Musim Terbaik Tottenham Hotspur

Backpass

by Redaksi 21

Redaksi 21

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Musim Terbaik Tottenham Hotspur

Trofi dan Tottenham Hotspur seperti sesuatu yang jarang berjodoh. Namun jika kita melihat dari perspektif awal abad ke-20, mereka adalah kesebelasan bersejarah. Pada 6 Mei 1961 misalnya, mereka menjuarai Piala FA dan meraih gelar ganda (double) setelah sebelumnya mereka berhasil menjuarai Liga Inggris 1960/61. Spurs menjadi kesebelasan pertama yang berhasil meraih double winner di abad ke-20.

Sebelumnya, di abad ke-19, Preston North End berhasil meraih double di tahun 1889 kemudian Aston Villa delapan tahun setelahnya. Membayangkan Spurs bisa meraih double adalah sesuatu yang sepertinya impossible di saat ini. Namun, mereka pernah melakukannya. Sampai saat ini juga pencapaian itu menjadi musim tersukses Spurs di sepakbola, dalam hal pencapaian trofi.

Sudah Merencanakan untuk Superior di 1960/61

Awal musim 1960/61, kapten tim memiliki rasa optimis yang cukup tinggi. Ia mengatakan bahwa musim tersebut Tottenham akan mampu meraih double winner. Pernyataan itu dianggap menjadi hal yang mustahil menurut para komentator pada saat itu. Namun, Spurs berhasil membuktikan bahwa para komentator salah.

Spurs langsung membuktikan diri dari awal musim. 11 pertandingan pertama berhasil mereka menangkan sebelum pada pertandingan ke-12 mereka bermain imbang dengan Manchester City. Lagi-lagi, setelah pertandingan menghadapi Man City, Tottenham kembali tak terkalahkan sebelum akhirnya mereka menelan kekalahan pertama ketika menghadapi Sheffield Wednesday dengan skor 2-1 pada November.

Namun, kekalahan dari Wednesday tak menghentikan langkah Tottenham untuk terus membuktikan diri. Mereka kembali berhasil memenangkan pertandingan dan pada Januari mereka berada di peringkat satu sekaligus menjaga jarak dengan peringkat kedua, Wolverhampton Wenderers, dengan 10 poin.

Tottenham terus menjaga performa mereka dengan baik. Lini pertahanan yang dijaga oleh kiper Bill Brown yang baru didatangkan satu musim sebelumnya, lalu duet pertahanan Danny Blanchflower dan Dave Mackay selalu konsisten menjaga pertahanan Spurs. Selain memiliki lini pertahanan yang baik, Spurs juga memiliki lini serang yang tajam. Kecepatan sisi sayap menjadi salah satu keunggulan mereka, dengan John White dan Les Allen tampil baik di sisi sayap. Tak sampai di situ, Tottenham memiliki penyerang yang sangat tajam, yaitu Bobby Smith.

Hingga akhir musim, kesebelasan yang berdiri pada 1882 ini terus menampilkan penampilan konsisten. Mereka memastikan juara dengan berhasil memenangkan 31 pertandingan, empat kali imbang, dan hanya kalah tujuh kali selama musim itu. Mereka juga berhasil mencetak 115 gol.

Penampilan yang luar biasa di liga ternyata menular di ajang Piala FA. Di tiga pertandingan awal, Tottenham berhasil mengalahkan Charlton Atletic, Crewe Alexandra, dan Aston Villa. Di babak delapan besar, Spurs sempat harus puas bermain imbang dengan Sunderland dan memaksa untuk diadakannya pertandingan replay. Lagi-lagi dengan kekompakan tim yang dimiliki oleh Tottenham, mereka berhasil mengalahkan Sunderland dengan skor 5-0 di White Hart Lane dan memastikan diri melaju ke semifinal.

Di semifinal, Spurs harus berhadapan dengan Burnley. Di depan 70.000 penonton yang hadir, Spurs menang 3-0 lewat gol William Jones dan dua gol Robert Smith. Atas kemenangan itu, Tottenham berhak melaju ke final dan menghadapi Leicester.

Babak final digelar di Stadion Wembley yang pada saat itu berkapasitas seratus ribu penonton. Tottenham cukup percaya diri karena sebelum laga final Piala FA, mereka telah memastikan diri sebagai juara Liga Inggris. Motivasi mereka juga semakin bertambah karena kembali ingin membuktikan perkataan kapten mereka, Danny Blanchflowey, bahwa mereka akan mampu meraih double winner.

Benar saja, di final yang berjalan cukup ketat, Tottenham berhasil melewati perlawanan dari Leicester dengan sangat baik. Mereka mampu memenangkan pertandingan lewat dua gol yang masing-masing dicetak oleh Bobby Smith dan Terry Dayson. Dengan hasil itu, Tottenham memastikan diri sebagai juara dan mewujudkan tujuan mereka di musim ini untuk meraih double winner.

Bill Nicholson yang pada saat itu menjadi pelatih Tottenham memiliki sebuah filosofi yang menjadi penyemangat para pemainnya, "Lebih baik gagal daripada harus membidik target yang rendah, dan kami telah membidik target yang tinggi di awal musim bahwa kami akan meraih double winner. Kegagalan akan hanya bergema ketika kita berhasil meraih kejayaan."

Bill Nicholson, Mantan Pemain yang Mengubah Spurs

Perjalanan Tottenham yang luar biasa itu dimulai pada 1958 ketika Tottenham menunjuk Bill Nicholson, mantan pemain mereka yang pernah menjadi juara liga 1951, sebagai pelatih kepala.

Nicholson ditunjuk oleh pihak klub untuk menggantikan posisi Jimmy Anderson yang mengundurkan diri sebagai pelatih Tottenham karena hanya mampu membawa The Lilywhites meraih tiga kemenangan di 11 pertandingan awal musim 1958/59.

Setelah ditunjuk menjadi pelatih, Nicholson langsung memberikan kejutan di laga debutnya ketika berhasil membawa Tottenham mengalahkan Everton dengan skor 10-4. Namun, sayangnya setelah pertandingan menghadapi Everton, Spurs kembali sulit memenangkan pertandingan, bahkan mereka harus berjuang keluar dari zona degradasi dan masalah lini pertahanan mereka sangat mengkhawatirkan.

Melihat kondisi itu, di sini lah awal mula kecerdikan seorang Bill Nicholson membawa perubahan untuk Tottenham. Lini pertahanan menjadi prioritas utama bagi Nicholson. Ia menduetkan Danny Blanchflower dan Dave Mackay yang baru didatangkan dari Hearts. Setelah itu, Nicholson mendatangkan kiper Bill Brown dari Dundee untuk menjaga gawang Spurs.

Setelah membenahi lini pertahanan, Nicholson langsung bergegas untuk menambah daya gedor penyerangan Tottenham dengan mendatangkan dua pemain sayap John White dari Falkirk dan Les Allen dari tim reserve Chelsea yang orang lain belum mengetahui kemampuannya.

Para pemain baru yang didatangkan oleh Nicholson langsung berbuah manis bagi Tottenham. Strategi yang diterapkan oleh Nicholson langsung membuat Tottenham berubah drastis, di mana mereka yang pada musim 1959/59 hampir saja terdegradasi, di musim 1959/60 malah finis di peringkat ketiga.

Tidak sampai di gelar double pada 1960/61, Nicholson berhasil membawa berbagai prestasi dan sejarah untuk Spurs, yaitu Piala FA 1962 dan 1967, Piala Winner 1963 (menjadi gelar kompetisi EUFA pertama bagi kesebelasan Britania), Piala Liga 1971 dan 1973, serta Piala UEFA tahun 1972 (menjadi kesebelasan Britania pertama yang mampu menjuarai dua gelar kompetisi UEFA yang berbeda).

Selama melatih Tottenham, Nicholson merupakan sosok yang sangat dihormati oleh para pemain Tottenham. Menurut para para pemain yang pernah dilatih oleh Nicholson, Nicholson merupakan pelatih yang menuntut sebuah standar yang harus dimiliki oleh para pemain. Ia merupakan pelatih yang tidak segan untuk mengkritik pemain yang sedang dalam performa yang tidak baik, tapi ia juga tak segan memberikan pujian kepada pemain yang tampil baik.

"Jika Anda tidak berada di dalam lapangan selama 90 menit, Anda tidak berhak mengatakan bahwa Anda telah melakukan yang terbaik ketika bermain", adalah salah satu pernyataan yang pernah dikatakan Nicholson.

Selain memiliki standar untuk seorang pemain yang ia latih, Nicholson juga dikenal sebagai manajer yang cukup pelit tentang negoisasi gaji. Ia baru akan menyetujui seorang pemain yang ingin bergaji cukup tinggi apabila pemain itu benar-benar menunjukkan kualitas di atas standar yang ia miliki.

Sosok tangguh yang digunakan dalam melatih Tottenham pada saat itu ternyata tak membuat para pemain Tottenham kesal atau bahkan untuk keluar dari Tottenham. Para pemain malah merasa nyaman dan sangat merasakan kehangatan. Sikap tangguh itu adalah rasa kepedulian seorang Nicholson kepada pemainnya.

Semua ketangguhan dan kepeduliannya kepada para pemain berbuah manis bagi prestasi Tottenham.

"Spurs harus menjadi yang terbaik di negeri ini, bukan menjadi yang kedua", ungkap Nicholson ketika melatih Tottenham.

Bisakah Pochettino Seperti Nicholson?

Tahun 1974, Nicholson memutuskan untuk tidak lagi melatih Tottenham. Hingga sekarang, tidak ada pelatih yang mampu memberikan prestasi seperti yang Nicholson lakukan.

Di musim ini (2017/18) Tottenham pun tak berhasil meraih gelar. Trofi terakhir yang berhasil mereka raih adalah Piala Liga Inggris 2007/08. Jika kita mau menghitung gelar minor, trofi terakhir mereka bahkan mereka dapatkan pada 2011 kala menjuarai Vodacom Challange.

Spurs masih berharap akan ada sosok Nicholson di masa sekarang, seorang pelatih yang berani mengambil keputusan keras dan memaksimalkan standar yang harus dimiliki seorang pemain ketika ia sedang melatih, serta satu hal yang (mungkin) penting: memberikan Spurs sebuah trofi. Trofi yang tak hanya sekelas Vodacom Challange juga pastinya.

Apakah Mauricio Pochettino bisa memenuhi harapan tersebut. Sejujurnya, Pochettino telah menaikkan standar Spurs di tengah banyaknya kesebelasan kuat di Liga Primer. Meski demikian, ia belum kunjung berhasil mempersembahkan trofi.

Apakah trofi menjadi acuan kesuksesan manajer saat ini? Teddy Sheringham, eks pemain Spurs, sempat curhat kepada kami pada sebuah wawancara eksklusif 4 Mei 2018 lalu: "Saat ini, kamu harus memenangkan sesuatu untuk maju. Tottenham sudah tak pernah memenangkan apa-apa untuk waktu yang lama sekarang."

"Pochettino punya rencana yang sejauh ini sangat bagus, aku pikir semua orang –fans sampai dewan direksi– senang dengan Pochettino. Kemajuan sangat bagus. Langkah selanjutnya, karena ia sudah di tahun keempatnya, adalah untuk memenangkan sesuatu. Jika tidak, tekanan akan ada di dirinya."

"Musim depan mereka bisa saja gagal menjuarai [sesuatu] tapi mungkin berhasil finis di zona Liga Champions, yang mana itu sangat bagus untuk kesebelasan dalam hal keuangan. Namun di saat yang sama, jika Tottenham ingin maju dan lebih baik, mereka harus menjuarai sesuatu meski itu hanya Piala Liga lagi, atau juga Piala FA," kata Sheringham yang pernah bermain di Spurs pada 1992-1997 dan 2001-2003.

Kita harus ingat jika Spurs bukan kesebelasan yang "baru besar kemarin". Mereka pernah merasakan momen terbaik mereka pada 1960/61 ketika meraih gelar double. Sampai saat ini, suporter Spurs masih menganggap musim tersebut sebagai musim terbaik mereka. Meski saat ini mereka memiliki Pochettino yang secara umum bisa dibilang handal dan sukses, tapi kesuksesan belum benar-benar hadir jika Spurs tidak menjuarai sesuatu.

Komentar