Ketika Crazy Gang Kalahkan Culture Club

Backpass

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ketika Crazy Gang Kalahkan Culture Club

“Kami Cinderella Piala FA,” kata Bobby Gould mengenang kemenangan Wimbledon FC atas Liverpool FC di final Piala FA 1988.

Liverpool memenangi Piala Eropa (sekarang Liga Champions UEFA) pertama mereka pada 1977, menyandingkannya dengan Divisi Satu. Wimbledon meraih promosi ke Divisi Empat (divisi terbawah dari empat divisi Football League) di musim panas yang sama.

Tiga Piala Eropa, enam Divisi Satu, dan satu Piala FA lain menyusul masuk ke lemari trofi Liverpool sementara Wimbledon merangkak naik divisi demi divisi. Kedua kesebelasan baru berada di divisi yang sama per musim 1986/87. Liverpool menempati peringkat kedua di akhir musim; Wimbledon keenam.

Liverpool membalas kegagalan musim itu dengan menjuarai Divisi Satu 1987/88. Wimbledon mengakhiri musim keduanya di divisi tertinggi di peringkat ketujuh. Keduanya sama-sama lolos ke final Piala FA. Bedanya, Liverpool punya lebih banyak waktu untuk mempersiapkan diri. Mereka menjuarai liga dengan lima pertandingan tersisa.

Liverpool menyambut final sebagai kesempatan meraih dwigelar kedua dalam tiga tahun. Gould mengirim para pemainnya minum-minum, semalam sebelum pertandingan.

“Begitu aku menyuruh mereka pergi, Dennis Wise, Brian Gayle, dan Vinnie Jones mengendap-endap lewat halaman belakang. Mereka baru dari Bunch of Grapes dan aku bilang: ‘Kabar buruk untuk kalian??"aku baru menyuruh para pemain lain ke sana dengan 100 paun, kalian buang-buang uang’. Mereka menyusul secepat yang mereka bisa.”

***

Para pemain Liverpool sudah siap di lorong, namun para pemain Wimbledon tak kunjung muncul. Gould menyetel jam di ruang ganti timnya dua menit lebih lambat. Gould mengintimidasi lawannya dengan membuat mereka menunggu.

“Sejujurnya aku tidak ingat apa pun tentang itu,” kenang Ray Houghton. “Sedikit merendahkan jika menganggap Liverpool, yang tampil di final Piala Eropa di Roma beberapa tahun sebelumnya, terintimidasi. Yang aku ingat hanya bersiap keluar dan bertemu Putri Diana.”


Para pemain Wimbledon memasuki lapangan dengan percaya diri, namun Liverpool tetap Liverpool. The Reds mengancam gawang Wimbledon dengan serangan yang datang bergelombang.

Tendangan bebas Gary Gillespie di menit ke-35 mengarah kepada Peter Beardsley. Andy Thon menghadang di luar kotak penalti Wimbledon. Beardsley tak jatuh dan terus maju, berhadapan dengan Dave Beasant. Brian Hill meniup peluit untuk pelanggaran Thon. Para pemain Liverpool merasa dirugikan.

Wimbledon mendapat tendangan bebas dua menit berselang. Steve Nicol melanggar Terry Phelan di sisi kanan pertahanan Liverpool. Dennis Wise melepas umpan. Lawrie Sanchez targetnya. Sanchez dikawal Gillespie.

Selasa malam sebelum final, Liverpool melawan Luton. Kepala Gillespie berbenturan dengan Nigel Spackman. Keduanya dirawat. Menjelang final, Gillespie berkeras sanggup bermain.

Sanchez memenangi duel udara. Sundulannya melambung ke tiang jauh. Gol.

***

Pelanggaran Clive Goodyear terhadap John Aldridge membuat Liverpool mendapat tendangan penalti di menit ke-61. Aldridge sendiri yang menjadi eksekutor. Ia pencetak gol terbanyak Divisi Satu musim itu dan tak pernah gagal dalam 11 tendangan penalti yang ia ambil selama berseragam Liverpool. Yang terjadi berikutnya adalah sejarah: Basset menjadi penjaga gawang pertama yang menggagalkan penalti di final Piala FA di Wembley.

“Ketika Dave menggagalkan penalti itu, kami langsung tahu bahwa hari itu milik kami,” ujar Sanchez.

Peluit akhir yang ditiup Hill menandai akhir pertandingan. Kalimat yang dilontarkan John Motson (komentator pertandingan) setelahnya menempatkan kemenangan Wimbledon di buku dongeng Piala FA: “The crazy gang have beaten the culture club.

Komentar