Puncak Kekecewaan Arda Turan

Cerita

by redaksi

Puncak Kekecewaan Arda Turan

Arda Turan adalah salah satu talenta terbaik Turki saat ini. Di usia 21 tahun, ia sudah menjadi kapten Galatasaray. Kariernya melesat setelah hijrah ke Atletico Madrid, yang kemudian ia bawa juara La Liga 2013/14. Tapi setelah hijrah ke Barcelona dan saat ini "mampir" ke Istanbul Basaksehir, karier Turan tak lagi bergelimang kesuksesan.

Terbaru, Turan menjadi pembicaraan khalayak bukan lagi karena prestasi atau kehebatannya mengolah si kulit bundar. Pemain yang kini berusia 31 tahun tersebut baru saja dijatuhi hukuman larangan bermain sebanyak 16 laga oleh badan liga sepakbola Turki. Hukuman tersebut diberikan kepadanya lantaran ia mendorong dan menyerang secara verbal hakim garis pada laga Basaksehir melawan Sivasspor, Sabtu (5/5) lalu.

***

Seorang pemain emosi menghadapi sebuah kondisi karena keputusan wasit atau hakim garis yang tidak sesuai dengan harapannya merupakan hal yang wajar terjadi. Tapi Turan kerap menunjukkan kekecewaan terhadap keputusan wasit dengan berlebihan. "Serangan" terhadap hakim garis seperti yang dilakukan pada laga melawan Sivasspor sendiri bukan yang pertama.

Saat masih membela Atletico Madrid, Turan juga pernah menjadi pusat perhatian atas tindakan buruknya pada hakim garis. Pada laga Copa del Rey melawan Barcelona di musim 2014/15, Turan terjatuh namun hakim garis tidak menyatakan terjadi pelanggaran. Turan kemudian melepas sepatu dan melemparnya kepada hakim garis. Turan terhitung beruntung karena ia hanya diganjar kartu kuning atas insiden tersebut.

Kepribadian Turan sebagai pemain yang mudah emosi sudah bukan rahasia lagi. Fatih Terim (pelatih kepala Tim Nasional Turki) pada 2017 bahkan sudah memprediksi bahwa masa depan Turan terancam jika ia tidak bisa mengontrol emosinya. Komentar Terim saat itu keluar karena Turan menyerang jurnalis senior Turki yang memberitakan dirinya meminta bonus pada federasi sepakbola Turki, TFF.

Atas kejadian itu Turan dicoret dari skuat Timnas Turki dan pencoretan itu dibalas Turan dengan menyatakan pensiun dari timnas. Terim mengutuk keras perbuatan anak asuhnya tersebut. Walau begitu ia sempat mencoba untuk membujuk Turan agar tidak pensiun.

"Apa yang dilakukannya itu layak mendapatkan kartu merah," kata Terim seperti yang dikutip Hurriyet Daily News "Seseorang yang dikartu merah tidak boleh berada di lapangan lagi. Tapi saya sudah berbicara dengannya untuk menyelamatkan masa depannya."

Terim sendiri saat itu menilai aksi tidak terpuji Turan bukan tindakan spontanitas. Bahkan secara tersirat bahwa apa yang dilakukan salah satu talenta terbaik Turki saat ini tersebut menjadi wujud bahwa Turan memang punya kepribadian buruk.

"Saya rasa itu bukan tindakan spontanitas. Anda harus lihat siapa dan apa yang menyebabkan seseorang berperilaku buruk. Kita harus hati-hati dan menyiapkan diri melawan orang jahat dan situasi yang salah," kata Terim.

Saat itu Terim memang terlanjur kecewa pada Turan. Sebenarnya Turan hanya salah satu di antara pemain Turki yang mengecewakan pelatih kawakan asal Turki tersebut. Memang banyak pemain timnas Turki lain yang mengecewakannya. Akan tetapi kekecewaan Terim pada Turan sangat besar karena Turan merupakan kapten tim yang tak bisa menjaga kondusivitas timnya.

Menurut Terim, salah satu penyebab kegagalan Turki di Piala Eropa 2016 adalah karena para pemainnya yang tidak disiplin dan lebih memikirkan bonus. Turan sang kapten yang seharusnya bisa menenangkan suasana, justru menjadi salah satu dari pemain yang turut berperilaku tidak sepantasnya.

"Beberapa pemain datang terlambat saat latihan, beberapa pemain lain tidak mengikuti sesi foto. Banyak terjadi saat itu," papar Terim mengenang kembali kegagalan timnya di Piala Eropa 2016 usai Turki menang 4-1 melawan Kosovo di babak kualifikasi Piala Dunia 2018.

"Betul bahwa pemain sangat penting bagi tim, mereka juga para pemain utama. Tapi saya tidak bisa menolerir hal seperti itu, prinsipal dan disiplin juga tak kalah penting. Soal bonus harusnya diberikan pada hasil yang luar biasa, bukan untuk setiap pertandingan. Oleh karena itu semua orang harusnya patuh pada prinsip utama dan kedisiplinan. Kami mencoba memperlakukan semua orang dengan adil," sambung pria yang kini melatih Galatasaray tersebut.

***

Sekarang Turan harus menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa bermain hingga 16 pertandingan ke depan. Dengan Liga Turki 2017/18 yang akan segera berakhir, maka ia baru bisa akan bermain jelang pertengahan musim 2018/19. Mungkin tindakannya itu merupakan refleksi dan puncak kekecewaan atas kariernya yang tidak berjalan dengan baik karena kini ia tak lagi bermain di kesebelasan besar. Terlebih, pada Piala Dunia 2018 nanti ia hanya akan menjadi penonton. Bukan karena ia sudah pensiun, tapi karena Turki, yang ia pimpin tahun lalu, gagal lolos ke Piala Dunia 2018.

Komentar