Curhat Kristian Adelmund Soal Pahit dan Manisnya Sepakbola Indonesia

Cerita

by Redaksi 24

Redaksi 24

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Curhat Kristian Adelmund Soal Pahit dan Manisnya Sepakbola Indonesia

Kristian Adelmund, namanya mungkin tak asing di telinga pecinta sepakbola Indonesia. Pemain berkebangsaan Belanda itu pernah menjadi salah satu pemain asing terbaik yang berkiprah di kompetisi sepakbola Indonesia.Selama kurang lebih lima tahun lamanya, Adelmund menjajal ketatnya persaingan di sepakbola Indonesia bersama PSIM Mataram, Persepam Madura United, PSS Sleman, dan Persela Lamongan.

Namun, kurang lebih satu setengah tahun lamanya nama Adelmund tak terdengar dalam peredaran pemain asing yang berlaga di sepakbola Indonesia, sejak kepergiannya pada pertengahan 2016 lalu. Kendati demikian, Adelmund tidak pernah melupakan Indonesia, tanah yang pernah ia pijak untuk melanjutkan karier sepakbola yang hampir meredup di Belanda.

Manis dan pahitnya kenangan akan sepakbola Indonesia yang dirasakan Adelmund masih melekat dalam ingatannya. Dalam sebuah wawancara bersama Vice Sports Belanda, Adelmund tak sungkan membagi semua kenangannya selama berkiprah di sepakbola Indonesia.

Perjalanan Adelmund hingga sampai ke Indonesia dimulai saat ia masih memperkuat VV Capelle, klub divisi empat Belanda. Saat itu kontraknya bersama Capelle hampir habis, mau tidak mau Adelmund harus segera mencari klub baru, sebagai upaya jaga-jaga bila kontraknya tak diperpanjang. Dalam masa pencarian itu, tiba-tiba ia dihubungi salah seorang rekannya yang bernama Lorenzo Rimkus.

Rimkus merupakan mantan rekan Adelmund di Sparta Rotterdam. Setelah karier Rimkus habis di Belanda, ia memutuskan pindah ke Indonesia untuk memperkuat PSIM Mataram. Saat itu Rimkus mendengar kabar bahwa PSIM tengah mencari pemain asing baru. Tanpa tedeng alih, Adelmund pun ia hubungi.

Adelmund yang dikenal memiliki jiwa petualang pun tak perlu berpikir dua kali untuk menerima tawaran Rimkus. Beberapa hari setelah tawaran Rinkus datang, Adelmund bergegas terbang ke Indonesia bersama pesepakbola asal Belanda lainnya, Emile Linkers.

Saat kali pertama memijakkan kakinya di tanah Indonesia, Adelmund langsung merasakan sambutan hangat turun dari beberapa suporter PSIM yang sengaja datang menyambut kedatangannya di Bandara. Adelmund, terkesan dengan sikap yang ditunjukkan suporter kepada dirinya.

“Saya adalah seorang Belanda anonim, tapi saya langsung menjadi pahlawan bagi orang-orang itu. Saya dimasukkan ke dalam hotel yang bagus dan langsung mendapat setumpuk uang di tangan saya,” kenang Adelmund.

Adelmund tak langsung mendapat kontrak, kemampuannya diuji terlebih dahulu melalui proses seleksi. Setelah tiga hari menjalani seleksi, Adelmund pun resmi berkostum PSIM pada musim 2011. Debutnya bersama PSIM di mulai saat menghadapi tim asal Sumatera. Posisinya pada saat itu PSIM berstatus sebagai tim tandang, Adelmund bersama timnya pun melakoni perjalanan melelahkan menghadapi pertandingan tersebut.

Namun kesan yang ia rasakan jauh dari kata bersahabat, selain karena jarak yang terlampau jauh, ia pun tak bisa merasakan ketenangan selama di perjalanan. “Salah satu pertandingan pertamaku adalah permainan di Sumatra. Dua setengah jam pertama terbang dan kemudian perjalanan dilanjutkan dengan bus kecil selama sepuluh jam dengan jalur melalui pegunungan yang curam.”

“Sopirnya benar-benar aneh. Dia mengemudikan mobil dengan kencang di jalur yang cukup berbahaya. Rekan satu tim saya bisa tidur nyenyak, tapi saya tidak bisa tertidur dalam kondisi seperti ini. Selama sepuluh jam mata saya tetap terjaga. Setelah itu kami harus berlatih di lapangan dimana kami juga akan bermain di sana. Tapi serius, masih ada sapi yang merumput.”

Pengalaman bertandang ke Sumatera menjadi salah satu kisah konyol yang masih diingat Adelmund. Tidak hanya itu, pengalaman Adelmund pun berkutat pada bobroknya sepakbola Indonesia yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Masalah korupsi dan netralitas wasit yang terganggu akibat tekanan dari klub adalah borok yang sering ia lihat di sepakbola Indonesia kala itu.

Salah satu kisah tentang boroknya sepakbola Indonesia yang dilihat Adelmund terjadi kala ia memutuskan hengkang ke Persepam Madura United pada 2012. Saat itu ia pergi dari PSIM setelah gajinya selama berbulan-bulan tidak dibayar. Adelmund sempat pulang ke Belanda, namun kembali ke Indonesia karena tawaran dari Persepam Madura United begitu menggiurkan.

Saat itu sebenarnya Madura United tengah mencari pemain asing yang piawai memainkan peran sebagai gelandang serang. Tapi diakui Adelmund, agen yang membawanya kembali ke Indonesia seperti telah menjalin kesepakatan dengan pelatih klub, hingga akhirnya ia bisa bergabung. Saat itu, Adelmund melakoni musim yang berbeda dari biasanya. Dalam beberapa pertandingan ia dipasang sebagai gelandang serang, yang bukan posisi alaminya. Tapi ia cukup menikmati peran tersebut.

“Itu benar-benar berjalan dengan sangat baik. Setengah dari musim saya memiliki lima pertandingan dan saya mengirimkan sepuluh assist. Namun tiba-tiba saya didepak tanpa belas kasihan. Dengan cara ini pelatih bisa mengambil pemain baru dan memasukkan sejumlah uang ke kantongnya sendiri," tegasnya.

"Meski keadaan sepakbola Indonesia semakin membaik saat ini, korupsi tetap menjadi masalah utama sepakbola Indonesia. Sebagai contoh, saya pernah melihat bos lawan membawa pistol di ruang ganti wasit. Anda tidak perlu heran dengan hal itu di Indonesia," sambungnya.

Terdepak dari Persepam Madura United, tak membuat pesona Adelmund meredup. Pada 2013, PSS Sleman meminangnya. Bagi Adelmun, perjalanan kariernya di PSS adalah yang paling indah. Selain gelar juara Divisi Utama ia dapat, hubungan baiknya dengan suporter pun membuatnya nyaman memperkuat PSS.

“Saya memiliki kenangan indah tentang waktuku di PSS Sleman. Begitulah saya menjadi juara tingkat kedua di kompetisi bersama PSS. Saya mengingat bagaimana reaksi suporter setelah peluit terakhir, mereka jatuh ke tangan saya dan mereka menangis,” tuturnya.

Petualangan Adelmund di sepakbola Indonesia berakhir pada 2016, dengan Persela sebagai kesebelasan terakhir yang ia bela. Saat itu, ia pulang ke Belanda lantaran kondisi kesehatan Ayahnya, Martin Adelmund, yang semakin memburuk karena kanker darah. Adelmund tak memiliki banyak pilihan, selain pulang dan merawat ayahnya yang terbaring sakit.

Adelmund saat ini masih tinggal di Belanda, menjalani karier sebagai seorang pebisnis perabotan dan aktif bermain di kompetisi amatir. Adelmund mengaku bahwa ia ingin kembali ke Indonesia, menurutnya kehidupannya saat ini di Belanda sangat membosankan.

Sumber: Vice Sports Belanda.

Komentar