Regulasi Transfer, Chelsea, dan Keuntungan Pemain Akademi

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Regulasi Transfer, Chelsea, dan Keuntungan Pemain Akademi

Oleh: R. M. Agung Putranto Wibowo

Chelsea dituduh telah melanggar regulasi transfer yang diterapkan FIFA. Adapun aturan itu mengenai penandatanganan kontrak bagi 25 pemain asing di bawah usia 18 tahun selama 10 tahun terakhir. Menurut The Guardian, investigasi terhadap isu ini sudah dilakukan sejak September silam sekaligus menjadikan Chelsea sebagai klub Inggris pertama yang menghadapi investigasi ini. Sebelumnya, investigasi akan hal ini sudah lebih dulu dilakukan pada tiga klub raksasa Spanyol, yakni Barcelona, Atletico Madrid, dan Real Madrid.

Merujuk pada regulasi FIFA, sebuah klub dilarang mengontrak/mempekerjakan pemain di bawah umur dari negara lain. Kecuali orang tua sang pemain sudah pindah ke negara klub tersebut berada. Namun kepindahan mereka pun harus terlepas dari urusan sepakbola. Atau bisa saja klub mengontrak si bocah, apabila klub dan pihak pemain sudah berada dalam jarak 50 kilometer dari perbatasan nasional.

Berdasarkan aturan di atas, The Blues sepertinya telah mengontrak 25 pemain muda dari luar Eropa. Entah itu anak-anak dari benua Afrika, Amerika, atau Asia. Karena ada pengecualian khusus untuk pemain antara 16-18 tahun yang berbasis di Uni Eropa atau Wilayah Ekonomi Eropa. Pemain-pemain dengan rentang usia itu, bebas dikontrak oleh klub Eropa manapun. Tentu dengan persetujuan pihak pemain dan keluarganya.

Isu larangan transfer bukan hal baru bagi Chelsea. Pada 2009 silam, Roman Abramovich sampai harus merogoh kocek sebesar 793 ribu paun sebagai denda. Saat itu, Chelsea dilaporkan oleh pihak Lens terkait masalah transfer pemain muda andalan mereka, Gael Kakuta.

Meski kasus itu resmi ditutup pada 2009, tidak serta merta menjadikan Chelsea lolos dari kasus serupa. Diyakini bahwa FIFA Transfer Matching System (TMS) telah berhasil menandai 25 kasus yang makin menyudutkan Chelsea. Tentu saja tuduhan itu mereka bantah. Melalui juru bicaranya, Chelsea selalu berpedoman pada statuta dan regulasi FIFA ketika merekrut pemain.

Adapun regulasi tersebut diatur Pasal 19 Peraturan tentang Status dan Transfer Pemain. Disebutkan bahwa transfer pemain internasional hanya diizinkan jika sang pemain sudah berusia lebih dari 18 tahun. Latar belakang dikeluarkannya regulasi ini karena sepakbola sebagai industri kerap disalahgunakan oleh para agen ilegal. Modusnya, mereka berburu remaja di negara miskin seperti di Afrika, lalu menawari mereka satu-dua kali percobaan untuk main di klub-klub Eropa. Tidak hanya itu, pihak agen juga meminta sejumlah uang kepada orang tua korban sebagai uang transportasi yang mana dijanjikan, uang itu akan kembali begitu si bocah resmi dikontrak sebagai pemain profesional.

Namun janji tinggal janji. Alih-alih dikontrak pemain profesional, nasib anak-anak itu justru tidak karuan di negeri orang. Jauh dari sanak famili, minim pengetahuan, tanpa uang saku, dan tentu saja tanpa kejelasan nasib. Akhirnya, mereka terpaksa kerja serabutan lantas mengubur mimpi untuk jadi pesepakbola hebat. FourFourTwo pernah melakukan riset terhadap kasus yang menimpa anak-anak di Afrika, lantas mereka berkesimpulan bahwa kasus tersebut merupakan salah satu bentuk perdagangan manusia.

Human trafficking atau perdaganagan manusia, merupakan kejahatan berat dan hal ini sudah disepakati oleh masyarakat internasional pada Desember tahun 2000 melalui Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime. Sebagai subyek di dalam pergaulan internasional, tentu saja FIFA tidak bisa tidak mengabaikan isu-isu internasional. Apalagi kejahatan perdagangan manusia cukup masif di industri sepakbola, sebuah industi yang dikelola dan dijalankan FIFA. Itulah mengapa FIFA sampai perlu mengatur batasan usia, batasan jarak, dan juga faktor keluarga di dalam mekanisme transfer pemain.

Adanya isu pemberian sanksi larangan transfer setidaknya akan menguntungkan Chelsea. Akhir-akhir ini, klub London Barat itu santer dihubungkan dengan para penyerang baru. Nama-nama seperti Andy Carroll, Peter Crouch, sampai Ashley Barnes pun muncul ke permukaan. Ketiganya sempat mengundang reaksi kecaman dari mayoritas pendukung Chelsea. Bagaimana tidak? Para pemain itu bukan berasal dari klub jago seperti Morata yang berhasil dibajak dari Real Madrid. Mereka hanya bermain untuk klub papan tengah liga Inggris. Beberapa dari mereka bahkan adalah pesakitan yang punya daftar riwayat cedera yang panjang.

Maka tak heran, beberapa suporter malah ‘bersyukur’ klub kesayangannya terancam kena sanksi. Hal itu setidaknya mencegah ketiga sosok tadi berkostum Chelsea. Di sisi lain, adanya sanksi larangan transfer jelas menguntungkan para pemain muda binaan akademi Chelsea.

Sudah bukan rahasia lagi, tim junior Chelsea telah menjelma sebagai tim akademi terbaik seantero Inggris. Memang prestasi apa yang sudah mereka torehkan sampai mendapat predikat yang terbaik? Tim akademi Chelsea berhasil menjuarai turnamen FA Youth Cup sebanyak enam kali, yakni pada 2010, 2012, 2014, 2015, 2016, dan 2017. Selain di tingkat lokal, tim akademi Chelsea juga sanggup berjaya di level Eropa dengan menjuarai UEFA Youth League dua kali berturut-turut pada 2015 dan 2016 lalu. Terbaru, mayoritas lulusan akademi Chelsea punya peran penting saat membantu Timnas Inggris mengawinkan gelar juara Piala Dunia U-17 dan U-20.

Sayangnya, talenta hebat yang dimiliki para lulusan akademi, tak serta merta membuat mereka dipercaya oleh manajer tim utama. Keputusan terbaik adalah meminjamkan mereka demi jam terbang yang layak. Untungnya, beberapa pemain pinjaman Chelsea mampu bersinar dan menjadi pemain vital bagi klub mereka saat ini. Sebut saja Kurt Zouma yang selalu jadi andalan di lini belakang Stoke City. Ada juga Loftus-Cheek yang performanya terus menanjak bersama Crystal Palace. Lalu ada Marco van Ginkel yang pada 2015/16 membukukan delapan gol dari 16 penampilannya bersama PSV Eindhoven. Jangan lupa, bahwa pada musim itu PSV juara liga Belanda setelah berhasil menelikung Ajax di hari terakhir.

Fakta-fakta di atas, sebenarnya menunjukkan bahwa Chelsea punya banyak stok pemain bagus. Ketimbang terus memantau Carroll, Crouch, atau Barnes yang mengundang olok-olok di media sosial, mengapa pihak klub tidak memanggil Tammy Abraham yang tengah menjalani masa pinjaman bersama Swansea. Toh pemain kelahiran 2 Oktober 1997 itu juga dapat berperan sebagai target man dan punya postur yang jangkung. Adapun tinggi sang pemain hanya terpaut tiga sentimeter saja dari seorang Andy Carroll.

Adanya kemungkinan Chelsea menghadapi sanksi berupa larangan transfer pemain, bagi saya merupakan berkah tersendiri. Setidaknya saya akan lebih sering melihat para pemain muda Chelsea seperti Musonda atau Callum Hudson-Odoi. Selain itu, saya bisa sedikit lega karena isu kedatangan Carroll, Crouch, Barnes tak lagi seliweran di media sosial. Meskipun ketiga pemain tadi datang secara gratis dan mereka rela tak diupah sepeser pun, saya tetap tidak sudi. Mengapa? Karena bagi saya, memberi kesempatan pada anak-anak muda binaan akademi, lebih penting ketimbang harus menyimpan pemain-pemain yang sudah selaiknya masuk museum.


Penulis merupakan sarjana hukum yang pernah bermimpi jadi Ketua Umum PSSI. Aktif di Twitter dengan akun @agungbowo26. Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar