Sudden Death, Momok Pesepakbola

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Sudden Death, Momok Pesepakbola

Oleh: Dewanto Yusuf Priyambodo

Dunia sepakbola kembali berduka setelah Fiorentina kehilangan pemain bertahan andalan mereka, Davide Astori. Kematian Davide Astori tentunya mengejutkan kita sebagai pecinta sepakbola. Selain usianya yang masih muda (31 tahun), dia juga meninggal saat tidur. Kematian yang tak diduga ini menambah panjang daftar pesepakbola yang tak disangka-sangka meninggal pada usia muda. Beberapa yang terangkat ke media besar adalah Marc Vivien Foe, Miklos Feher, Antonio Puerta, dan Piermario Morosini, dan Cheik Tiote.

Dalam dunia kedokteran, fenomena kematian yang dialami pada orang yang sebelumnya tidak terlihat mengalami gejala sakit dikenal dengan kematian mendadak (sudden death). Pengertian sudden death secara umum adalah “kematian yang tidak terjadi kerena trauma tertentu, kecacunan, atau asfiksia karena kekerasan dan semuanya terjadi tiba-tiba atau 24 jam setelah gejala terminal (akhir)”. Karena kebanyakan sudden death adalah kejadian tak terduga, maka sering juga disebut sebagai sudden (and) unexpected death (kematian mendadak yang tidak diduga).

Gambaran sudden death secara umum adalah seseorang tampak sehat bahkan masih bisa beraktifitas seperti biasa, lalu tiba-tiba merasakan sesak napas, nyeri dada, dan pusing. Bahkan pada beberapa kasus, gejala-gejala tersebut tidak muncul; hanya tiba-tiba pingsan lalu tidak bernapas lagi. Sering juga sudden death dijumpai pada saat seseorang tidur.

Pada kasus Astori, rekan satu tim mencurigai terjadi sesuatu padanya ketika seharusnya jam 9.30 waktu setempat seharusnya masuk jadwal sarapan. Ternyata benar, setelah pintu kamar hotel dibuka, Astori ditemukan dalam kondisi tak bernyawa.

Sudden death dapat terjadi karena kerusakan organ vital di dalam tubuh. Penyebab terbanyak disumbang oleh penyakit jantung, terutama aterosklerosis koroner (pemyempitan pembuluh darah arteri koronaria; arteri ini adalah pembuluh darah yang memberi nutrisi pada otot jantung) hingga disebut sebagai “The Captain of the Men of Death”. Kondisi ini banyak terjadi pada mereka yang berusia tua (di atas 35 tahun). Sudden death juga bisa terjadi pada kalangan muda (lebih muda atau sama dengan 35 tahun) dan kebanyakan disebabkan karena hypertrophic cardiomyopathy (kelainan otot jantung berupa pembesaran otot jantung yang berlebihan, sehingga menutup ruang di dalam jantung). Penyebab lain yang mungkin terjadi adalah kelainan pada otak, paru, dan organ lain.

Kelainan-kelainan penyebab sudden death tersebut hanya bisa dibuktikan dengan otopsi (pemeriksaan luar dan pembedahan mayat), yang biasanya dilakukan oleh dokter ahli forensik. Hasil otopsi pada beberapa pemain sepakbola yang mengalami mati mendadak juga menunjukkan adanya kelainan pada jantung.

Kenapa Bisa Terjadi?

Seperti kita tahu, pemeriksaan kesehatan calon pemain termasuk pemeriksaan darah dan rekam jantung (electrocardiography/ECG) merupakan hal yang umum, terutama pada saat transfer antar klub dilakukan. Sehingga, jika ada kelainan pada organ tubuh tertentu, hal tersebut sudah dapat dideteksi sejak awal. Selain itu, gaya hidup atlit sudah dikendalikan dengan baik seperti pola makan, jadwal latihan, dan jam istirahat. Sembarangan menjalani gaya hidup bisa berakibat turunnya performa dan bahkan sanksi dari klub atau timnas.

Antonio De Nicolo seorang jaksa di Kota Udine juga menyatakan “Aneh sekali hal itu bisa terjadi pada dia yang dimonitor secara ketat dan tidak ada tanda (gejala) peringatan”. Padahal, beberapa kasus sudden death terutama pada usia muda memang sulit bahkan tidak bisa dideteksi setelah melakukan otopsi sekalipun.

Beberapa ahli telah menemukan adanya kelainan jantung yang menyebabkan sudden death walaupun secara fisik (saat otopsi) jantung tidak terlihat mengalami kelainan. Kelainan tersebut biasanya terkait genetika dan menyebabkan adanya kelainan irama pada jantung, yang konsekuensinya bisa terjadi henti jantung secara tiba-tiba. Contoh kelainan tersebut adalah Sindrom Brugada, Sindrom pemendekan dan pemanjangan (gelombang jantung) QT, takikardi ventrikel polimorfik (irama jantung cepat tapi sangat tidak beraturan), dan arrhytmogenic right ventricular dysplasia (irama jantung tidak teratur karena pertumbuhan otot bilik kanan yang buruk).

Kematian Natural vs Tidak Natural

Beberapa portal berita luar negeri mengutip perkataan Antonio De Nicolo yang lain, bahwa kematian Davide Astori merupakan sudden death dan kematian natural/alamiah. Apa itu kematian natural? Lalu bagaimanakah kematian yang tidak natural?

Sependek yang penulis ketahui, kematian dibagi menjadi natural dan tidak natural bergantung pada tempat dimana jenazah ditemukan dan ada atau tidaknya pengaruh dari luar tubuh. Dari pengertian ini kematian dinyatakan natural jika seseorang mengalami proses penuaan alamiah dan/atau mengalami penyakit. Kematian dikatakan tidak natural jika ada pengaruh gaya dari luar, seperti dibunuh, bunuh diri, dan kecelakaan.

Jenazah yang dinyatakan sudden death harus dilakukan otopsi dan olah TKP oleh polisi hingga dinyatakan sebagai kematian natural atau tidak. Pada kasus Astori, anggota kepolisian telah memeriksa ada atau tidaknya orang asing yang masuk ke kamar Astori. Ternyata dari kesaksian orang di sekitar kamar Astori, tidak ditemukan adanya orang asing sehingga kematian Astori kemungkinan besar bukan karena pengaruh dari luar.

Bagaimana Cara Mengantisipasinya?

Perbaikan gaya hidup tentunya menjadi yang utama, baik yang berisiko maupun yang tidak. Mengurangi makanan manis dan berminyak, menambah makanan berserat, serta berolahraga secara teratur akan setidaknya mengurangi terjadinya risiko penyakit-penyakit penyebab sudden death, terutama pada jantung.

Pemeriksaan kesehatan berkala juga penting, terutama untuk mereka yang memiliki riwayat sering pingsan, nyeri dada, sesak napas, dan pusing. Mereka yang memiliki riwayat keluarga yang meninggal karena mati mendadak juga perlu melakukan pemeriksaan rutin. Pemeriksaan ini dapat berupa pemeriksaan tekanan darah, nadi, darah rutin, kolesterol, gula darah, dan rekam jantung (ECG). Prosedur seperti ini seharusnya juga dilakukan oleh klub-klub olahraga di Indonesia secara rutin, mengingat beberapa kejadian sudden death juga pernah menimpa pemain Liga Indonesia.

Hal lain yang seharusnya menjadi perhatian adalah pemeriksaan genetika. Para ahli menemukan adanya beberapa gen yang menjadi faktor resiko adanya penyakit jantung koroner, kelainan irama jantung, hipertrofi jantung, dan lain sebagainya. Penelitian mengenai genetika pada penyakit jantung sudah banyak dilakukan di beberapa negara Eropa dan Asia, namun di Indonesia belum dilakukan. Perlu adanya dukungan pemerintah agar riset-riset semacam ini bisa lebih gencar dilakukan para peneliti di Indonesia.

Sebagai penutup, mari kita mengambil pelajaran dari kematian karena kematian memberikan banyak pelajaran bagi kita yang masih hidup. Selamat jalan Davide Astori. Commiserare e addio.


Penulis adalah dosen tetap di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada. Dapat dihubungi lewat surel drdewanto@gmail.com atau akun Twitter @bongkymd dan Instagram @dewantoyusuf.

Komentar