Piala Presiden Sebagai Penyelamat Gairah Sepakbola Indonesia di Periode Kelam

Klasik

by Redaksi 24

Redaksi 24

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Piala Presiden Sebagai Penyelamat Gairah Sepakbola Indonesia di Periode Kelam

Pada Mei 2015, mimpi buruk dialami sepakbola Indonesia setelah Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) menjatuhkan sanksi kepada Federasi Sepakbola Indonesia (PSSI). Dalam surat keputusannya, FIFA menjatuhi sanksi kepada Indonesia lantaran adanya intervensi yang dilakukan Pemerintah kepada PSSI. Menurut FIFA, intervensi tersebut telah melanggar Statuta FIFA Pasal 13 dan 17.

Akibat sanksi tersebut, status keanggotaan Indonesia di FIFA dibekukan. Imbasnya bermuara pada pelarangan timnas dan klub Indonesia berpartisipasi di pertandingan internasional FIFA dan AFC.

Sanksi FIFA kepada PSSI membuat sepakbola Indonesia memasuki masa suram. Keberlangsungan kompetisi domestik menemui kebuntuan dan ketidakjelasan. Apalagi setelah kompetisi resmi sepakbola Indonesia terhenti di tengah jalan.

Dalam kurun waktu tiga bulan lamanya, sepakbola Indonesia tak bergeliat, alias mati suri karena tidak ada kompetisi. Hingga pada Agustus 2015, Mahaka Sport and Entertainment menggagas sebuah turnamen berskala nasional bertajuk Piala Presiden.

Perhelatan Piala Presiden disambut antusias publik sepakbola nasional. Kehadirannya ibarat oase di tengah gurun pasir dalam kondisi sepakbola Indonesia yang kalut dihantam sanksi. Meski berkonsep turnamen, namun Piala Presiden dipandang sebagai ajang bergengsi nan prestisius.

Maklum, selain karena berskala nasional, Piala Presiden pun bisa dibilang merupakan turnamen pengganti kompetisi yang terhenti. Tak ayal, gengsi memperebutkan gelar juara di Piala Presiden kala itu selevel dengan gengsi juara di kompetisi resmi.

Sebanyak 16 kesebelasan yang terdiri dari 13 klub peserta Liga Super Indonesia (LSI) dan tiga tim Divisi Utama ambil bagian di Piala Presiden 2015. Turnamen menggunakan sistem home group di Babak penyisihan. Bandung (Grup A), Malang (Grup B), Bali (Grup C), dan Palembang (Grup D) ditunjuk sebagai tuan rumah pada babak penyisihan.

Dua kesebelasan penghuni peringkat satu dan dua di masing-masing grup melaju ke babak delapan besar, yang dilanjutkan babak semifinal dengan format home & away. Sementara babak final dan perebutan tempat ketiga berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta.

Pada perhelatan Piala Presiden edisi pertama, Persib Bandung keluar sebagai juara setelah di final mengalahkan Sriwijaya FC dengan skor 2-0. Bobotoh bersuka cita menyambut kemenangan tersebut.

Piala Presiden 2015 juga menjadi titik mula kemunculan turnamen berskala nasional yang digelar dari rentang tahun 2015 hingga 2016. Setelah Piala Presiden, muncul Piala Jenderal Sudirman dan Piala Bhayangkara.

Namun, publik sepakbola Indonesia akhirnya merasa jengah karena terus dijejali hiburan turnamen sepakbola. Hingga pada 2016, turnamen jangka panjang bertajuk Indonesia Soccer Championship (ISC) pun digelar, sebagai pengganti kompetisi di tahun 2016.

Menjadi turnamen pra-musim paling bergengsi

Sebelum ISC digelar, sempat ada wacana bahwa Piala Presiden akan kembali digulirkan pada 2016, namun akhirnya tidak jadi. Setelah Piala Bhayangkara berakhir dengan menempatkan Arema sebagai juara, ISC pun bergulir sebagai kompetisi tak resmi di tahun 2016. Pada ajang tersebut, Persipura Jayapura memastikan gelar juara setelah menempati posisi puncak di akhir kompetisi.

Angin segar menerpa sepakbola Indonesia di akhir tahun 2016. FIFA akhirnya mencabut sanksi kepada PSSI. Setelah sanksi dicabut, PSSI kembali berbenah dan kompetisi utama sepakbola Indonesia kembali bergulir pada 15 April, dengan tajuk Liga 1 Indonesia 2017.

Sebelum Liga 1 2017 dimulai, Piala Presiden kembali digelar untuk kali kedua. Status Piala Presiden dari turnamen pengganti kompetisi pun berubah menjadi turnamen pra-musim saat itu. Bisa dibilang, kehadiran Piala Presiden sebagai turnamen pra-musim di Indonesia sebagai pengganti turnamen Inter Island Cup (IIC), yang kali terakhir digelar pada 2014 lalu, yang finalnya baru dimainkan lebih dari satu tahun setelahnya.

Tidak banyak perubahan dalam sistem turnamen Piala Presiden 2017. Turnamen tetap menggunakan format home group di Babak penyisihan. Perbedaan dari perhelatan sebelumnya terlihat dari jumlah peserta yang bertambah menjadi 20 (18 klub kontestan Liga 1 dan dua tim dari Liga 2), serta jumlah tuan rumah di babak penyisihan yang bertambah menjadi lima kota.

Di Piala Presiden 2017 lima kota yang terdiri dari Sleman (Grup 1), Malang (Grup 2), Bandung (Grup 3), Bali (Grup 4), dan Madura (Grup 5) dipilih sebagai tuan rumah di babak penyisihan. Sementara Stadion Manahan, Solo, ditunjuk sebagai venue pertandingan perempatfinal. Kemudian Stadion Pakansari menjadi venue pertandingan final dan perebutan tempat ketiga. Sedangkan partai semifinal digelar dalam format kandang dan tandang.

Meski bertajuk turnamen pra-musim, gengsi yang dihadirkan cukup tinggi. Buktinya terlihat di laga semifinal leg dua antara Persib Bandung melawan Borneo FC di Stadion Si Jalak Harupat. Secara dramatis, Persib kalah dan dipastikan mengubur mimpi mempertahankan gelar juara yang sebelumnya diraih pada 2015 lalu. Bobotoh yang kecewa meluapkan kemarahannya dengan melemparkan kembang api dan suar ke tengah lapangan. Kericuhan yang terjadi pasca pertandingan membuat para penggawa Borneo FC tertahan cukup lama di stadion. Mereka bahkan tidak melakukan konferensi pers, dan pulang menuju hotel diangkut menggunakan kendaraan Taktis.

Gelar juara Piala Presiden 2017 dimenangkan Arema FC setelah mengalahkan Borneo FC dengan skor telak 5-1. Sama halnya dengan Persib yang meraih gelar juara di tahun 2015 lalu, saat pulang ke Malang, para penggawa Arema pun diarak keliling kota merayakan keberhasilan tersebut.

Baca Juga: Laga Klasik Meramaikan Persaingan di Babak Penyisihan Piala Presiden 2018

Melihat sejarah Piala Presiden, turnamen ini pada awalnya hadir sebagai penyelamat gairah sepakbola Indonesia ketika PSSI sedang terkena sanksi oleh FIFA. Saat itu, masyarakat yang butuh hiburan sepakbola tidak bisa menonton liga karena Liga Indonesia tidak dianggap oleh FIFA maupun AFC. Kemudian hadir lah Piala Presiden.

Tapi sebenarnya bukan hanya Piala Presiden yang datang sebagai "penyelamat", tapi juga ada Piala Jenderal Sudirman, Piala Bhayangkara, dan turnamen-turnamen lainnya. Walau begitu, mungkin hanya Piala Presiden yang tetap bisa bertahan hingga 2018 ini; dan kini menjadi turnamen reguler setiap pra-musim. Hal tersebut yang membuat turnamen ini memiliki gengsi yang tinggi meski hanya sebagai turnamen pra-musim di Indonesia.

Komentar