Iman Sepakbolamu Lebih Kuat dari Goyangan Dua Lipa

Cerita

by Ammar Mildandaru Pratama

Ammar Mildandaru Pratama

mildandaru@panditfootball.com

Iman Sepakbolamu Lebih Kuat dari Goyangan Dua Lipa

Upaya untuk menyebarluaskan kenikmatan sepakbola terus dilakukan. Namun tidak semua orang ikhlas bisa menerimanya.

Menggabungkan antara konsep olahraga dan hiburan bukan hal baru. Cara ini dikenal dengan istilah sportainment. Kali ini UEFA melakukan hal tersebut dengan mengundang Dua Lipa sebagai bagian dari upacara pembukaan final Liga Champions 2018.

Dua Lipa adalah sosok yang tepat. Di 22 tahun usianya saat ini, ia sudah dinobatkan sebagai artis solo perempuan termuda yang mencapai satu miliar penonton YouTube dan merupakan artis perempuan yang lagunya paling banyak diputar di layanan musik Spotify.

Di final Liga Champions sendiri melibatkan penyanyi top untuk tampil di laga puncak sudah dilakukan setidaknya di tiga edisi terakhir. Pada 2016 di Milan, penyanyi asal Amerika, Alicia Keys, dipercaya untuk tampil lewat lagu hits-nya Girl On Fire. Namun respons penonton di stadion cenderung dingin. Turut tampil pada edisi tersebut adalah penyanyi Italia, Andrea Bocelli, yang bertugas menyanyikan himne Liga Champions saat pemain masuk ke lapangan.

Tahun berikutnya di kota Cardiff giliran Blacked Eyed Peas yang tampil. Lagi-lagi hiburan tambahan ini belum bisa memuaskan penonton dan justru jadi kontroversi. Di tengah-tengah penampilannya, para suporter kedua kesebelasan yang berada di belakang gawang justru membuat pertunjukan sendiri dengan menyanyikan chant ­­masing-masing. Sepak mula juga terpaksa ditunda beberapa saat dan para pemain harus menunggu di lorong ganti.

Adanya hiburan tambahan juga mengganggu persiapan teknis kesebelasan. Jurnalis Spanyol, Sid Lowe, melaporkan bahwa pemain Juventus yang sedang pemanasan tak bisa bebas menggunakan lapangan karena ada persiapan pertunjukan.

Malam nanti untuk ketiga kalinya UEFA masih akan melakukan hal serupa bersama Dua Lipa. Kontroversi bisa saja masih akan terjadi atau sebaliknya, 75.000 penonton di stadion dan 200 juta orang yang diperkirakan menonton lewat layar kaca bakal mulai menikmati hiburan tambahan ini.

Jika pertunjukan tambahan model seperti ini bisa sukses, final Liga Champions perlahan bisa disejajarkan dengan Super Bowl. Super Bowl adalah acara final American Football yang dikenal mempunyai half-time show terbaik di dunia.

Bukan kebetulan juga jika Super Bowl dan final Liga Champions mulai dihubung-hubungkan. Pada tiga musim terakhir di mana final Liga Champions mulai diisi penampilan artis, Pepsi jadi sponsor. Super Bowl juga menggandeng merek minuman ringan asal Amerika tersebut sebagai sponsor pendukung.

Kebutuhan Pemasaran vs Eksklusivitas Sepakbola

Motif untuk menambahkan hiburan di tengah jalannya partai final Liga Champions adalah pemasaran. Menghadirkan bintang pop dunia berarti memperlebar jangkauan acara ini dilirik oleh semakin banyak orang. Bukan hanya saat jalannya acara secara langsung tapi juga sebelum dan sesudahnya, apalagi di era digital seperti sekarang.

Mungkin akan banyak penggemar sepakbola yang merasa hal seperti ini tak perlu. Wajar saja, karena sepakbola sudah besar tanpanya.

Tak perlu mendatangkan penyanyi top untuk membuat penonton merinding. Pendukung Liverpool sudah melakukannya di semua pertandingan dengan menyanyikan You’ll Never Walk Alone. Tak perlu hentakan musik keras untuk membuat penonton berjingkrak, di setiap gol, tanpa diminta, stadion akan bergetar karenanya.

Sepakbola memang punya riwayat resistansi terhadap konsep-konsep pemasaran. Ada gerakan seperti “Supporters Not Customers” atau yang lebih populer lagi “Against Modern Football” di kalangan suporter. Mereka yang berpendapat seperti itu takut jika identitas sepakbola sebagai olahraga yang merakyat akan hilang.

Semakin besar sepakbola sebagai sebuah komoditi pasar maka akan merembet ke jualan yang lebih gencar. Harga tiket pertandingan menjadi lebih mahal, siaran televisi tak lagi bisa dibeli, hingga pemanfaatan kebutuhan politik.

Kekhawatiran di atas bisa dipahami tapi juga tak perlu disikapi secara berlebihan. Kenikmatan sepakbola sebaiknya tetap harus disebar luaskan. Kontrol terhadap kekhawatiran tadi tetap bisa dilakukan suporter tanpa harus menolak perkembangan.

Percayalah, iman sepakbolamu jauh lebih kuat dari goyangan Dua Lipa.

Komentar