Latar Belakang yang Membentuk Ketangguhan Luka Modric

Cerita

by Redaksi 24

Redaksi 24

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Latar Belakang yang Membentuk Ketangguhan Luka Modric

Nama Luka Modric terselip dalam daftar 30 pesepakbola yang masuk dalam nominasi penghargaan Balon d’Or 2017. Ini merupakan momentum kedua bagi pemain asal Kroasia itu masuk dalam nominasi penghargaan pesepakbola terbaik versi Majalah France Football itu dalam dua tahun terakhir.

Meski pada tahun lalu trofi Balon dOr lepas dari genggaman Modric, namun setidaknya masuknya nama gelandang asal Kroasia tersebut dalam nominasi peraih penghargaan dalam dua tahun berturut-turut itu bisa menjadi sinyal dari betapa pentingnya sosok pemain bernomor punggung 10 itu di barisan tengah Real Madrid.

Melihat performanya dalam dua musim ke belakang, Modric tampil dalam 85 penampilan di semua ajang dengan catatan empat gol dan sembilan asis. Torehannya memang tidak terlalu menonjol dari segi produktivitas gol dan asis, namun statusnya tetap aktor penting lini tengah Los Blancos.

Modric menjadi sosok penting bagi keberhasilan Madrid meraih dua gelar Liga Champions berturut-turut pada musim 2015/2016 dan 2016/2017. Di Liga Champions musim lalu, Modric terlibat dalam 11 pertandingan dari total 13 pertandingan yang dilakoni Madrid. Ia hanya absen dalam dua laga karena mengalami cedera, sisanya ia selalu ditampilkan sebagai pemain utama.

Statistik aksinya pun menunjukkan pentingnya Modric bagi Madrid. Per laga Modric bisa mencatatkan 1.09 umpan kunci, unggul dari Isco Alcaron yang rata-rata melakukan satu umpan kunci saja. Selain itu total operannya musim lalu di Liga Champions pun mencapai 65 per laga, unggul atas Isco (44.43), dan hanya kalah tipis dari Toni Kroos yang mencatatkan 68.92 total operan.

Masuk dalam kandidat peraih Balon d’Or mungkin menjadi sebuah apresiasi pelaku sepakbola Eropa atas kinerjanya yang luar biasa dalam satu musim. Namun dalam perebutan gelar tersebut Modric bukan salah satu yang cukup difavoritkan, mengingat sosok Cristiano Ronaldo jauh lebih difavoritkan, karena selain berhasil memberikan kesuksesan bagi Madrid, ia sukses membawa Portugal meraih gelar juara di Piala Eropa 2016 lalu.

Modric, Pesepakbola yang Ditempa Perang

Baca Juga: Luka Modric, Mesin Generator yang Membuat Galacticos Menyala Terang

Melihat Modric sebagai pesepakbola yang memiliki sikap rendah hati dan sederhana, agaknya trofi-trofi prestisius yang telah diraih bersama Los Blancos sudah lebih dari cukup untuk dijadikannya sebagai tinta emas dalam perjalanan kariernya yang dipenuhi lika-liku dan duka. Bisa menjadi pesepakbola dunia seperti sekarang ini, sudah menjadi prestasi tersendiri baginya.

Sebagai pengingat, Modric adalah pesepakbola asal Kroasia yang lahir pada tahun 1985. Pada masa itu, hari-hari Modric kecil dihiasi serangkaian marabahaya yang bisa mengancam nyawanya kapan saja akibat perang sipil. Modric berasal dari daerah Modrici, salah satu kota kecil di lereng Pegunungan Velebit. Wilayah tersebut memang rawan sekali terjadi konflik.

Masa kecilnya banyak dihabiskan bersama Sang Kakek, Luka sr, karena kedua orang tuanya, Stipe (Ayah) dan Radojka (Ibu) banyak menguras tenaga di pabrik rajut dekat tempat tinggalnya. Modric sangat dekat dengan Kakeknya itu, ia tumbuh dan berkembang di bawah pengawasannya. Namun duka harus ia rasakan saat tahun 1991, saat kakeknya terbunuh di tangan pemberontak Serbia. Melihat kondisi yang semakin kacau, Modric dan keluarganya memutuskan pindah ke kota Zakar.

Bisa dibilang Modric dan keluarganya merupakan pengungsi di tengah kecamuk perang. Modric bersama keluarganya pun tinggal di sebuah rumah susun di Kolovare. Minat untuk menggeluti sepakbolanya semakin terlihat di pengungsian, di tempat tersebut ia juga bertemu dengan Marko Ostric, yang kelak di masa depan keduanya sama-sama menjadi pesepakbola profesional walau berbeda nasib.

Ostric banyak menghabiskan karier di kompetisi domestik, sementara Modric berhasil melanglang buana hingga belahan Eropa lainnya dan bermain di timnas serta di salah satu kesebelasan terbaik dunia. Meski begitu persahabatan Ostric dan Modric masih berlangsung hingga sekarang.

Di pengungsian, bersama Ostric, Modric menghabiskan hari-harinya dengan bola yang tak pernah lepas dari kakinya. Tidak peduli itu adalah lorong atau tempat parkir, Modric dan Ostric selalu memainkan bola tanpa kenal lelah. Salah satu pekerja rumah susun tempatnya tinggal sering melihat Modric bermain dan ia suka dengan antusias dan semangat Modric.

Si pekerja itu kemudian menghubungi direktur NZ Zadar, Josip Bajlo, untuk melihat permainan Modric yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Setelah melihat langsung permainannya, Bajlo tertarik kepada bakat Modric. Ia langsung menawarkan Modric untuk daftar di sekolah dasar dan akademi olah raga setempat.

Namun keluarganya dalam kondisi ekonomi yang sulit. Beruntung ia memiliki paman yang dermawan hingga bantuan finansial agar Modric bisa mengeyam pendidikan pun didapatkan. Di akademi NZ Zadar, Modric terus berkembang hingga pada usia 12 tahun ia mendapat tawaran mengikuti seleksi di Hajduk Split. Bukan kepalang ia merasa senang dan bangga, sebab itu adalah klub yang ia idolakan.

Hanya saja Modric dikecewakan oleh klub yang amat ia idolai itu. Pertimbangan postur Modric yang kecil membuatnya gagal masuk ke dalam tim. Modric sempat putus ada dan tidak bermain sepakbola dalam waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya, Tomislav Basic, kepala Akademi NZ Zadar pun datang untuk mengembalikan kembali semangat dan kepercayaan diri Modric yang hancur karena penolakan Hajduk.

Basic bisa mengembalikan kepercayaan diri Modric yang mulai kembali bermain dengan semangat yang lebih tinggi dari sebelumnya. Modric terus mengasah bakatnya, Besic juga berusaha keras agar karier Modric berkembang, salah satunya dengan terus membujuk Dynamo Zagreb agar mau untuk melihat talenta emas Modric. Ia akhirnya masuk ke Zagreb, namun dengan status sebagai penggawa tim muda yang berusaha keras mencapai tempat utama.

Baca Juga: Luka Modric Terancam Dipenjara

Modric juga sempat dipinjamkan ke beberapa kesebelasan, hingga akhirnya Zagreb pun memberikan kontrak berdurasi 10 tahun kepada pemain yang sempat bermain untuk Tottenham Hotspur itu menyusul penampilan sensasional yang ditunjukkannya bersama Inter Zapresic. Mulai dari sana kehidupan Modric berubah, uang banyak yang didapatnya dari kontrak tersebut tak ia hamburkan untuk kepentingannya sendiri. Uang tersebut ia belikan rumah untuk keluarganya, hingga keluarga Modric pun pindah dari rumah pengungsian itu dan memulai hidup baru dengan menanggalkan status pengungsi.

Pernah Dianggap Sebagai Pembelian Terburuk

Penampilan Modric terus menjadi pusat perhatian. Dari total 68 pertandingan bersama Zagreb, 21 gol dan 21 asis berhasil disumbangkannya. Klub-klub besar Eropa siaga satu untuk bisa mengamankan jasa pemuda Kroasia itu.

Barcelona melalui Bojan Krkic sr. mendaratkan Modric ke Catalonia. Namun Dewan Klub tak mengindahkan keinginan Bojan yang amat menginginkan Modric bergabung bersama Blaugrana. Arsenal juga sempat dikabarkan berada di garda depan untuk memboyong Modric. Namun Arsene Wenger mundur dari persaingan. Hingga akhirnya Tottenham Hotspur yang dilatih Juande Ramos maju mengamankan jasa Modric pada jendela transfer musim panas tahun 2007.

Keputusan mengejutkan dibuat Ramos yang memainkan Modric di pos sayap kiri. Itu adalah keputusan yang membingungkan mengingat Modric sejak dulu ditempa untuk menjadi seorang gelandang tengah. Kinerjanya di sayap kiri tak terlalu mengilat, Juande Ramos kemudian dipecat hingga masuklah Harry Redknapp, yang sudah menyadari potensi dan bakat Modric.

Di bawah komando Redknapp, Modric semakin menggila, sosoknya semakin terlihat sebagai jenderal permainan dari lapangan tengah yang membuat permainan taktis Spurs di bawah komando Redknapp berjalan sempurna.

Bersama Spurs, Modric tampil dalam 160 penampilan dengan mencetak 17 gol. Pada musim 2011/2012 Modric pun dilepas dengan berat hati ke Real Madrid. Musim pertamanya di Santiago Bernabeu tak berjalan sesuai dengan harapan. Masa persiapan yang minim di pra musim dan kokohnya posisi Xabi Alonso, Mesut Oezil, dan Sami Khedira membuat pemain berusia 32 tahun itu seakan tidak memiliki peluang bermain di tim utama.

Pada akhir tahu 2012, Marca mengadakan jajak pendapat dengan para penggemar sepakbola di Spanyol. Hasil yang mengejutkan, karena Modric masuk dalam jajaran pembelian terburuk, bersama Alex Song dari Barcelona. Tapi Modric adalah pria yang lahir di negeri penuh konflik, tekanan semacam itu bukan apa-apa baginya. Saat satu per satu saingannya hengkang, ia mampu membuktikan diri dan menjadi sosok vital di lini tengah Madrid, terlebih saat tampuk kepemimpinan di pegang Carlo Ancelotti hingga kini Zinedine Zidane.

Foto: Goal.com, AS

Komentar