Tsubasa yang Hadir di Rostov Arena

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Tsubasa yang Hadir di Rostov Arena

Tsubasa Oozora hadir di Rostov Arena. Bukan spanduknya (seperti yang dibentangkan oleh para pendukung Jepang), melainkan karakternya.

Mereka yang gemar menyasikan serial Captain Tsubasa pasti tahu bagaimana anak asuh tokoh Roberto Hongo itu begitu gigih dalam meraih mimpinya untuk menjadi pesepakbola nomor wahid. Berbagai macam rintangan yang mengadangnya, tak pernah membuat Tsubasa jera untuk berjuang.

Rintangan itu macam-macam bentuknya. Dari mulai menderita cedera bahu saat masih membela Nankatsu; beratnya persaingan dengan Kojiro Hyuga di turnamen antarsekolah; menghadapi pemain hebat Jerman, Karl Heinz Schneider, di kejuaraan junior antarnegara; hingga bertemu dengan pemain asal Brasil, Carlos Santana yang, saking hebatnya, mempunyai julukan Putra Dewa Sepakbola.

Dalam menghadapi rintangan-rintangan tersebut, Tsubasa kerap dikisahkan mampu melewatinya dengan sangat heroik. Bermodal semangat juang yang tinggi ditambah keinginannya untuk selalu menang, Tsubasa menjelma menjadi sosok gigih yang tak pernah mengenal kata menyerah. Wataknya ini kemudian sering menular ke rekan-rekan satu timnya ketika sedang menghadapi pertandingan berat.

Tsubasa Berseragam Belgia

Di babak 16 besar Piala Dunia 2018, Belgia menghadapi satu-satunya wakil Asia yang tersisa, Jepang. Di atas kertas, Belgia selayaknya bisa menang dengan mudah. Dari segi materi pemain, rekam jejak selama berlaga di fase grup, hingga riwayat pertemuan terakhir, semuanya memberi isyarat bahwa anak asuh Roberto HongoMartinez akan melenggang dengan mudah ke babak perempat final.

Namun sepakbola tetaplah sepakbola. Segala prediksi dan hitung-hitungan di atas kertas bisa dengan mudah patah begitu saja dengan apa yang terjadi di lapangan saat hari pertandingan.

Setelah babak pertama berakhir dengan skor 0-0, secara mengejutkan Jepang justru mampu membuka keunggulan lebih dulu, ketika babak kedua baru berjalan tiga menit. Genki Haraguchi menjebol gawang Thibaut Courtois setelah menerima umpan terobosan dari tengah lapangan.

Hanya berselang empat menit kemudian, giliran Takashi Inui yang membobol gawang Belgia. Pemain SD NankatsuEibar itu melepaskan tembakan keras dari luar kotak penalti, yang langsung menghujam deras ke sudut kanan gawang Courtois. Komentator pertandingan sampai merespons gol indah Inui tersebut dengan tiga kalimat pujian: "What a strike! What a shock! What a scene!"

Jepang berada di ambang mimpi lolos ke perempat final Piala Dunia untuk pertama kalinya. Sementara Belgia tengah berada di ujung tanduk. Hanya 38 menit waktu yang tersedia bagi Belgia untuk memaksimalkan perjuangan mereka agar bisa lolos ke perempat final.

Beragam upaya terus dilakukan Belgia. Mereka menolak menyerah begitu saja. Serangan demi serangan, percobaan demi percobaan, terus dilakukan oleh Eden Hazard, Kevin De Bruyne, hingga Romelu Lukaku. Salah satu peluang terbaik terjadi pada menit ke-62 ketika sundulan Lukaku hanya melebar tipis dari gawang Eiji Kawashima.

Di sisi lapangan sana, Roberto Martinez juga turut berjuang. Di dalam kepala plontosnya itu, saraf-saraf otak saling terhubung dengan kuat: memikirkan langkah apa yang harus ia lakukan selanjutnya untuk mengubah keadaan. Hingga akhirnya ia mengambil sebuah keputusan penting pada menit ke-65: memasukan Marouane Fellaini dan Nacer Chadli.

Setelah Jan Vertonghen memperkecil ketertinggalan dengan gol yang dicetaknya pada menit ke-70, keputusan yang diambil Martinez mulai terlihat hasilnya ketika Fellaini berhasil menyamakan kedudukan lewat sundulannya pada menit ke-74.

Pemain Setan Merah, julukan Manchester United, berhasil mencetak gol bagi Setan Merah, yang juga merupakan julukan bagi Tim Nasional Belgia. Setelah itu tak ada lagi gol yang tercipta hingga menit ke-90.

Drama Pantang Menyerang di Injury Time

Menjelang menit terakhir injury time, tepatnya 90+4`, Jepang mendapatkan sepak pojok di sisi kanan pertahanan Belgia. Pertandingan dirasa akan berakhir imbang dan berlanjut ke babak perpanjangan waktu andaikan Jepang mau mengulur waktu beberapa detik lagi di pojokan.

Namun Keisuke Honda, sang eksekutor set piece sepak pojok, memutuskan untuk mengirim umpan lambung ke kotak penalti Belgia. Dengan begitu, peluang Jepang untuk menang tanpa babak perpanjangan waktu pun terbuka. Sayangnya yang terjadi malah kebalikannya, karena satu serangan balik cepat dari Belgia mengubah segalanya.

Serangan itu diawali oleh Courtois yang menyergap bola umpan Honda. Ia kemudian melempar bola dengan cepat kepada De Bruyne yang berlari cepat dari ujung akhir sepertiga lapangan sendiri ke ujung awal sepertiga lapangan lawan. Terjadi situasi lima lawan tiga antara para pemain Belgia dan Jepang karena hampir seluruh pemain Jepang berada di setengah lapangan Belgia.

De Bruyne lalu mengirimkan operan ke Thomas Meunier di sisi kanan yang berlari tanpa penjagaan. Yuto Nagatomo yang tadinya mengawal Lukaku, kemudian meninggalkan Lukaku untuk memotong bola. Tapi tanpa mengontrol bola lebih dulu, Meunier langsung memantulkan bola hasil umpan De Bruyne dengan melepaskan operan ke kotak penalti.

Lukaku yang kemudian berganti dijaga oleh Makoto Hasebe melepaskan bola (loss ball) kepada Nacer Chadli—pemain yang dimasukkan Martinez di pertengahan babak kedua—di belakangnya, yang berdiri tanpa kawalan di sana. Gen Shoji yang berlari kesetanan dari belakang pun gagal menghadapng Chadli. Chadli langsung mengonversi umpan tersebut menjadi gol kemenangan.

Seluruh ikhtiar yang dilakukan Belgia terbayar lewat gol Chadli di penghujung laga. Belgia lolos ke perempatfinal, sementara Jepang harus pulang.

***

Perjuangan heroik Belgia yang tak kenal lelah untuk mengubah keadaan hingga akhirnya meraih kemenangan, sangat mirip dengan perjuangan heroik yang sering ditunjukkan Tsubasa di dalam kisahnya: Sebelum wasit meniup peluit panjang, maka harapan harus tetap dipertahankan dan usaha harus tetap dilakukan.

Sangat mungkin sekali ada beberapa pemain Belgia yang masa kecilnya diwarnai oleh kisah-kisah heroik Tsubasa—mengingat serial ini begitu mendunia dan menjadi favorit banyak pesepakbola. Jika itu benar, bukan tidak mungkin pula saat masih tertinggal 2 gol dari Jepang, ada beberapa di antara mereka yang teringat dengan kisah kegigihan Tsubasa yang tak pernah menyerah untuk mengubah keadaan.

Karena sebuah kisah bisa menggerakkan manusia untuk melakukan sesuatu. Perubahan besar bisa terjadi dari sebuah kisah sederhana. Oleh karena itu, menurut sejarawan Yuval Noah Harari dalam bukunya yang berjudul Sapiens: A Brief History of Humankind (2011), kemampuan berkisah atau menyampaikan cerita menjadi kualitas utama manusia yang tidak dimiliki oleh spesies lain.

Kalaupun ternyata para pemain Belgia tidak ada yang mengingat cerita Tsubasa itu, apa yang mereka tunjukkan sepanjang pertandingan telah mencerminkan karakter dari tokoh Tsubasa itu sendiri. Tsubasa memang berasal dari Jepang, namun dalam pertandingan di Rostov Arena malam kemarin, ia justru hadir dalam wujud para pemain Belgia.

Komentar