Peselancar di Bawah Mistar

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Peselancar di Bawah Mistar

Di pantai itu putihnya pasir bertemu dengan air laut yang berwarna kehijauan. Beberapa batu karang tampak mencuat dari permukaan laut, tak jauh dari bibir pantai. Bukit-bukit mengitari pantai, seakan membingkainya.

Sejauh pandang disapukan, bangunan hotel dan restoran berserak di atas perbukitan—kebanyakan catnya berwarna putih. Ketika malam tiba, cahaya lampu benderang dari bangunan-bangunan di atas bukit tampak seperti bintang-bintang yang tercecer ke bumi.

Panorama itu dibalut iklim yang hangat.

Seperti itulah gambaran keindahan Acapulco, sebuah kota yang terletak di negara bagian Guerrero, Meksiko. Jaraknya 380 kilometer dari ibu kota negara.

Keindahan alam Acapulco sudah terkenal sejak dahulu. Pada dekade 1950an, para pesohor Hollywood seperti Elizabeth Taylor, Rita Hayworth, Mike Todd, hingga penyanyi kondang Frank Sinatra kerap berlibur di Acapulco.

Kegiatan olahraga para wisatawan dan penduduk Acapulco tak jauh dari olahraga air. Di antaranya menyelam dan—tentu saja—berselancar.

***

Jorge Campos Navarrete tak berbeda dengan kebanyakan orang yang lahir dan tumbuh di Acapulco. Ia gemar berselancar. Kegiatan itu bahkan sudah ia lakukan sejak kecil.

Campos sering mengajak kawan-kawan sebayanya berselancar. Debur ombak dan sinar matahari yang menyengat adalah dua hal yang paling sering ditemuinya. Menginjak usia remaja, Campos mulai tertarik kepada olahraga lain: sepakbola. Posisi favoritnya penjaga gawang.

Ketika mulai bermain sepakbola, Campos merasakan betul manfaat yang ia dapatkan dari hobinya berselancar. Keseimbangan tubuh Campos terlatih berkat terbiasa terombang-ambing di atas ombak. Dengan sterbiasa meliuk-liuk di tengah terjangan ombak, ketangkasan Campos dalam menghalau setiap tembakan yang diarahkan ke gawangnya menjadi teruji.

Kepiawaian Campos bermain sepakbola membuat sebuah klub bernama Club Universidad Nacional (sekarang dikenal sebagai Pumas UNAM) tertarik merekrutnya. Saat usianya menginjak 22 tahun, Campos menjalani debutnya bersama klub tersebut.

Campos tidak langsung menjadi andalan di musim pertamanya bersama Pumas. Posisi penjaga gawang utama saat itu milik Adolfo Rios. Campos menjadi penghangat bangku cadangan dari pertandingan ke pertandingan.

Lambat laun rasa jenuh menyergapnya. Campos bukan tipe orang yang bisa tahan duduk berlama-lama tanpa melakukan apa pun. Tubuhnya seakan terasa gatal jika terus-menerus didiamkan.

Campos pun menyiasati keadaan agar dapat turun bermain. Ia meminta kepala pelatih untuk memainkannya di posisi penyerang. Terdengar tidak masuk akal, tetapi permintaan Campos dikabulkan.

Campos yang bertinggi badan 1,7 meter lincah dan cepat. Hasilnya, sepanjang musim 1989/90 Campos berhasil mengoleksi 14 gol. Musim berikutnya Campos mulai mendapat tempat di posisi penjaga gawang. Karakternya yang lincah, penuh semangat, dan sedikit nakal terlihat betul setiap kali mengawal gawang Pumas di setiap pertandingan sepanjang musim itu.

Saat penyerang lawan mendekati gawangnya, Campos acap kali lebih memilih maju menjemput bola ketimbang berdiam mematung di bawah mistar gawang. Berlari cepat untuk menekel lawan menjadi kebiasaannya. Dengan gaya main seperti itu Campos lebih mirip seorang libero alih-alih penjaga gawang.

Walau cukup berbahaya, aksi-aksi yang ditampilkannya itu kerap membuat para penonton yang menyaksikan pertandingan terhibur. Mereka senang melihat kelincahan Campos saat melompat untuk menghalau bola—tak jarang diakhiri dengan aksi bergelantung di mistar gawang. Mereka juga senang menyaksikan kecepatan Campos saat berlari menerjang lawan. Ditambah lagi, Campos melakukan semua aksinya itu dalam balutan kostum penjaga gawang yang tidak biasa.

Campos mengenakan kostum penjaga gawang yang penuh dengan warna cerah. Motifnya bermacam-macam: kotak, bulat, segitiga, hingga wajik. Busa pelindung di area bahu, sikut, dan lutut bukan bagian dari kostum Campos. Celana yang dikenakannya pun tak sampai menutupi lutut. Campos seperti hanya memakai celana boxer. Karena penampilan nyentriknya itu Campos punya ciri khas.

Campos mengaku ia sendiri yang menginginkan desain kostum seperti itu. Ia mendapat inspirasi dari kostum para peselancar. Dalam mendesain kostum, Campos meminta bantuan seorang kawannya yang merupakan seorang peselancar.

Penampilan luar biasa Campos di musim tersebut berbuah manis. Di akhir musim, Pumas keluar sebagai juara liga. Karier Campos turut menanjak seiring prestasinya itu. Ia terpilih memperkuat Tim Nasional Meksiko pada 1991.

Tiga tahun setelahnya Campos menjalani Piala Dunia pertamanya, di Piala Dunia 1994. Dalam gelaran yang dihelat di Amerika Serikat itu Meksiko tergabung dalam Grup E bersama Republik Irlandia, Italia, dan Norwegia. Meksiko mengakhiri fase grup di peringkat pertama.

Lolosnya Tim Nasional Meksiko ke 16 besar Piala Dunia merupakan momen besar, mengingat pada Piala Dunia 1990 Meksiko dilarang ikut serta. Penyebabnya penggunaan pemain berusia di atas 20 tahun pada ajang Piala Dunia U-20 1989.

Tak ayal pendukung Meksiko berbondong-bondong menuju Giants Stadium dengan gairah tinggi, untuk menyaksikan tim nasional mereka melawan Bulgaria. Stadion dipadati 71.030 penonton—mayoritas pendukung Meksiko.

Walau punya lebih banyak pendukung, Meksiko justru tertinggal lebih dulu lewat gol Hristo Stoichkov di menit keenam. Beruntung bagi Meksiko, Alberto Aspe berhasil membuat kedudukan kembali imbang lewat gol yang dicetaknya pada menit ke-18.

Pertandingan berjalan sengit setelahnya. Total dua kartu merah, masing-masing untuk satu pemain dari kedua tim, dikeluarkan wasit. Kedua tim juga aktif melancarkan serangan demi serangan, namun penampilan apik Jorge Campos dan penjaga gawang Bulgaria, Boris Mikhailov, membuat tak ada gol tambahan tercipta. Skor 1-1 bertahan sampai laga usai. Pemenang harus ditentukan lewat adu penalti.

Campos sangat tidak menyukai adu penalti. Dalam adu penalti, Campos tidak bisa melakukan apa yang selama ini jadi keahliannya, yakni bergerak maju merebut bola dari pemain lawan.

Benar saja. Campos kepayahan menghalau setiap tembakan penalti yang diarahkan ke gawangnya. Sebaliknya, Mikhailov tampil sangat baik dalam menghalau setiap tembakan Meksiko. Alhasil, Bulgaria memenangi adu penalti 3-1.

Walau gagal mempersembahkan gelar bagi Meksiko, di akhir turnamen Campos mendapat penghargaan dari FIFA. Ia dinobatkan sebagai penjaga gawang terbaik ketiga di Piala Dunia 1994.

Setelah Piala Dunia 1994, nama Campos semakin melejit. Selain karena aksi-aksinya, Campos juga semakin dikenal oleh banyak kalangan berkat kostum unik yang dikenakannya selama Piala Dunia.

Nike dengan sigap memanfaatkan popularitas Campos. Perusahaan peralatan olahraga asal Amerika Serikat tersebut menjadikan Campos pemain Meksiko pertama yang mereka sponsori, pada 1996.

Bersama para pemain bintang lain pada saat itu—Ronaldo, Paolo Maldini, Eric Cantona, Luis Figo, dan Patrick Kluivert—Campos tampil dalam salah satu iklan Nike yang berjudul “Good vs Evil”. Iklan itu berlatar di Colosseum, Roma.

***

Seperti kostum yang dikenakannya, perjalanan hidup Campos begitu penuh warna. Dari seorang peselancar menjadi pesepakbola. Dari seorang penyerang menjadi salah satu penjaga gawang terbaik dunia. Dengan penuh warna Campos mengukir prestasi dan turut mengharumkan nama Meksiko di kancah persepakbolaan dunia.

Tak ayal, saat FIFA menggelar undian pembagian grup untuk Piala Dunia 2018 di Istana Kremlin, Moskwa, Rusia, Desember 2017 lalu, Campos diundang sebagai tamu kehormatan. Campos hadir bersama sesama legenda sepakbola seperti Pele, Maradona, Fernando Hierro, dan Sergio Goyochea. Campos menyaksikan sendiri lawan Meksiko terungkap satu per satu. Di Piala Dunia 2018, Meksiko tergabung dalam Grup F bersama Jerman, Swedia, dan Korea Selatan.

Komentar