Yang Membuat Paulinho Gagal di Tottenham

Cerita

by redaksi

Yang Membuat Paulinho Gagal di Tottenham

José Paulo Bezerra Maciel Júnior atau yang akrab disapa Paulinho menjawab keraguan khalayak di Barcelona. Gelandang asal Brasil yang direkrut Blaugrana pada musim panas 2017 ini awalnya diragukan bisa menjadi pembelian efektif, terlebih harganya mencapai 40 juta euro untuk pemain berusia 29 tahun. Tapi menjelang akhir tahun 2017, Paulinho telah menunjukkan kontribusi besar bagi Barca.

Hingga artikel ini ditulis, Paulinho sukses mencetak enam gol dan dua asis dari 16 penampilan La Liga (9 kali starter). Penampilan pemain kelahiran 25 Juli ini di El Clasico melawan Real Madrid yang berkesudahan 3-0 untuk Barca pun menuai pujian dari banyak pihak. Singkatnya, apa yang dialami Paulinho sekarang tak seperti ketika ia bermain di Tottenham beberapa tahun lalu.

Yang membuat Paulinho diragukan kualitasnya ketika direkrut Barca memang berkaca pada kegagalannya saat membela Tottenham Hotspur di Liga Primer Inggris. Bergabung pada 2013, Paulinho hanya bertahan dua musim. Penampilannya yang tak maksimal akhirnya membuat mantan gelandang Corinthians ini lebih akrab dengan bangku cadangan.

Puncaknya, ia dijual ke Guangzhou Evergrande pada 2015. Kepindahannya ke kesebelasan asal Tiongkok yang ketika itu dilatih Luiz Felipe Scolari itu membuatnya dianggap telah habis. Karena itulah menjelang El Clasico beberapa waktu lalu, Paulinho sedikit membanggakan pencapaiannya saat ini karena mampu membuktikan diri bahwa dia belum habis.

"Orang-orang bilang saya telah habis. Bah! Sekarang saya di Barcelona. Itulah sepakbola," katanya.

Paulinho juga baru-baru ini membeberkan alasannya gagal di Tottenham. Menurutnya Liga Primer Inggris memang merupakan liga yang sulit. Menjadi lebih sulit baginya karena ketika itu ia bermain tidak di posisi idealnya, sebagai gelandang perebut bola. Adalah Mauricio Pochettino yang tidak menyadari kemampuannya itu.

"Laga pertama saya bersama Pochettino saya di posisi saya. Tapi setelah itu, saya bermain di berbagai posisi yang bukan posisi saya," ungkap Paulinho seperti yang dikutip Guardian. "Dia punya sistem yang berbeda dan jika Anda tidak bermain di posisi Anda di sepakbola kompetitif seperti di Inggris, itu akan sulit."

"Saya pernah bermain sebagai sayap kiri, bos [Pochettino] menempatkan saya di sana. Saya menyanggupinya karena saya ingin bermain," tutur Paulinho. "Saya tidak punya masalah dengannya. Saya berkata padanya: `Posisi ini bukan posisi saya, tapi jika Anda mau, saya akan bermain di sana.` Tapi untuk jangka panjang Anda tidak akan bisa tampil dengan permainan terbaik (jika bermain bukan di posisi ideal). Kemudian setelah enam bulan, saya tidak bermain reguler."

Saat itu Spurs memang punya persaingan yang ketat di tengah. Untuk bermain di posisi favoritnya, Paulinho harus menyingkirkan Moussa Dembele, Nacer Chadli, Etienne Capoue, Nabil Bentaleb, hingga Eric Dier. Belum lagi persaingan Christian Eriksen, Erik Lamela, dan Lewis Holtby (juga Harry Kane yang mulai naik daun membuat formasi 4-2-3-1 kerap diubah menjadi 4-4-2) membuat salah satu dari ketiganya bisa ditempatkan di posisi double pivot.

Laga melawan Besiktas menjadi laga di mana Paulinho ditempatkan sebagai sayap kiri. Penampilannya kurang memuaskan sehingga ditarik pada menit ke-60, diganti Aaron Lennon. Laga itulah yang membuat Paulinho dianggap kurang bisa berkontribusi bagi tim sehingga lebih sering dicadangkan pada laga-laga berikutnya.

Paulinho di laga Tottenham vs Besiktas (sumber: EPA)

Sebanarnya cukup wajar Pochettino tak mengetahui betul kemampuan Paulinho. Alasannya pemain kelahiran Sao Paulo tersebut direkrut sebelum Pochettino menukangi Spurs. Ia direkrut pada 2013 ketika Spurs dilatih oleh Andre Villas-Boas. Sial baginya, Villas-Boas yang mengetahui kemampuannya dipecat lebih dini.

"Villas-Boas merekrut saya pada Juli 2013, tapi pada bulan Desember dia pergi. Ia yang menginginkan saya, kami sering berbicara tapi enam bulan kemudian Tim Sherwood menukangi tim," beber Paulinho. "Saya sebenarnya tidak ada masalah dengan Sherwood. Dia masih sangat muda, pelatih bagus. Tapi saat itu tim sedang tidak bagus dan ia mendapatkan tekanan untuk mengubahnya. Saya masih dimainkannya pada delapan atau sembilan laga terakhir pada musim itu."

Secara tidak langsung, Paulinho menuding bahwa Pochettino-lah yang membuatnya harus angkat kaki dari Inggris. Kepindahannya ke Tiongkok pun agar ia benar-benar bisa mendapatkan kesempatan bermain reguler. Terlebih di Guangzhou ketika itu, selain dilatih Scolari (pelatih yang memberi Paulinho kesempatan bermain di Piala Konfederasi 2013 serta Piala Dunia 2014), ia dikelilingi oleh sejumlah pemain Brasil.

"Kesempatan untuk bermain dengan Scolari hadir, di sebuah kesebelasan yang memiliki banyak pemain Brasil. Karena itulah saya memilih untuk bermain di Tiongkok," kata Paulinho pada media bernama Sport. Saat itu, pemain Brasil yang dimaksud Paulinho adalah Elkeson, Alan Carvalho, Ricardo Goulart dan Robinho.

Berkat kenyamanan yang dirasakannya Paulinho berhasil tampil sesuai kemampuanya. Ia pun membawa Guangzhou ke Piala Dunia Antar Klub setelah menjuarai Liga Champions Asia 2015. Di Piala Dunia Antar Klub itulah Barcelona untuk pertama kalinya melihat langsung permainan Paulinho. Paulinho gagal membawa Guangzhou juara karena kalah 0-3. Tapi itu menjadi awal "kemenangan" Paulinho pada kariernya, karena ternyata Barca cukup kepincut dengan penampilannya hingga akhirnya diajak bergabung satu setengah tahun kemudian.

Di Barcelona sebenarnya Paulinho beberapa kali dimainkan bukan pada posisi aslinya. Ia pernah dipasang sebagai penyerang (saat melawan Celta Vigo). Ia juga kerap bermain melebar, seperti ketika melawan Real Madrid. Tapi tetap tugas utamanya adalah membantu pertahanan, hanya menyerang ketika pada momen-momen tertentu. Berbeda ketika di Spurs di mana ia memang benar-benar ditugaskan untuk meneror pertahanan lawan dari sayap kiri.

sumber fitur image: The Independent

Komentar