Negara Paling Bahagia di Piala Dunia 2018

Cerita

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Negara Paling Bahagia di Piala Dunia 2018

Menurut banyak survei, salah satunya The World Happiness Report (dari United Nations Sustainable Development Solutions Network), negara-negara Nordik menempati empat besar negara paling bagahia di dunia. Keempat negara Nordik tersebut adalah Finlandia, Norwegia, Denmark, dan Islandia.

Finlandia dan Norwegia tak lolos ke Rusia. Jadi dari daftar di atas, bisa dibilang Denmark adalah negara paling bahagia di Piala Dunia 2018. Apalagi mereka dilatih oleh Age Hareide, manajer yang berasal dari negara terbahagia kedua (Norwegia). Kurang bahagia apa lagi?

Penelitian Oregon State University menyebutkan sepakbola adalah olahraga yang dianggap paling membahagiakan, kemudian tim olahraga kuda hitam biasanya bermain dan didukung dengan lebih bahagia.

Pada pengundian grup Piala Dunia 2018, Denmark masuk ke Pot 3. Artinya Denmark termasuk kuda hitam karena bukan merupakan negara unggulan. Lagi-lagi, kurang bahagia apa lagi?

Puncak Kebahagiaan pada 1992

Dalam bukunya yang berjudul The Little Book of Hygge (hygge artinya kenyamanan, kedekatan, dan kehangatan—konsep khas Denmark), Meik Wiking mengatakan jika kebahagiaan bisa diukur dari hubungan sosial. Menurutnya Denmark menjadi negara bahagia karena para penduduknya selalu menunjukkan kebersamaan.

Masalahnya kebahagiaan adalah sesuatu yang tak terukur pasti, tak seperti finansial. Biasanya kita menganggap jika kita punya banyak uang, kita akan bahagia. Padahal tidak juga.

Meski kebahagiaan tak bisa diukur, studi dari Happify menunjukkan jika seseorang yang berolahraga secara tim cenderung lebih percaya diri dan tak mudah depresi. Dalam studi tersebut, bukan olahraganya yang bikin bahagia, melainkan interaksi sosial yang tercipta dari kegiatan olahraga tersebut. Kesimpulan ini cocok dengan apa yang tertulis di buku Wiking.

Bukan kebetulan penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa olahraga tim yang paling bisa membuat bahagia adalah sepakbola. Di sepakbola, acuan kebahagiaan bisa langsung tercermin pada permainan. Para pemain bahagia biasanya akan bermain lebih baik.

Studi Daniel Wann dari Murray State University, sementara itu, juga mendukung hal tersebut dengan menyoroti jika suporter sepakbola adalah mereka yang lebih cenderung bahagia, terutama jika yang didukung adalah kesebelasan kuda hitam.

Kisah kebahagiaan, kuda hitam, dan Denmark sangat tercermin pada Piala Eropa 1992. Saat itu Denmark sebenarnya tak lolos. Namun karena Yugoslavia (juara Grup 4 di kualifikasi) mendapatkan sanksi dari PBB, FIFA, dan UEFA karena perang sipil, Denmark (runner-up Grup 4) yang saat itu dilatih oleh Richard Moller Nielsen kemudian menggantikan jatah Yugoslavia.

Baca juga: Mengenang Nielsen, Mengenang Denmark 1992

Keikutsertaan Denmark tergolong mendadak, sampai-sampai salah satu bintang mereka, Michael Laudrup, menolak panggilan timnas karena sudah terlanjur liburan. Itu kenapa Denmark dianggap sebagai kuda hitam.

Meski menjadi kuda hitam, Denmark mampu lolos dari fase grup sebagai runner-up di bawah Swedia. Di semifinal mereka mengalahkan Belanda melalui drama adu penalti. Sementara di final, mereka berhasil menang 2-0 atas Jerman.

Sejak itu Denmark mantap dijuluki Danish Dynamite karena meledak dan mengejutkan. Kisah ini juga diabadikan dalam film Sommeren ’92.

Eriksen-sentris

Selain Piala Eropa 1992, kisah sukses dan kebahagiaan Denmark tak banyak tercermin di sepakbola, apalagi Piala Dunia. Piala Dunia 1998 menjadi yang terbaik karena Denmark bisa sampai ke perempat final, kalah 2-3 dari Brasil. Namun ada satu sosok yang punya jasa besar bagi Denmark sebelum itu. Ia adalah Morten Olsen.

Dalam lima dekade terakhir, Olsen menancapkan pengaruhnya melalui kepemimpinan dan sepakbola menyerangnya dari dalam lapangan (1970 sampai 1980-an sebagai pemain) maupun dari luar lapangan (2000 sampai 2015 sebagai pelatih).

Sejak pertama kali lolos ke Piala Dunia pada 1986 ketika Olsen masih bermain, Denmark sempat tak lolos ke empat Piala Dunia (1990, 1994, 2006, dan 2014). Tak lolosnya Denmark ke Piala Dunia 2014 menjadi momen menyakitkan.

“Kami kecewa kami tak bisa lolos kali ini setelah berhasil [lolos] ke babak final di dua kompetisi terakhir,” kata Olsen pada 2014. Saat itu Olsen berkata jika ia akan mundur saat kontraknya habis setelah Piala Eropa 2016.

Namun ia terlanjur dipecat setelah Denmark gagal lolos ke Piala Eropa 2016 setelah dikalahkan oleh rival mereka, Swedia, dengan agregat 3-4 di play-off. Dengan 15 tahun pengabdiannya sebagai pelatih Denmark, Olsen menjadi yang terlama sepanjang sejarah Danish Dynamite.

Setelah Olsen dipecat, Asosiasi Sepakbola Denmark (DBU) menunjuk Age Hareide, pelatih asal Norwegia, sebagai penggantinya. Bukan sosok sembarangan, Hareide adalah pelatih yang pernah menjadi juara di kompetisi Denmark, Swedia, dan Norwegia. Ia sudah paham Skandinavia di luar kepala.

Meski bukan warga negara Denmark, suporter mereka tak perlu khawatir karena Hareide dijamin akan meneruskan tradisi menyerang Denmark. Walau begitu, ada satu hal yang abu-abu antara positif atau negatif dari permainan menyerang Hareide, karena ia terlalu terpaku pada sosok Christian Eriksen.

“Ketika aku melihat pemain hebat, aku akan memberinya kebebasan di dunia ini untuk ia menunjukkan kemampuannya,” kata Hareide kepada Jyllands-Posten.

Baca juga: Terlalu Bergantungnya Spurs dan Denmark kepada Christian Eriksen

Gaya permainan menyerang Denmark adalah langsung, agresif, dan cepat. Ini membuat ruang yang besar bagi Eriksen. Buktinya dari 19 pertandingan di bawah Hareide, Eriksen bisa mencetak 15 gol. Sementara pada 57 pertandingan di bawah Olsen, gelandang Tottenham Hotspur tersebut hanya berhasil menciptakan enam gol.

Menunggu Dinamit Meledak Kembali

Menjadi negara paling bahagia, memainkan olahraga sepakbola yang bikin bahagia, dengan pelatih bahagia asal Norwegia juga; Denmark akan lebih bahagia lagi kalau bisa nostalgia seperti Piala Eropa 1992, saat Denmark berhasil menjadi juara. Atau setidaknya mentok-mentok ke perempat final seperti Piala Dunia 1998.

Bisakah Denmark melakukannya? Pada Piala Dunia 2018, Denmark (peringkat FIFA ke-12 per Mei ini) tergabung di Grup C bersama Australia (40), Perancis (7), dan Peru (11). Sejujurnya Denmark punya peluang lolos dari fase grup.

Meski tanpa Nicklas Bendtner yang cedera, dan karena Piala Dunia juga tak mungkin diundur untuk menunggu Lord Bendtner sembuh, Danish Dynamite harus bisa meledak lagi di Rusia nanti.

Komentar