Dari Donzol, untuk Futsal Indonesia yang Lebih Baik

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Dari Donzol, untuk Futsal Indonesia yang Lebih Baik

Junika Rahmat Ramadhan atau yang akrab disapa Doni Zola, merupakan seorang pelatih futsal dan salah seorang yang begitu aktif memajukan futsal di Indonesia. Kemarin (29/10), ketika futsal Indonesia takluk dari Myanmar (2-3), menurutnya, telah menjadi hari paling menyakitkan hatinya.

Kekalah tersebut membuat timnas futsal Indonesia gagal lolos ke semifinal Piala AFF 2017 yang merupakan tiket ke Piala Asia Futsal 2018 karena hanya tempati posisi tiga grup A.

Hal ini tentunya menjadi keprihatinan tersendiri bagi pelatih yang juga dikenal dengan sebutan Donzol ini. Tapi menurut pengamatannya, hal ini cukup wajar terjadi karena ada beberapa hal yang harus dibenahi di futsal Indonesia. Donzol pun berbagi pendapatnya pada kami, tentunya agar suaranya terdengar dan semakin bergaung, untuk futsal Indonesia yang lebih baik.

***

Saya tidak tertarik membahas gagalnya timnas futsal Indonesia di AFF 2017. Saya lebih tertarik membahas apa yang perlu kita lakukan setelah gagal. Karena, teman-teman mungkin di posisi yang sama dengan saya tentang prestasi futsal Indonesia yang seakan jalan di tempat sementara negara tetangga seperti Malaysia dan Myanmar mulai menggeliat. Thailand dan Vietnam yang sudah lolos Piala Dunia Futsal juga semakin superior.

Saya jatuh cinta dengan olahraga ini sejak melihat Piala Asia Futsal 2002 di Istora Senayan. Itu pertama kalinya timnas futsal Indonesia bertanding di event resmi. Kemudian perkembangan futsal dalam 15 tahun ini sangat pesat, walau masih sebatas kuantitas tapi jelas mengarah ke hal yang baik.

Event futsal dari level SD, SMP, SMA, Mahasiswa, Akademi hingga Liga Profesional sudah ada, walau saya lihat masih sebatas ada dan belum mampu menciptakan banyak hal. Padahal kalau ingin memiliki timnas futsal yang bagus, haruslah memiliki kompetisi yang bagus karena kompetisi merupakan pabrik dari pemain yang akan membela timnas nantinya. Sayangnya Indonesia tidak seperti itu.

Memangnya, bagaimana kompetisi futsal yang baik?

Siaran langsung memang membuat gairah futsal Indonesia menjadi luar biasa. Tapi sesungguhnya futsal Indonesia masih jauh dari industri. Futsal di Indonesia belum bisa menghidupi seluruh pelaku futsal di sebuah kompetisi profesional. Liga yang berdurasi singkat sekitar 4-6 bulan (termasuk persiapan) membuat pelaku futsal harus memikirkan dapur ngebul di saat tak ada kompetisi.

Idealnya, kompetisi berjalan sekitar delapan bulan. Di Indonesia, karena tak seperti sepakbola yang cukup mudah dimonetisasi, pendanaan di industri futsal menjadi masalah tersendiri.

Tapi bukan berarti itu menjadi jalan buntu untuk memajukan futsal Indonesia. Kendala pendaan klub jika liga berjalan dengan durasi delapan bulan bisa disiasati dengan hanya memainkan kompetisi di satu hingga tiga kota di pulau Jawa. Maaf untuk kota lain, bukan maksud untuk meniadakan futsal berlangsung di kota selain Pulau Jawa, tapi sesungguhnya biaya terbesar pengeluaran klub futsal, salah satunya, adalah akomodasi dan transportasi ke luar Pulau Jawa.

Di Indonesia, futsal seperti kejar tayang. Bermain dua kali dalam dua hari juga bukan sebuah hal yang ideal. Karena minimal pemulihan kondisi seorang atlet futsal menuju ke pertandingan selanjutnya adalah 24 jam.

Jika kompetisi ideal bisa dilaksanakan, maka elemen lain seperti wasit, pelatih, hingga pemain juga wajib diedukasi. Perlu diberikan pengetahuan bahwa futsal merupakan lahan hidup mereka.

Ekspos media terhadap futsal Indonesia juga terbilang kurang. Padahal peran media sangatlah penting. Bahkan media perlu mengekspos mereka, semua elemen, sebagai public figure, dan para pelaku ini juga wajib menjadi contoh yang baik, baik itu di lapangan maupun berkehidupan sosial termasuk dalam bermedia sosial.

Kemasan yang baik dan isi yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik. Pelatih asing didatangkan sudah sangat baik, tinggal bagaimana dimanfaatkan untuk berbagi kepada pelatih lokal melalui acara-acara workshop. Membekali para pelatih lokal dengan hal positif akan memberikan dampak positif bagi futsal Indonesia.

Selanjutnya, ketika sepakbola sudah dibentuk kurikulum baru, futsal masih belum memilikinya. Kurikulum, untuk bidang apapun tak terkecual futsal, merupakan fondasi untuk masa yang akan datang. Karena kegagalan kemarin bukan hanya kekalahan hari ini dan tahun depan, tapi juga masa depan futsal Indonesia.

Terakhir mungkin saya ingin menyoroti peran Federasi Futsal Indonesia. Kompetisi yang ideal adalah saat ada jenjang yang tidak jomplang atau tumpang tindih. Di sarasehan pelatih Futsal beberapa waktu lalu, saya dan teman-teman pelatih memberikan masukan positif mengenai kompetisi yang baik dan berjenjang.

Jika memang tidak ada dana untuk menggelar, berikan kepada pihak swasta dalam hal ini event organizer dengan standar yang ditetapkan oleh federasi. Saya yakin jika FFI berkolaborasi dengan pihak swasta, akan tercipta banyak kompetisi yang berkualitas serta mengundang banyak sponsor.

Yang jelas, FFI harus menganggap kegagalan Indonesia di Piala AFF 2017 ini sebagai cambukan dan tamparan keras. Jika masih begini-begini saja dan tak ada perubahan signifikan, maka ya futsal Indonesia pun akan begini-begini saja: belum bisa bermimpi masuk Piala Dunia Futsal karena untuk masuk Piala Asia lagi pun, dengan perkembangan pesat negara lain, bisa-bisa hanya akan menjadi khayalan saja.

-Donzol

Penulis adalah pelatih futsal profesional dengan akun Twitter @donzol


Tulisan ini adalah hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar