Dari Satu Bek Tengah ke Bek Tengah Lain

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Dari Satu Bek Tengah ke Bek Tengah Lain

Tunisia hanya berjarak dua pertandingan dari Piala Dunia 2014. Kamerun adalah hadangan terakhir mereka menuju Brasil. Bagi Alaeddine Yahia, membawa Tunisia kembali ambil bagian di Piala Dunia setelah satu edisi absen akan menjadi kado perpisahan yang manis.

Edisi pertama Piala Dunia yang diikuti Tunisia adalah Argentina 1978. Elang Kartago absen di empat edisi berikutnya dan baru kembali ambil bagian di Perancis 1998. Korea/Jepang 2002 dan Jerman 2006 menyusul kemudian, menjadikan Tunisia favorit untuk lolos ke Afrika Selatan 2010. Nyatanya Tunisia tak lolos kualifikasi.

Yahia yang menjalani debutnya di tim nasional selepas Piala Dunia 2002 turut serta di 2006. Ia hanya tampil dalam satu kesempatan, 33 menit melawan Spanyol. Jika semuanya berjalan lancar, cerita di Brasil akan berbeda dengan di Jerman.

Berpasangan dengan Yahia di leg satu adalah Syam Ben Youssef, yang menjalani debutnya tepat hari itu, di pertandingan itu. Senior dan junior dengan tujuh tahun selisih usia. Kontras keduanya tak berhenti di pengalaman. Gaya main Yahia dan Ben Youssef sama sekali tak bisa dibilang sama.

Sang senior berwatak keras; gaya mainnya agresif. Sang junior tenang dan elegan, lebih suka membangun serangan dari belakang ketimbang menyapu bola.

“Tim kami lumayan berantakan hari itu. Namun dengan bermain bersama pasangan baruku, aku malah menampilkan permainan terbaikku bersama timnas,” ujar Yahia.

Sepakbola permainan kolektif. Yahia bermain baik karena pasangannya pun bermain baik, dan Ben Youssef bermain baik karena Yahia membimbingnya langsung di situ dan langsung saat itu.

“Ia benar-benar membuatku tenang,” ujar Ben Youssef. “Ia bilang ia akan menjagaku, dan aku harus menjaganya. Pemahaman kami tumbuh secara alami. Ia pemain bagus yang kariernya bagus, dan ketika bermain di sampingnya, semua menjadi jauh lebih mudah. Kau langsung tahu ia seorang petarung, seseorang yang akan selalu ada untukmu.”

Kerja Yahia dan Ben Youssef membuat gawang Tunisia aman dari gempuran Samuel Eto’o dan bintang-bintang Kamerun lainnya. Tunisia membawa hasil imbang tanpa gol ke Kamerun untuk leg dua.

Ben Youssef kembali dipercaya di leg dua. Namun kali ini Karim Haggui yang ada di sampingnya. Cedera membuat Yahia tak bisa memperkuat tim nasional. Tunisia kalah telak 1-4.

“Rasanya menyakitkan, sangat menyakitkan,” ujar Ben Youssef pada 2015, ketika diminta mengenang kekalahan dari Kamerun. “Butuh waktu lama untuk menelan kegagalan ke Piala Dunia. Terlebih, itu di Brasil, yang menurutku akan luar biasa. Tidak semua orang bisa mengalaminya dan aku sangat ingin ikut. Usiaku 25 jadi itu waktu yang tepat, tapi [kegagalan] itu membuatku lebih termotivasi untuk mencapai yang berikutnya.”

***

Ketika Stade Malherbe Caen tertarik kepada Syam Ben Youssef, pihak klub meminta pendapat Alaeddine Yahia. Pemain yang sudah malang melintang di Ligue 1 sejak 2002 tersebut memang baru setahun berseragam Caen, namun pendapatnya dihargai tinggi. Yahia mendukung rencana kesebelasan untuk mendaratkan Ben Youssef dari Astra Giurgiu. Di bursa transfer musim panas 2015, Ben Youssef bergabung.

Bermain untuk kesebelasan yang sama membuat Ben Youssef punya lebih banyak waktu untuk belajar dari seniornya. Yahia sendiri dengan senang hati memberi masukan kepada rekan sekaligus saingannya.

“Ia senang memainkan bola lebih dari kebanyakan pemain belakang, terutama saat kami membangun dari belakang,” ujar Yahia. “Namun sepakbola indah ada risikonya. Ia punya kecenderungan mengatasi bola berbahaya dengan mencoba membawanya dari belakang, namun kadang lebih baik yang begitu disapu saja. Tentu menyepak bola ke luar lapangan tidak terlihat bergaya sama sekali, tapi dia pertama-tama dan utamanya pemain bertahan.”

Ben Youssef membenarkan dan menerimanya masukan Yahia walau bertentangan dengan gaya mainnya.

“Bukannya aku tidak bertahan, tapi aku sudah berpikir ke mana aku akan mengumpan sebelum aku merebut bola,” ujar Ben Youssef. “Kadang itu menjadi bumerang. Jadi Alaeddine memberiku masukan untuk melakukan tugasku sebagai pemain bertahan dulu, baru melakukan yang lain jika bisa. Ia memberiku banyak saran tentang penempatan diri, akurasi, dan agresi. Ia mendorongku setiap hari agar aku terus berkembang.”

Yahia yang tampak keras di luar nyatanya lembut di dalam. Pada satu kesempatan, Yahia bermain dan mencetak gol sementara Ben Youssef ada di bangku pemain pengganti. Alih-alih merayakan gol dengan pencetak asis atau para pemain di lapangan, Yahia berlari ke bangku pengganti dan melemparkan diri ke dalam pelukan Ben Youssef.

***

Kebersamaan Alaeddine Yahia dan Syam Ben Youssef di tim nasional tak semulus di kesebelasan. Selepas duet perdana yang meyakinkan, Yahia dan Ben Youssef baru kembali berpasangan enam bulan berselang, pada pertandingan persahabatan melawan Kolombia, Maret 2014. Keduanya saat itu tak tahu, namun duet kedua itu menjadi duet terakhir keduanya dalam seragam Tunisia. Yahia mulai kehilangan tempat sementara status Ben Youssef sebagai pemain utama semakin mantap.

Pada debutnya untuk Tunisia, Yahia tampil di pertandingan melawan Mesir. Laga melawan Mesir pada November 2014 menjadi penampilan terakhirnya untuk tim nasional. Tidak ada duet ketiga, karena Yahia masuk sebagai pengganti Ben Youssef.

“Selesai sudah untukku—waktuku telah habis,” ujar Yahia, pada 2016, menyoal keputusannya mundur dari tim nasional. “Banyak pemain yang lebih muda, seperti Syam atau Aymen Abdennour, yang sangat bagus. Usiaku 34. Akan 35 saat Piala Afrika 2017 dan 36 saat Piala Dunia 2018. Dari sudut pandangku maupun tim, apa bagusnya aku terus bermain?”

Dengan mundurnya Yahia, tongkat estafet kepemimpinan lini belakang otomatis berpindah ke tangan Ben Youssef. Ia yang dipimpin kini harus memimpin. Ia yang berulang kali meminta Yahia untuk mempertimbangkan keputusan sekarang tak punya waktu untuk merengek. Meredam ancaman Inggris, Belgia, dan Panama kini menjadi tugas utamanya. Itu dan hanya itu saja—sedikit bermain-main dengan bola boleh juga, tapi jika sempat saja.

Komentar