Cukup Bensin Belum Tentu Menyelesaikan Masalah Napoli

Analisis

by redaksi

Cukup Bensin Belum Tentu Menyelesaikan Masalah Napoli

Saat Napoli kalah 1-3 dari RB Leipzig pada leg pertama babak 32 besar Europa League (15/2), tak sedikit yang menduga skuat besutan Maurizio Sarri tersebut merelakan Europa League agar bisa fokus mempertahankan posisi puncak Serie A. Anggapan yang wajar, karena pada laga tersebut Napoli tidak menurunkan skuat terbaiknya.

Ketika itu Sarri menurunkan pemain yang jarang mendapatkan kesempatan bermain sejak menit pertama seperti Marko Rog dan Adam Ounas. Lorenzo Insigne yang awalnya diprediksi akan menjadi penyerang tengah karena Dries Mertens tak bisa dimainkan (suspensi kartu), baru masuk pada babak kedua. Allan Marques yang sepanjang musim ini jadi sosok vital di lini tengah Napoli pun masuk sebagai pengganti.

Akan tetapi pada leg kedua menghadapi Leipzig (22/2), Sarri memainkan kekuatan terbaiknya untuk mengejar defisit dua gol plus tiga gol tandang. Mertens, Allan dan Insigne bermain sejak menit pertama. Napoli menang 2-0, tetapi hasil tersebut tetap tak membuat Napoli lolos. Walau agregat sama kuat 3-3, Napoli kalah agresivitas gol tandang.

Dari situ terlihat bahwa sebenarnya Sarri masih ingin timnya melangkah lebih jauh di Europa League. Walaupun begitu, seperti yang dikatakannya usai kemenangan 2-0 atas Leipzig, mantan pelatih Empoli tersebut lebih menganggap bahwa tersingkirnya Napoli dari Europa League membuatnya bisa lebih fokus pada laga lain – fokus di Serie A.

"Ada reaksi besar dari tim (setelah kalah). Kami mengirimkan pesan kuat dan positif untuk pertandingan liga yang akan datang," kata Sarri seperti yang disampaikan di laman resmi Napoli. "Tim ini punya semangat. Kami tersingkir dari Europa League tapi hal positifnya adalah kami punya waktu lebih berlatih untuk laga-laga berikutnya."

Pernyataan tersebut agaknya menegaskan bahwa pertandingan Serie A adalah segalanya bagi Napoli musim ini. Bagi Sarri, sebagai pelatih yang mengedepankan persiapan tim, fokus terbagi dua apalagi terbagi tiga (dengan Coppa Italia), mungkin menjadi masalah besar sehingga targetnya selalu sulit tercapai.

Pada musim pertamanya di Napoli, musim 2015/2016, Sarri berhasil menempatkan Napoli pada posisi pertama di pekan ke-14 Serie A. Itu menjadi prestasi bagi Napoli karena sebelumnya mereka belum pernah merasakan capolista lagi sejak musim 89/90. Butuh 26 tahun bagi Napoli untuk merasakan puncak klasemen.

Namun pertandingan-pertandingan Liga Europa membuat fokus Sarri terbelah. Pada pekan ke-15 dan ke-16, Napoli dikalahkan Bologna dan ditahan imbang AS Roma karena di antara kedua laga itu Napoli harus menghadapi Legia Warsawa pada laga terakhir fase grup. Legia berhasil dikalahkan, tetapi itu membuat para pemainnya tak maksimal di Serie A.

Setelah itu Napoli melaju kencang dengan terus mempertahankan posisi puncak Serie A karena tidak adanya gangguan Liga Europa. Tetapi ketika Liga Europa kembali bergulir, Napoli kembali merugi. Leg pertama babak 32 besar menghadapi Villareal digelar sesudah laga Serie A melawan Juventus dan sebelum melawan AC Milan, yang dilanjut leg kedua melawan Villareal sebelum melawan Fiorentina.

Karena jadwal berat dan fokus terbagi, Napoli dikalahkan Juventus (yang membuat Napoli disalip Juve dari posisi puncak) dan ditahan imbang oleh Milan dan Fiorentina. Melawan Villareal? Napoli tersingkir karena kalah agregat 2-1 (1-1 dan 0-1). Atas hasil minor di liga pada saat itu, meski Napoli menang tujuh kali dari 11 laga setelahnya, Napoli tak mampu lagi merebut posisi puncak klasemen dari Juventus yang konsisten hingga akhir musim. Serie A tak dapat, Liga Europa pun lewat.

Napoli kalah agregat dari Villareal (via: irishmirror.ie)

Situasi seperti itu dialami kembali oleh Sarri pada musim keduanya (musim lalu). Apalagi pada musim lalu Napoli bermain di Liga Champions -- pengalaman pertama bagi pelatih kelahiran Naples itu. Memuncaki klasemen di awal musim dengan meraih empat kemenangan dan dua imbang dari enam laga, kekalahan pertama Napoli terjadi pada pekan ketujuh, melawan Atalanta, yang disambung kekalahan dari Roma pada pekan kedelapan. Sebelum melawan Atalanta, Napoli berjibaku di Liga Champions menghadapi Benfica (menang 4-2).

Yang terjadi berikutnya pun pertandingan-pertandingan Liga Champions selalu berdampak negatif pada Napoli baik itu sebelum dan/atau setelah laga tersebut. Seperti ketika kalah dari Juventus dan imbang menghadapi Lazio, karena di antara dua laga tersebut Napoli menghadapi Besiktas. Juga ketika imbang menghadapi Sassuolo setelah imbang melawan Dynamo Kiev. Sementara pengorbanan tersebut menjadi sia-sia ketika di babak 16 besar Napoli langsung disingkirkan Real Madrid dengan agregat 6-2. Di liga? Napoli harus puas menempati posisi ketiga, menurun dari musim pertama Sarri.

Sekarang, sampai disingkirkan RB Leipzig, atau setelah Serie A berjalan 25 pekan, Napoli masih berada di posisi puncak klasemen, unggul satu poin dari Juventus yang terus menguntit di posisi kedua. Keberhasilan Napoli bisa melangkah sejauh ini tak lepas dari pengorbanan sejak fase grup Liga Champions di mana Napoli tidak terlalu jor-joran dengan tidak memainkan terus skuat terbaiknya sampai akhirnya terlempar ke Liga Europa.

Jika lolos ke babak 16 besar dengan mengalahkan Leipzig pun Napoli akan menghadapi situasi yang lebih genting. Babak 16 besar akan digelar pada 8 dan 15 Maret mendatang. Sementara pada 3 Maret dan 11 Maret, Napoli akan menghadapi dua lawan berat, yakni Roma di kandang dan Inter di tandang. Jika melaju ke perempat final yang digelar 5 Aprl dan 12 April, Napoli sudah dijadwalkan menghadapi AC Milan di San Siro pada 15 April. Jangan lupakan pula kekuatan tim lawan yang akan semakin kuat karena masih adanya kesebelasan-kesebelasan seperti Arsenal, Atletico Madrid, AC Milan hingga Borussia Dortmund.

Tersingkirnya Napoli dari Liga Europa lebih dini memang membuat Napoli terhindar dari fokus terbelah dan jadwal yang padat (di Coppa Italia sudah tersingkir di perempat final pada Januari lalu). Perlu diingat juga jika Napoli tidak memiliki kedalaman skuat yang mumpuni layaknya Juventus.

Oleh karena itu, sebelum kehabisan bensin seperti yang terjadi pada dua musim sebelumnya, Sarri tampaknya lebih memilih jalan alternatif daripada melanjutkan musim ini dengan tujuan bercabang. Walau begitu, bensin yang cukup belum menyelesaikan segala masalah karena jelang perhentian terakhir (scudetto) ban yang kempes atau jalanan yang licin bisa menghambat mereka dan sampai di tujuan lebih lama lagi.

Komentar