PSIS dan Subangkit, Kacang Lupa Kulit

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

PSIS dan Subangkit, Kacang Lupa Kulit

Naskah Pesta Bola Indonesia 2018 Oleh: Muhammad Ageng Prabowo

Beberapa hari menjelang laga perdana kembalinya PSIS Semarang di liga tertinggi Indonesia, kabar mengejutkan datang melalui akun Instagram klub. Sosok yang berjasa mengantarkan kembalinya Laskar Mahesa Jenar ke tingkat tertinggi sepakbola negeri ini tiba-tiba diputus kontraknya. Dia adalah Subangkit.

Kaget. Itulah reaksi yang dialami sebagian besar fans Mahesa Jenar. Tak ada hal yang bisa menjadi alasan mengapa coach Subangkit harus hengkang dari kursi kepelatihannya beberapa hari sebelum sepak mula Liga 1.

Subangkit adalah pahlawan PSIS. Tangan dinginnya mampu meracik para pemain muda Laskar Mahesa Jenar tampil trengginas pada laga-laga Liga 2 sehingga PSIS dianggap sebagai calon kuat juara di awal musim, meskipun akhirnya hanya menduduki peringkat ketiga. Itu saja sudah bagus, karena mampu mengembalikan PSIS ke tempat semestinya, yaitu level tertinggi Liga Indonesia setelah 8 tahun lamanya terasing di divisi dua. Dengan strategi Subangkit dan perjuangan anak asuhnya, impian masyarakat Jawa Tengah yang rindu akan hadirnya tim level tertinggi dari provinsi ini terwujud.

Waktu pun terus berjalan laga-laga pramusim dilewati Subangkit bersama anak asuhnya. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk meramu dan memantapkan diri skuat Mahesa Jenar. Sayangnya ini hanya seperti membuang waktu. Waktu selama ini yang dihabiskan Subangkit untuk memikirkan strategi jitu Liga 1 percuma. Mengapa tidak dari awal saja? Mengapa tidak saat PSIS baru promosi.

Pemutusan hubungan kerja memang sesuatu yang wajar di dalam pekerjaan. Tapi jika itu terjadi secara sepihak tentu kita patut mencari alasannya. Itulah yang dilakukan coach Subangkit saat ini. Pihak manajemen PSIS mengatakan bahwa program dan metode latihan yang diterapkan Subangkit kuno atau tidak modern. Jelas ini patut dipertanyakan.

Kembali kepada pertanyaan, mengapa tidak dari awal saja? Jika memang kuno atau tidak modern, nyatanya skuat PSIS di bawah arahannya mampu bersaing di Liga 2 bahkan promosi ke Liga 1. Adakah kepentingan lain di balik pemecatan ini? Selain itu, pernyataan seperti ini tentunya tak baik bagi kelanjutan karier seorang pelatih.

Di laga-laga pramusim PSIS Semarang memang belum tampil terlalu mengesankan. Menjalani 13 laga pramusim di berbagai turnamen, PSIS Semarang menorehkan catatan tujuh menang dan enam kali kalah. Total catatan gol mereka mampu mencetak 26 gol dan 17 kebobolan. Bukan catatan yang begitu baik memang, terutama dalam hal bertahan. Laga pramusim memang sebenarnya adalah laga yang digunakan untuk meramu dan menciptakan keharmonisan bermain dalam tim. Pemain yang dimainkan pun bukan keseluruhan pemain utama, namun biasanya pemain muda juga akan ikut serta. Jadi, wajar saja apabila di laga-laga pramusim sebuah tim tidak tampil sesuai dengan yang diharapkan. Karena, hasil akhir laga bukan patokannya.

Dengan hasil yang telah diciptakan skuad asuhan Subangkit ini, mungkin manajemen patokannya adalah hasil laga. Jika hasil laga pramusim adalah patokan dari perkembangan sebuah tim, lalu bagaimana manajemen menilai pelatih baru PSIS nanti? Tak ada lagi waktu untuk latih tanding dengan tim lain. Mereka telah fokus mengevaluasi hasil pramusimnya. Sedangkan PSIS justru mengevaluasi pelatih dan memecatnya, juga dilakukan secara sepihak. Sungguh tega.

Manajemen PSIS tak ubahnya kacang yang lupa akan kulitnya. Subangkit-lah yang membawa PSIS kembali bangkit, ia yang selama ini menjadi otak strategi permainan PSIS. Kacang akan mudah hancur tanpa lindungan dari kulitnya.

Seberapa jauh PSIS Semarang mampu bersaing di kerasnya Liga 1? Tentu semua ini tergantung dari seluruh elemen yang ada di tubuh Laskar Mahesa Jenar. Terutama pelatih baru yang menggantikan posisi coach Subangkit, diketahui sosok tersebut ialah Vincenzo Alberto Annese, pelatih berkebangsaan Italia. Secara otomatis tentu kondisi akan berubah, mulai dari kekompakan, keharmonisan di luar dan juga di dalam lapangan, hingga permainan dari anak-anak Laskar Mahesa Jenar.

Semua memang perlu waktu, tak ada yang instan di dunia ini. Begitu pula yang di dapatkan oleh PSIS Semarang di laga perdana Liga 1 Indonesia 25 Maret 2018. Menghadapi tuan rumah PSM Makassar di Stadion Mattoanging, PSIS harus mengakui kematangan dari tim asuhan Robert Rene Alberts. Laskar Mahesa Jenar tak mampu mengimbangi permain cepat anak-anak Makasssar. Berkaca dari hasil ini PSIS memang butuh waktu, apalagi statusnya yang sebagai tim promosi. Terbilang tergesa-gesa memang memutuskan mengganti nahkoda tim ini. Kepentingan strategi atau hanya sekedar gengsi?


Penulis adalah seorang mahasiswa yang berdomisili di Magelang; dapat dihubungi lewat alamat sur-el agengprabowo13@gmail.com. Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing, dalam rangka Pesta Bola Indonesia 2018. Isi dan opini tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar