Bhayangkara dan Profesionalitas Sepakbola Kita

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Bhayangkara dan Profesionalitas Sepakbola Kita

Naskah Pesta Bola Indonesia Oleh: Haendy Busman

Masalah lama sepakbola Indonesia kembali terulang: juara liga tak dapat tampil di kejuaraan regional, tak bisa unjuk gigi di level yang lebih tinggi. Berkali-kali permasalahan juara liga dari Indonesia tak tampil di kejuaraan Asia muncul dengan wajah berbeda — dari perkara keterlambatan pendaftaran hingga tidak lolos verifikasi lisensi AFC, seperti yang terjadi baru-baru ini.

Kisah ini benar-benar terjadi. Nyata dan benar-benar ada. Bhayangkara FC merupakan juara Liga 1 2017, namun tak bisa tampil di kualifikasi Liga Champions Asia. Alhasil posisi Bhayangkara FC digantikan Bali United dan tiket Bali united sebagai runner-up diberikan kepada Persija Jakarta, yang sebenarnya menempati peringkat keempat; PSM Makassar yang menduduki peringkat ketiga juga tidak lolos verifikasi lisensi AFC.

Permasalahan yang menimpa Bhayangkara dan PSM menunjukkan kelas sepakbola kita: minim kesadaran akan pengelolaan sepakbola yang baik dan benar. Kasus serupa tapi tak sama pernah menimpa Persipura, yang pernah gagal tampil di pentas Asia karena keterlambatan pendaftaran oleh PSSI.

Keputusan AFC menetapkan 5 dari 18 klub peserta Liga 1 2017 lolos verifikasi lisensi: Bali United, Persija Jakarta, Persib Bandung, Arema Malang, dan Madura United. Jumlah tersebut memperlihatkan ketiadaan perkembangan berarti dalam pengelolaan sepakbola ke arah yang lebih profesional.

Pelatih kepala PSM Robert Rene Alberts, ketika Liga 1 2017 dimulai, pernah berkata bahwa ketimbang menerapkan aturan marquee player,lebih baik klub-klub di Indonesia berinvestasi di infrastruktur sepakbola seperti lapangan latihan dan stadion yang memenuhi standar. Infrastruktur olahraga pada akhirnya membuat pengelolaan klub menjadi mandiri dan tidak mengandalkan dana sponsor semata karena klub yang mandiri akan mampu menjadikan partai kandang sebagai pemasukan untuk keuangan klub bersama toko merchandise klub. Hal ini menjadi pembelajaran bahwa klub sebaiknya tidak membeli pemain mahal untuk sekedar gengsi tapi untuk pembangunan diri yang masih jauh dari standar AFC. Di kemudian hari diharapkan tidak ada lagi klub yang tidak memenuhi lisensi AFC.

Untuk infrastruktur, tim sepakbola sekelas Persib saja tidak mempunyai lapangan latihan yang tetap. Hal ini sempat dikeluhkan oleh pelatih kepala Persib - Roberto Carlos Mario Gomez. Padahal untuk sponsor, khusus musim ini Persib disokong 13 sponsor. Belasan sponsor dan tidak punya lapangan latihan sendiri? Miris sekali.

Jika berkaca kepada sesama klub Asia Tenggara, menengok ke Thailand tak ada salahnya. Pengelolaan klub di Negeri Gajah Putih sudah jauh lebih maju ketimbang di Indonesia. Jauh lebih profesional. Hal tersebut bisa dilihat dari stadion, lapangan latihan, dan manajemen fans. Semua itu mampu melahirkan tim nasional yang berprestasi.

Selain tim nasional sepakbola putra Thailand yang sekarang merupakan salah satu yang patut diperhitungkan di Asia, ada tim nasional sepakbola putri Thailand yang menembus Piala Dunia serta tim nasional futsal yang juga mampu menembus Piala Dunia. Apakah Indonesia sebagai bangsa terbesar di Asia Tenggara tak iri melihatnya? Jika untuk mengelola klub saja masih kalang kabut, bagaimana prestasi timnas bisa menawan minimal untuk Asia Tenggara?

Permasalahan pengelolaan klub baiknya tidak terulang lagi. PSSI sendiri harusnya sudah mulai melakukan verifikasi secara mandiri sesuai standar AFC agar klub benar-benar siap menapaki jalur profesional. Memang memerlukan waktu, tapi hal ini akan menjadi langkah awal industri sepakbola Indonesia yang juga merupakan langkah AFC yang ingin mengangkat sepakbola Asia yang merata dapat tercapai. Keinginan liga profesional harus didukung semua pihak, baik klub, pengurus PSSI atau suporter, karena semua menuju satu muara yaitu sepakbola Indonesia menuju kelas dunia. Jangan lagi juara liga Indonesia hanya bermahkota tanpa singgasana antar negara Asia.


Penulis dapat dihubungi lewat akun Twitter @haendy_busman dan alamat sur-el haendy23@gmail.com. Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing, dalam rangka Pesta Bola Indonesia 2018. Isi dan opini tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar