Cara Oscar Tabarez Membenahi Mental Uruguay

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Cara Oscar Tabarez Membenahi Mental Uruguay

Dari 8 tim yang akan tampil di babak perempatfinal Piala Dunia 2018, Uruguay menjadi satu-satunya yang paling sedikit kebobolan. Uruguay juga menjadi satu-satunya tim yang paling sedikit menerima kartu; satu kartu kuning dari empat laga. Uruguay juga belum mendapatkan kartu merah sama sekali.

Torehan kartu jadi sorotan. Hal ini menunjukkan perkembangan yang lebih baik dibandingkan saat keikutsertaan mereka di Piala Dunia edisi sebelumnya yang mengoleksi 8 kartu kuning dan 1 kartu merah. Catatan ini setidaknya juga menyiratkan satu hal: membaiknya sikap para pemain Uruguay ketika sedang berada di atas lapangan.

Yang paling kentara bisa dilihat dari perubahan sikap seorang Luis Suarez—pemain Uruguay yang pernah melakukan dua aksi kontroversial pada dua edisi Piala Dunia berturut-turut.

Pertama di Piala Dunia 2010, saat Uruguay jumpa dengan Ghana pada babak perempatfinal. Saat itu Suarez menggagalkan peluang emas pemain Ghana, Dominic Adiyiah, dengan kedua tangannya di mulut gawang Uruguay.

Kedua di Piala Dunia 2014. Agaknya masih banyak yang mengingat saat Suarez melakukan aksi konyol dengan menggigit bahu kiri Giorgio Chiellini, bek Italia. Itu merupakan aksi menggigit ketiga yang dilakukan oleh Suarez.

Kini di Rusia 2018, seiring dengan prestasi Uruguay sebagai tim yang paling fair play, tampaknya tidak ada lagi aksi-aksi kontroversial yang dilakukan Suarez. Pemain bernomor punggung 9 itu mengaku bahwa Oscar Tabarez, pelatih Uruguay, yang berkontribusi besar dalam perubahan sikapnya.

“Kamu pasti pernah merasakan proses menjadi dewasa. Kamu belajar dari masa lalu untuk menjadi lebih baik di masa kini,” ujar Suarez kepada New York Times. “Tabarez telah banyak membantuku. Ia adalah pelatih terbaik di dunia karena sikap yang dimilikinya. Caranya sangat mengagumkan saat menolong pemain. Sebelum pertandingan, ia selalu berbicara kepadaku. Bertanya tentang apa yang sedang aku pikirkan atau resahkan. Itu sangat penting bagiku.”

Apa yang dikatakan Suarez hanya sebagian kecil dari apa yang dilakukan Tabarez. Di samping melatih secara taktikal, Tabarez juga melatih skuat La Celeste secara mental. Layaknya seorang ayah, pelatih berusia 71 tahun tersebut selalu membekali para pemainnya dengan pelajaran-pelajaran tentang kehidupan seperti kesahajaan, kemandirian, semangat berjuang, dan sikap respek kepada satu sama lain.

Ini terlihat dari apa yang diperlakukannya kepada skuat Uruguay selama berada di Rusia. Dilaporkan oleh New York Times, tempat menginap yang dipakai Timnas Uruguay di Kota Nizhny Novgorod, sangatlah sederhana. Saking sederhananya, tempat itu bahkan lebih menyerupai asrama sekolah alih-alih hotel mewah.

Di tempat itu, para pemain Uruguay juga diharuskan mencuci sendiri piring-piring yang mereka gunakan untuk makan, mencuci sendiri sepatu mereka, hingga membawa sendiri peralatan mereka ke tempat latihan. Tabarez ikut melakukan semua itu. Ia tak ingin menjadi seseorang yang hanya bisa memerintah, tanpa memberi contoh konkretnya.

“Seorang pemimpin kelompok harus bisa memastikan bahwa apa yang ia ucapkan sama halnya seperti yang ia lakukan,” ujar Tabarez. “Pemain sepakbola itu bisa merasakan ketika pelatihnya memerintah satu hal, tapi ia sendiri tidak melakukannya.”

Seiring dengan tempaan yang diberikan Tabarez, pelan-pelan sikap para pemain Uruguay pun berubah. Kini, setiap hendak memulai sesi konferensi pers misalnya, siapa pun yang mewakili tim pasti akan membukanya dengan menyapa para wartawan dengan mengucapkan, “Selamat pagi!” atau “Selamat siang!” Gestur yang menunjukkan kerendahan hati itu bisa mereka tunjukkan di sebuah kompetisi sepakbola terbesar, yang tentunya sarat dengan ego tinggi dari banyak pemain dan tim yang tengah bersaing.

Para pendukung Uruguay pun mengaku semakin merasakan kuatnya kebersamaan di dalam tim Uruguay saat ini. “Aku merasakan kebersamaan yang begitu kuat di dalam tim ini,” ujar salah seorang suporter Uruguay, Ignacio Dufort.

Minimnya ganjaran kartu yang didapatkan Uruguay sejauh ini adalah bukti bahwa para pemain La Celeste semakin mampu untuk lebih tenang dalam menjalani kompetisi. Tabarez yang memasuki 12 tahunnya dalam melatih, tampaknya ingin membuat timnya kali ini lebih kondusif dan harmonis. Menang atau kalah, ia pun selalu berpesan pada anak asuhnya agat selalu tetap rendah hati.

"Ketika kamu menang, maka nikmatilah dengan kerendahan hati. Ketika kamu kalah, kamu tak boleh sampai kehilangan harga diri." Kalimat itu konon diucapkan Tabarez setiap pertandingan akan berlangsung. Kalimat tersebut, tanpa disadari, menjadi energi bagi para pemain Uruguay di setiap laganya, yang hingga sejauh ini belum sekalipun menelan kekalahan bahkan melahap seluruh laga Piala Dunia 2018 dengan kemenangan.

Komentar