Pemenang Derbi Manchester adalah Liverpool

Analisis

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Pemenang Derbi Manchester adalah Liverpool

Tengah pekan lalu ke tengah pekan depan adalah satu pekan yang melelahkan bagi dua kesebelasan Liga Primer Inggris yang saling bertemu di perempat final Liga Champions UEFA: Liverpool dan Manchester City.

Masalahnya, ada dua derbi besar di Sabtu (07/04) malam: Derbi Merseyside dan Derbi Manchester; yang memisahkan dua leg pertandingan perempat final tersebut. Di leg pertama, Liverpool menang 3-0.

Jika Liverpool menjalani derbi dengan selow, Man City tidak begitu. Tidak ada gol, kartu merah, atau sekadar kartu kuning, dan bahkan tidak ada Mohamed Salah di Derbi Merseyside. Sementara ada lima gol dan 9 kartu kuning di Derbi Manchester. Mungkin Man City ingin memastikan gelar juara secepat-cepatnya.

Sempat unggul 2-0 – bahkan bisa saja unggul empat atau lima gol – di babak pertama atas Manchester United melalui gol Vincent Kompany dan Ilkay Gundogan, Man City malah kalah 2-3 di Etihad Stadium. Gol-gol United dicetak oleh Paul Pogba (dua gol) dan Chris Smalling.

Laga derbi ini berlangsung panas, di antaranya dengan 25 tembakan dan 26 pelanggaran. City unggul dalam hal tembakan (20 banding 5), tembakan tepat sasaran (6 banding 4), penguasaan bola (65% banding 35%), dan operan tepat sasaran (514 banding 244). Sementara United tentunya unggul dalam hal jumlah gol.

Juara? Nanti Dulu!

Ada satu pesan jelas yang terlintas di semua kepala pemain dan pendukung Manchester United ketika mereka datang ke Derbi Manchester semalam: Jangan sampai kalah.

Bermain untuk tidak kalah (alias boleh imbang, apalagi menang) adalah salah satu keahlian Jose Mourinho, manajer Man United. Masalahnya, kemenangan untuk United pun tak akan berarti kekalahan untuk Manchester City; mungkin hanya berarti kejayaan yang tertunda. Sebaliknya, kemenangan untuk City adalah kekalahan mutlak untuk United.

Entah apa yang terjadi di babak pertama. Mourinho seperti ingin mencontek Liverpool yang berhasil mengalahkan City 0-3 di perempat final leg pertama Liga Champions. United bermain terlalu terbuka.

Setan Merah bisa saja kebobolan empat atau lima gol, Raheem Sterling bisa saja mencetak trigol. Tapi peluang-peluang yang disia-siakan oleh para pemain Man City di babak pertama seperti tidak akan berdampak pada saat turun minum (City unggul 2-0). Di menit ke-45 itu, kita bisa melihat Man City siap berpesta di menit ke-90 nanti.

Lagipula sejujurnya, kita tak melihat tanda-tanda kebangkitan United yang pada babak pertama gagal sekalipun mencatatkan tembakan. Ini adalah untuk pertama kalinya mereka tak bisa mencatatkan tembakan di babak pertama dari seluruh kompetisi sejak Oktober 2015. Pada saat itu, mereka juga menghadapi City.

Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. United melakukan epic comeback. Dua pemain yang diejek di awal pertandingan, Pogba (karena rambutnya yang dicat warna biru muda) dan Smalling (karena tak becus menjaga Kompany pada gol pertama) justru menjadi pahlawan bagi Setan Merah di Etihad.

Keberuntungan, Gairah, dan Mentalitas

Soal jalannya pertandingan, kita disuguhkan permainan yang menarik pada derbi ini. Namun kalau boleh jujur, United bisa menang lebih karena keberuntungan yang tercampur gairah (untuk tidak dipermalukan).

United beruntung karena ketika mereka bermain buruk di babak pertama di mana mereka bisa saja kebobolan lebih banyak, Man City malah menyia-nyiakan peluang. Gary Neville saja yang menjadi komentator di pertandingan tersebut sampai berkata jika “celah di antara dua bek tengah United (Eric Bailly dan Smalling) bisa dilewati oleh sebuah bus”.

Setan Merah juga beruntung karena punya David De Gea, terutama ketika ia menghalau sundulan Sergio Aguero dari jarak dekat pada momen-momen krusial di akhir babak kedua.

Selain itu, kepemimpinan wasit Martin Atkinson mendapat sorotan karena beberapa kali terlihat tidak tegas dan menguntungkan United, seperti pada beberapa momen yang menghasilkan keributan antar pemain, ketika Ashley Young menyentuh bola di awal pertandingan, serta tekel Young kepada Aguero yang bisa saja menghasilkan penalti.

Comeback United memang luar biasa, apalagi ini derbi. Namun sejujurnya, mereka banyak terbantu oleh buruknya mentalitas City. Meski begitu, kita tetap penasaran mengenai apa yang terjadi saat jeda turun minum di ruang ganti United.

“Saat turun minum, banyak dari kami merasa bersalah,” kata Smalling kepada Sky Sports. “Ia (Mourinho) tak banyak berkata, ia hanya menekankan jika kami tak ingin menjadi badut yang cuma bisa diam berdiri dan melihat mereka (City) dengan trofi mereka. Jadi kami bangkit.”

Mourinho kemudian menambahkan pasca-pertandingan: “Paul [Pogba], Ander [Herrera], dan [Nemanja] Matic sebenarnya main sangat bagus [di babak pertama] tapi aku butuh yang lebih baik dari [Jesse] Lingard dan Alexis [Sanchez], aku butuh mereka untuk menghubungkan permainan kami di lini tengah dan terutama aku butuh para pemain bertahanku untuk sedikit lebih percaya diri.”

Jika keberuntungan dan gairah saja tak cukup, apa yang dikatakan Smalling dan Mourinho di atas menunjukkan jika ada perbedaan mentalitas ketika para pemain United dan City masuk ke lorong pemain menjelang babak kedua.

Pep, Why So Serious?

Pada derbi ini, City menyimpan beberapa pilar utama mereka seperti Aguero, Gabriel Jesus, Kevin De Bruyne, dan Kyle Walker. Sepertinya Man City akan sedikit menyimpan tenaga mereka untuk membalas ketertinggalan 0-3 dari Liverpool di leg kedua perempat final Liga Champions tengah pekan nanti.

Meski demikian, yang terjadi sebaliknya: Aguero, Jesus, dan De Bruyne dimasukkan di babak kedua, Man City bermain sangat serius dan bahkan terpancing emosinya untuk melakukan pelanggaran, keributan, dan mendapatkan enam kartu kuning.

Kekalahan di derbi ini membuat Man City punya modal yang buruk untuk leg kedua perempat final Liga Champions nanti. Dibanding dengan Derbi Merseyside yang selow, United, bisa dibilang, telah sukses untuk mengalahkan City sekaligus membantu Liverpool.

Ini adalah kekalahan kandang pertama City di Liga Primer sejak Desember 2016 (melawan Chelsea).

Dengan gelar juara yang tertunda, faktor kelelahan fisik dan mental yang bisa membuat mereka tersingkir dari Liga Champions, serta pertandingan liga berikutnya adalah bertamu ke kandang Tottenham Hotspur (14/04) yang berpotensi membuat gelar juara mereka tertunda lagi; ini adalah bencana untuk City.

Sementara itu, Man United bisa merasakan kejayaan (kecil) mereka berkat kemenangan ini; meski pada akhir musim, Man City yang kemungkinan merasakan kejayaan (besar).

“Tantangan kami adalah untuk finis di posisi kedua, tapi aku ingin memberi selamat kepada City untuk gelar juara karena mereka akan dan berhak menjadi juara [Liga Primer],” kata Mourinho setelah pertandingan.

Pertandingan ini menunjukkan jika Man City terpancing untuk bermain terlalu serius, padahal mungkin mereka tak perlu melakukannya. Mereka masih bisa juara di pekan-pekan selanjutnya; tapi fisik dan mental mereka tak boleh terlalu lelah di leg kedua melawan Liverpool tengah pekan nanti. Pep Guardiola dan Man City tahu itu.

Dengan terlalu serius semalam (meski ini derbi), kelemahan mental mereka terekspos. Kelemahan mental ini bahkan belum tentu bisa diatasi oleh taktik yang jenius dari Guardiola. Jangan kaget jika Man City tersingkir dari Liga Champions, terus tertunda gelar juara Liga Primernya, dan bahkan tidak jadi juara. Kalau yang terakhir itu sampai kejadian; keterlaluan, sih.

Komentar