Analogi Menjebak Mobil Formula 1 Penyebab Swansea Kalahkan Liverpool

Analisis

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Analogi Menjebak Mobil Formula 1 Penyebab Swansea Kalahkan Liverpool

Setelah mengalahkan pemuncak klasemen sementara Liga Primer 2017/2018 (Manchester City), secara mengejutkan Liverpool takluk dari kesebelasan juru kunci Liga Primer, Swansea City. Pada laga yang digelar Selasa (23/1) dini hari WIB, skuat berjuluk The Reds tersebut kalah oleh gol semata wayang Swansea yang dicetak Alfie Mawson pada menit ke-40.

Perubahan drastis terlihat dari permainan Liverpool. Tampil impresif melawan City, The Reds justru tampil buruk melawan Swansea. Manajer Liverpool, Juergen Klopp, kecewa berat dengan permainan anak asuhnya. Bahkan ia mengatakan jika sejak babak pertama permainan Liverpool memang layak mendapatkan kekalahan.

Menariknya lagi, pada boxing day sebelumnya, Swansea adalah kesebelasan yang menjadi bulan-bulanan serangan lini depan Liverpool. Pada laga yang digelar 26 Desember 2017 tersebut, Liverpool berhasil menang dengan skor mencolok, yakni 5-0. Dua gol Roberto Firmino, serta masing-masing satu gol Philippe Coutinho, Trent Alexander-Arnold dan Alex Oxlade-Chamberlain membuat Swansea gigit jari di Anfield.

Perubahan pelatih di kubu Swansea mendasari perubahan nasib Swansea. Kini Swansea dilatih oleh Carlos Carvalhal. Pelatih asal Portugal ini diumumkan sebagai pelatih anyar The Swans dua hari setelah Leon Britton, caretaker Swansea, membuat Swansea kalah 5-0 dari Liverpool. Hingga mengalahkan Liverpool dini hari tadi, total tiga kemenangan diraih Swansea, sisanya dua imbang dan satu kalah diraih Carvalhal.

Lalu apa yang dilakukan Carvalhal sehingga mampu menghentikan laju Liverpool? Pada konferensi pers usai pertandingan, mantan manajer Sheffield Wednesday tersebut memberikan analogi yang menarik tentang mobil Formula 1 yang terjebak kemacetan sebagai fondasi skuatnya menaklukkan Liverpool.

"Setelah kami mempelajari Liverpool, ketika kami mulai menyiapkan skema permainan, saya berbicara pada para pemain seperti ini, `Liverpool adalah kesebelasan yang sangat-sangat kuat. Mereka seperti mobil Formula 1. Tapi ketika Anda menggunakan mobil Formula 1 di London dengan tingkat kemacetan pada pukul empat sore, mobil tersebut tidak akan melaju sangat kencang, kecepatan mobil tersebut akan sama seperti mobil lain`," kata Carvalhal.

"Jadi saya membuat Liverpool tidak bisa melaju kencang. Saya memerintahkan para pemain saya untuk tidak membuka jalan seperti track Formula 1, karena jika begitu mungkin kami akan kalah 4-0," sambungnya.

Dua kali menghadapi Liverpool musim ini, ada perubahan gaya bermain Swansea saat ditangani Carvalhal (menang 1-0) dan Britton (kalah 5-0). Jika saat kalah 5-0 Swansea memberikan perlawanan hebat dengan banyak peluang (tujuh tembakan), tapi saat menang 1-0 Swansea justru memberikan perlawanan seminimalnya (hanya tiga tembakan).

Saat kalah 5-0, Swansea berusaha menguasai jalannya pertandingan. Dalam data Whoscored, saat itu The Swans mencatatkan 496 operan, sementara Liverpool 601 operan. Penguasaan bola pun Liverpool hanya unggul dengan 55% berbanding 45%. Tapi berbeda jauh ketika Swansea menang. Swansea asuhan Carvalhal hanya mencatatkan 295 operan (berkurang hampir setengahnya) dan Liverpool mencatatkan 795 operan (meningkat seperempat operan). Penguasaan bola pun Swansea hanya 28% saja, sedangkan Liverpool 72% penguasaan bola, yang membuat mereka mencatatkan penguasaan bola tertinggi di Liga Primer pada laga tandang.

Inilah yang dimaksud Carvalhal menahan laju mobil Formula 1 dengan memberikan kemacetan. Swansea asuhannya meminimalisasi penguasaan bola yang berlebih. Ia tidak ingin para pemainnya berlama-lama dengan bola. Karena melawan Liverpool yang mengedepankan counterpressing alias gegenpressing, semakin banyak menguasai bola maka semakin berbahaya juga lini pertahanan tim tersebut.

Hal tersebut terlihat saat Man City dibobol empat gol. City terus berusaha membangun serangan dari pertahanan mereka sebagaimana City biasanya. Hal itu justru menjadi sasaran empuk Liverpool yang menekan dengan agresif di area middle third hingga final third. Gol-gol Liverpool pun terjadi berawal dari keberhasilan The Reds memotong menghalau atau menahan build-up serangan City dan itu terjadi di area pertahanan City sendiri atau setidaknya di area tengah lapangan (middle third).

Saat menang menghadapi City, Liverpool hanya menguasai 36% bola saja. Skuat asuhan Pep Guardiola mencatatkan 667 operan, sementara Juergen Klopp hanya membuat anak asuhnya melakukan 367 operan. Hal ini terjadi karena semakin sering City menguasai bola, semakin banyak kesempatan Liverpool merebut bola di area pertahanan mereka lalu melancarkan serangan balik dengan para pemain cepat seperti Sadio Mane, Mohamed Salah, Roberto Firmino hingga Chamberlain.

Itulah yang dimaksud Carvalhal menjebak mobil Formula 1 di tengah kemacetan. Swansea tidak banyak menguasai bola dengan lebih sering menyapu bola (39 kali pada laga ini, 21 kali saat kalah 5-0). Karena hal tersebut Liverpool jadi lebih sering membangun serangan tanpa diawali pressing sebagaimana yang menjadi senjata andalan mereka selama ini. Pada laga tersebut Liverpool hanya mencatatkan 7 intersep dan 20 tekel (14 berhasil). Sementara saat Swansea kalah 5-0, Liverpool mencatatkan 13 intersep dan 29 tekel (20 berhasil).

Selain itu Carvalhal juga menginstruksikan anak asuhnya untuk keluar dari tekanan dan membangun serangan lewat sayap. Ini dilakukan untuk menghindari blok pressing Liverpool yang kerap berhasil di tengah. Carvalhal juga membeberkan bagaimana caranya meredam trio lini serang Liverpool.

"Kami melakukan banyak kesalahan saat saya menganalisis pertandingan melawan Liverpool (0-5), saya juga saat itu menontonnya, karena Liverpool sangat kuat memberikan tekanan di dalam (tengah lapangan). Karenanya kali ini kami bermain ke luar, melakukan satu-dua, berusaha keluar dari tekanan dengan mengoper ke kedua sisi. Babak pertama menunjukkan itu berjalan dengan baik," ujar Carvalhal.

"Kami juga menghalau lini serang Liverpool dengan sangat baik, menutup ruang di antara garis pertahanan. Tiga penyerang mereka terkoneksi dengan baik di antara garis pertahanan dan gelandang lawan. Kami memasang tiga bek tengah untuk meminimalisasi hal itu terjadi. Pada babak pertama semua berjalan dengan baik, meski mereka menguasai banyak bola tapi tidak ada yang berbahaya. Pada babak kedua pun saya sudah mengira apa yang akan terjadi berikutnya," sambungnya lagi.

foto: rte.com

Komentar