Si Jago Becek dan Kerinduan Menyaksikan Wakil Jawa Tengah di Kompetisi Tertinggi Indonesia

Cerita

by Redaksi 24

Redaksi 24

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Si Jago Becek dan Kerinduan Menyaksikan Wakil Jawa Tengah di Kompetisi Tertinggi Indonesia

Kurang lebih sudah dua tahun lamanya persaingan di kompetisi sepakbola level utama Indonesia tak diramaikan oleh kehadiran tim-tim asal Jawa Tengah (Jateng). Dalam kurun dua tahun terakhir ini, dominasi klub asal Pulau Jawa yang mentas di kompetisi teratas sepakbola Indonesia seakan dimonopoli oleh Jawa Barat dengan Persib Bandung sebagai patron dan Jawa Timur yang di Liga 1 musim lalu diwakili Arema, Persegres Gresik United, Persela Lamongan, dan Madura United.

Kali terakhir Jateng memiliki wakil di kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia adalah tahun 2014. Kala itu Persijap Jepara hadir sebagai andalan Jateng di Liga Super Indonesia (LSI) musim tersebut. Namun kiprahnya di musim tersebut berakhir tragis.

Tergabung di wilayah barat, Persijap babak belur. Dari total 20 pertandingan yang dilakoni, Persijap harus menelan 16 kekalahan, dua imbang, dan dua menang. Hasilnya klub berjulukan Laskar Kalinyamat itu harus puas duduk di posisi juru kunci dengan total poin delapan, dan terpaksa terdegradasi ke Divisi Utama pada musim selanjutnya.

Tapi pada tahun 2015, kompetisi sepakbola Indonesia terhenti di tengah jalan. Sanksi FIFA kepada PSSI membuat persepakbolaan nasional mengalami mati suri. Dan meski ada Piala Presiden 2015, Piala Jenderal Sudirman 2015, dan Piala Bhayangkara 2016, tak terlihat satu pun wakil Jateng yang ikut ambil bagian di dalamnya.

Begitu juga saat turnamen jangka panjang bertajuk Indonesia Soccer Championship (ISC) bergulir pada tahun 2016 lalu. Meski mengambil embel-embel turnamen, format yang diterapkan di ISC mengadopsi sistem kompetisi pada umumnya. Setiap kesebelasan dibagi dalam beberapa divisi, divisi teratas dihuni oleh sebagian besar kesebelasan yang menjadi kontestan di LSI 2015 (yang terhenti di tengah jalan).

Melalui format tersebut secara otomatis tidak ada satu pun wakil asa Jateng di ISC 2016, yang memang pada LSI 2015 pun tak ada setelah Persijap terdegradasi pada musim 2014. Kondisi tersebut berlanjut hingga sanksi pembekuan FIFA kepada PSSI dicabut, dan kompetisi resmi bertajuk Liga 1 Indonesia 2017 bergulir. Tim-tim besar asal Jateng seperti PSIS Semarang, Persis Solo, hingga Persijap Jepara harus rela bermain di Liga 2 yang merupakan kompetisi level dua sepakbola Indonesia.

Berharap Kepada PSIS

Sebenarnya Jateng bisa dibilang sebagai salah satu kutub sepakbola nasional. Selain sejarah panjang dan prestasi yang pernah diukir tim-tim asal Jateng di pentas sepakbola Indonesia, wilayah Jateng juga terkenal gemar mencetak pesepakbola unggul yang kerap menjadi tulang punggung Tim Nasional.

Beberapa nama seperti Bambang Pamungkas, Widodo Cahyono Putro, Ribut Waidi, Gendut Doni, Indrianto Nugroho, hingga pemain yang namanya kini tengah melambung seperti Septian David Maulana dan Awan Setho Rahardjo merupakan pesepakbola yang lahir dari tempaan pembinaan sepakbola Jateng.

Pada musim depan, harapan masyarakat Jateng bisa menyaksikan salah satu wakilnya di Liga 1 2018 terbuka lebar. Harapan tersebut ada setelah PSIS Semarang memastikan diri tampil di babak semifinal Liga 2 2017. Kepastian klub berjuluk Laskar Mahesa Jenar itu menapak ke semifinal setelah berhasil menahan imbang PSPS Pekanbaru 1-1 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Selasa (21/11) malam WIB.

Hasil satu poin yang diraih PSIS dalam laga yang berakhir ricuh itu menempatkan mereka di posisi runner-p Grup Y dengan empat poin. PSIS unggul selisih gol dari PSPS yang berada di peringkat tiga. PSIS kemudian berhak melaju ke babak semifinal mendampingi Persebaya Surabaya yang sudah memastikan lolos lebih dulu.

Sebenarnya saat perempat final dimulai, harapan masyarakat Jateng tidak hanya bertumpu pada PSIS saja, ada Persis Solo yang juga memastikan diri lolos ke babak delapan besar. Akan tetapi klub berjulukan Laskar Samber Nyawa itu gagal lolos ke semifinal karena menduduki posisi juru kunci di klasemen akhir Grup X dengan tiga poin. Setelah Persis kandas, otomatis harapan satu-satunya bagi Jateng untuk mengirimkan wakil di Liga 1 bertumpu kepada PSIS.

“Saya kira di pertandingan hari ini jadi satu motivasi untuk pemain dan saya dan masyarakat Jateng karena sudah lama di Jateng tidak ada tim yang main di Liga 1. Jadi saya kira semua masyarakat Jateng akan mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk PSIS,” kata Pelatih PSIS, Subangkit.

Si Jago Becek yang Ingin Berjaya di Bandung

Andai bisa mencapai setidaknya target promosi ke Liga 1, maka dahaga masyarakat Jateng, atau Semarang khususnya, untuk menyaksikan tim Jateng mentas di kompetisi teratas Indonesia akhirnya terpuaskan.

Kali terakhir PSIS bertarung di kompetisi utama Indonesia adalah musim 2008/2009 di ajang Liga Super Indonesia. Tapi mereka harus terdegradasi saat itu, karena menduduki posisi juru kunci setelah pada akhir kompetisi hanya meraih total 21 poin dari 34 pertandingan yang dilakoni.

Sejak saat itu, nama PSIS pun menghilang dari peredaran klub-klub papan atas Indonesia. Selama kurang lebih delapan tahun lamanya PSIS harus berkutat di kompetisi level dua Indonesia. Hingga akhirnya momentum kembali mencicipi panasnya persaingan kompetisi utama Indonesia pun mereka dapatkan setelah memastikan diri lolos ke semifinal.

Memastikan tampil di semifinal, berarti hanya tinggal selangkah lagi bagi PSIS untuk bisa promosi ke Liga 1. Minimal untuk bisa kembali ke level utama kompetisi sepakbola Indonesia, tim asuhan Subangkit itu harus bisa menduduki posisi ketiga pada akhir kompetisi Liga 2.

Tapi PSIS tentu tidak ingin hanya mencapai target minimal. Mereka sudah bersusah payah melangkah sejauh ini. Setelah mencapai babak semifinal target yang diusung tentu saja melaju ke final dan menjadi jawara Liga 2 2017.

Di semifinal sendiri PSIS harus terlebih dahulu mengandaskan salah satu kandidat juara Liga 2 musim ini, PSMS Medan. Tim asuhan Djadjang Nurdjaman itu bisa dibilang lolos ke semifinal dengan mulus.

Meraih dua kemenangan dalam dua laga awal melawan Kalteng Putra dan Martapura FC, membuat penampilan Ayam Kinantan terbilang dominan meski pada laga terakhirnya tumbang dari Persis. Namun kekalahan tersebut tak menggoyahkan PSMS dari puncak klasemen Grup X.

“Pada babak 16 besar, kami sudah pernah bertemu PSMS. Bahkan kami bertanding melawan mereka sebanyak dua kali. Dari dua pertemuan itu, kami berhasil menang di kandang dan kalah sekali di Medan," kata Subangkit.

“Dari dua pertandingan itu kami sudah tahu kekuatan masing-masing, saya kira Djanur (sapaan Djadjang Nurdjaman) juga pastinya sudah tahu kekuatan kami. Kedua tim juga sudah tahu posisi mana yang harus dijadikan titik perhatian.”

Laga semifinal Liga 2 Indonesia akan kembali digelar di Stadion GBLA, Kota Bandung pada 25 November mendatang. Secara kasat mata, bermain di Bandung mungkin akan menjadi keuntungan bagi PSMS karena sosok Djanur yang dikenal lekat sebagai salah satu legenda sepakbola di Bumi Pasundan.

Djanur merupakan mantan penggawa Persib Bandung, yang juga pernah menjadi arsitek klub berjuluk Maung Bandung itu. Meski kariernya bersama Persib berakhir dengan kisah yang kurang menyenangkan, namun atmosfer dan aura Kota Bandung yang sangat erat dengan dirinya.

Tapi yang perlu diingat juga bahwa saat ini Kota Bandung sedang rajin-rajinnya diguyur hujan dengan intensitas lebat. Sejak era 1980-an, PSIS dikenal sebagai ahlinya bermain dalam kondisi hujan dan lapangan becek.

Bukan tanpa alasan kenapa PSIS dijuluki sebagai tim jago becek, ceritanya bermula di pertandingan putaran pertama kompetisi divisi utama PSSI 1986, wilayah Timur yang berlangsung di stadion 10 November Surabaya.

Pada saat itu PSIS berhasil memenangkan tiga pertandingan melawan Persiba (1-0), PSM Makassar (2-1), dan Persipura Jayapura (4-1). Tiga kemenangan tersebut diraih saat laga diguyur hujan lebat dan kondisi lapangan yang becek dan licin. Namun saat hujan tak turun, PSIS malah kalah dari Persebaya (2-0) dan Perseman Manokwari (2-1).

Julukan Si Jago Becek bagi PSIS pun tersemat hingga saat ini, pada pertandingan menghadapi PSPS kemarin PSIS kembali menunjukkan kelihaiannya bermain dalam kondisi hujan dengan lapangan becek nan licin.

PSIS yang hanya membutuhkan hasil imbang itu tampak kesulitan meladeni permainan PSPS. Mereka bahkan sempat tertinggal 0-1 pada babak pertama. Namun akhirnya bisa menyamakan kedudukan dan memastikan diri lolos ke semifinal.

Melihat curah hujan yang tinggi di Kota Bandung pada setiap harinya, bukan tidak mungkin laga antara PSIS melawan PSMS di Stadion GBLA pada 25 November mendatang pun akan berlangsung dalam kondisi hujan dan lapangan becek. PSIS bisa mengambil keuntungan dari hal tersebut untuk meraih kemenangan atas PSMS.

“Sejak dulu PSIS itu memang dikenal sebagai tim jago becek. Tapi saya tidak mau menjadikan itu sebagai modal utama kami bisa mengalahkan PSMS. Saya kira semua tim pasti sudah antisipasi main di lapangan becek apalagi musim hujan di Bandung. Tapi kami sudah sangat siap menghadapi PSMS," tukas Subangkit.

Komentar