untuk ke final Piala Dunia 2018. "Gaya bermain saya berubah. Sekarang saya lebih banyak mengatur tempo atau menahan bola. Jika saya mencetak gol, itu bagus. Tapi sekarang saya pemain yang lebih mengutamakan tim daripada mencetak gol."

Perubahan gaya bermain Griezmann tak lepas dari strategi yang diterapkan Deschamps. Sebagai eks gelandang bertahan, apalagi ia bagian dari skuat juara dunia Perancis pada 1998, Deschamps tampaknya sudah cukup paham bagaimana sebuah kesebelasan bertahan seharusnya. Bahkan itu juga yang jadi alasan Perancis tampil kurang meyakinkan di fase grup.

Perancis tidak melulu bertahan ala-ala kesebelasan yang menumpuk 10 pemain di kotak penalti untuk menyulitkan lawan menyentuh kotak penalti. Deschamps reaktif terhadap strategi lawannya. Ada kalanya Perancis melakukan pressing hingga lini pertahanan lawan seperti melawan Australia dan Argentina, ada kalanya juga Perancis menunggu di area pertahanan lalu melancarkan serangan balik seperti saat melawan Peru dan Uruguay.

Keseimbangan pertahanan Perancis pun mulai ditemukan setelah Blaise Matuidi mulai diplot sebagai defensive winger sejak pertandingan kedua. Bersama Matuidi, Perancis hanya kebobolan tiga kali yakni saat melawan Argentina. Melawan Belgia, Matuidi jadi pemain dengan tekel berhasil terbanyak, enam tekel berhasil dari enam kali percobaan.

Kehadiran Matuidi meringankan tugas N`Golo Kante. Jika Paul Pogba membantu serangan, maka Kante akan ditemani Matuidi untuk mengantisipasi serangan balik lawan. Matuidi handal dalam menekel, sementara Kante hebat saat merebut penguasaan bola. Gelandang milik Chelsea tersebut mencatatkan 48 kali ball recoveries, terbanyak di Piala Dunia kali ini. Jumlah intersepnya pun tertinggi kedua dengan 19 kali dari enam laga (Roman Zobnin, Rusia, jadi pemain dengan intersep terbanyak: 20 kali dari lima kali bermain).

Duet Matuidi-Kante ini menjadikan Perancis kerap unggul di tengah. Apalagi jika Perancis bisa unggul lebih dulu, kekuatan pertahanan akan semakin ditingkatkan dengan Matuidi dan Kante yang semakin difokuskan lebih bertahan. Compact defense Perancis pun jauh lebih rapi dibandingkan dengan pertahanan Inggris yang memakai skema 5-3-2 sehingga menyisakan ruang di kedua sayap.

Tak Masalah Tidak Membangun Serangan dari Lini Pertahanan

Kroasia membalikkan prediksi saat melawan Inggris. Semangat juang para pemainnya mampu menciptakan permainan pressing yang menawan hampir di sepanjang laga. Inggris yang unggul lebih dulu pun akhirnya keok lewat gol Mario Mandzukic di babak tambahan waktu.

Secara permainan Inggris kalah telak dari Kroasia. Tak mengherankan sebenarnya karena Kroasia memang tampil impresif sejak fase grup. Yang jadi persoalan Kroasia hingga harus menyudahi laga hingga 120 menit pertandingan adalah mereka terus berjuang hingga menit akhir tanpa menyerah. Motivasi Dalic melatarbelakangi semangat juang para pemainnya.

"Saat turun minum (melawan Inggris dalam situasi tertinggal 0-1), saya berkata pada para pemain, ‘tetap tenang dalam mengoper, jangan hilang harapan’. Kami kemudian menunjukkan bahwa kami kesebelasan yang lebih baik di segala aspek permainan (pada babak kedua hingga tambahan),” ujar Dalic seperti yang dikutip Dailymail.

“Saya pikir itu permainan terbaik kami. Kami bermain lebih baik dari lawan Argentina. Kami sangat termotivasi. Sebelum laga, saya meminta para pemain untuk tidak tertekan, tidak gugup dan tetap percaya diri karena mereka sudah mencapai semi-final, mereka harus bangga dan menikmati permainan. Itulah yang kemudian mereka tampilkan—menikmati sepakbola,” sambungnya.

Kroasia merupakan salah satu kesebelasan menyerang di Piala Dunia 2018 ini. Mereka punya catatan keempat terbanyak perihal menembak ke gawang, 16,5 kali per laga. Catatan tembakan Kroasia hanya kalah dari Jerman (24), Brasil (20,8), dan Spanyol (18). Perancis jauh lebih sedikit, 12,3 tembakan per laga.

Serangan demi serangan Kroasia dihasilkan dari pressing dan skema build-up dari lini pertahanan. Hampir semua lawan Kroasia dibuat kesulitan saat hendak membangun serangan lewat pemain belakangnya. Pressing yang dilancarkan para pemain depan dan tengah membuat bola serangan lawan lebih sering dikirim lewat udara atau terbuang.

Tekel agresif menjadi andalan Kroasia saat merebut penguasaan bola. Mereka pun tercatat sebagai kesebelasan keempat terbanyak dalam jumlah pelanggaran, setelah Korea Selatan, Maroko dan Rusia. Kroasia juga jadi kesebelasan dengan pengoleksi kartu kuning terbanyak yakni 14 kartu.

Pemain yang paling rajin melanggar dan melakukan tekel adalah para pemain tengah dan depan. Ivan Strinic (bek kiri) jadi pemain dengan tekel terbanyak di Kroasia (18 kali). Tapi setelahnya, dibuntuti oleh Marcelo Brozovic (17 kali), Ivan Perisic (15), Ivan Rakitic (14), Luka Modric (13), Ante Rebic (9), Mario Mandzukic (9), dan Mateo Kovacic (9). Bek-bek seperti Domagoj Vida, Dejan Lovren, dan Sime Vrsaljko catatannya tak lebih dari lima.

Rakitic dan Strinic jadi pemain dengan jumlah tekel berhasil terbanyak (10 kali). Disusul Modric dan Mandzukic (8 kali). Sementara itu, Ante Rebic yang berposisi sebagai winger kanan menjadi pemain dengan jumlah pelanggaran terbanyak (15 kali) disusul oleh Mandzukic (11).

Namun Perancis bukan kesebelasan yang gemar membangun serangan dari pertahanan yang membuat para pemain tengah dan depan Kroasia bisa menghentikan serangan lebih dini. Di antara 10 pemain Perancis dengan operan terbanyak, Kante jadi pemain dengan operan tertinggi. Raphael Varane memang kedua, tapi peringkat ketiga ditempati Pogba. Pavard keempat, Griezmann kelima. Transisi bertahan ke menyerang memang jadi kunci strategi Perancis dalam menyerang.

Ada Celah di Lini Pertahanan Perancis

Meski kami menjagokan Perancis, bukan berarti Kroasia tidak punya celah untuk meraih kemenangan. Ada satu keunggulan Kroasia yang bisa jadi senjata untuk menaklukkan Perancis: Sime Vrsaljko.

Vrsaljko dan Strinic adalah dua kekuatan utama Kroasia dalam membangun serangan dari sayap. Sebelum ke Rebic dan Perisic, Vrsaljko dan Strinic merupakan fondasi serangan Kroasia dari bawah.

Dalam situasi tertentu, Vrsaljko dan Strinic bisa menjadi senjata pamungkas. Kemenangan melawan Inggris tak lepas dari efektifnya strategi Dalic dalam memaksimalkan kedua full-back-nya tersebut. Dua gol Kroasia ke gawang Jordan Pickford melibatkan umpan silang dari Vrsaljko dan Strinic.

Tapi Vrsaljko bisa jadi kartu as bagi Kroasia dalam melawan Perancis. Perancis biasanya menyerang dengan skema 4-2-3-1 atau 4-3-3 tapi jarang menyerang lewat sayap kiri (kecuali melawan Australia). Griezmann akan lebih banyak beroperasi di depan kotak penalti dan di belakang Giroud. Ini artinya tugas defensif Vrsaljko bisa lebih ringan sehingga opsi untuk membantu serangan bisa lebih banyak.

Bandingkan dengan sisi Strinic. Perancis mengandalkan kecepatan Mbappe dalam menyerang. Mbappe sendiri tidak punya tugas khusus untuk bertahan. Bahkan tugasnya lebih banyak berada di area pertahanan lawan. Ini membuat Strinic tidak bisa leluasa overlap membantu Perisic. Perlu diingat, Mbappe bisa "meledak" tiba-tiba dalam momen dan partai penting seperti saat melawan Argentina.

Di sisi kanan, atau kiri pertahanan Perancis, boleh jadi akan ada Matuidi yang siap meng-cover Lucas Hernandez dalam menghadapi Rebic dan Vrsaljko. Tapi dalam situasi dua lawan dua, segala hal mungkin terjadi karena kemungkinan menjadi fifty-fifty. Yang jelas sisi Vrsaljko yang bukan keunggulan Perancis dalam menyerang, bisa dimanfaatkan betul oleh Dalic untuk masuk ke lini pertahanan Perancis.

***

Kita mungkin akan melihat laga ini sebagai laga antara kesebelasan pragmatis melawan kesebelasan menyerang. Perancis tidak akan terlalu berambisi unggul penguasaan bola, sementara Kroasia akan semaksimal mungkin banyak menguasai bola sambil mencari celah di kedua sayap. Namun melihat rekam jejak kedua kesebelasan, laga ini akan menjadi laga yang seru dalam adu strategi antara Deschamps vs Dalic, meski secara permainan mungkin akan kurang menghibur.

Melihat penjelasan yang sudah dijabarkan di atas, Perancis kami unggulkan untuk memenangi laga dan meraih gelar juara dunia. Tapi ingat, Piala Dunia 2018 penuh dengan kejutan. Kroasia adalah bagian dari kejutan tersebut. Sosok Dalic yang pandai memotivasi pemain untuk mencapai potensi terbaiknya bisa jadi pembeda.

Komentar