Bedah Taktik Finalis UCL: Juventus

Taktik

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Bedah Taktik Finalis UCL: Juventus

Akhir musim 2016/2017 akan ditutup oleh laga besar di Millenium Stadium, Cardiff, bertajuk partai final Liga Champions 2017. Dua raksasa Eropa, Juventus dan Real Madrid, akan berjibaku untuk menentukan siapa yang terbaik di Eropa tahun ini. Kedua kesebelasan sendiri merupakan juara di masing-masing liga domestik.

Kedua kesebelasan punya ambisi masing-masing untuk menyempurnakan musim mereka. Dan di kubu Juventus, mereka bertekad menjuarai Liga Champions 2017 untuk melengkapi dua trofi domestik yang sudah mereka genggam. Trofi Liga Champions akan membuat kesebelasan berjuluk Si Nyonya Tua ini meraih treble, pencapaian prestisius di Eropa.

Juventus memang tampil sensasional musim ini, khususnya di Liga Champions. Dari 12 laga, skuat besutan Massimiliano Allegri ini tak sekalipun menelan kekalahan (Real Madrid sekali kalah). Juve berhasil menang di sembilan laga, imbang tiga kali. Kesebelasan-kesebelasan yang dikalahkan pun bukan kesebelasan sembarang, dimulai Sevilla, Dinamo Zagreb dan Olympique Lyon di fase grup, serta FC Porto, Barcelona dan AS Monaco di fase gugur.

Dan atas pencapaian mereka sepanjang musim ini, meski lawan yang akan mereka hadapi adalah peraih gelar Liga Champions terbanyak, Juventus tampaknya punya kans juara yang sama. Juventus sekarang bukan Juventus yang dipecundangi Barcelona pada final Liga Champions 2015. Para pemain dan pelatih Juventus pun begitu percaya diri bisa mengakhiri musim ini dengan sempurna; treble winners.

Salah satu kekuatan Juventus musim ini seimbang dalam menyerang dan bertahan. Lini serang Juve membuat lini pertahanan lawan kocar-kacir, sementara lini pertahanan membikin lini serang lawan tak berdaya. Strategi yang diterapkan Allegri pada musim ini memang meningkatkan kualitas Juventus dan berpotensi meraih gelar Liga Champions yang terakhir kali mereka dapatkan 21 tahun yang lalu.

Peran Penting Pemain Sayap

Dari 12 laga untuk melangkahkan Juventus ke final, secara gemilang pertahanan Juventus hanya kebobolan tiga gol saja. Jumlah tersebut lebih banyak satu gol dari FC Kobenhavn yang kebobolan dua gol pada Liga Champions musim ini. Hanya saja Kobenhavn hanya bermain sebanyak enam kali, langsung tersingkir sejak fase grup. Sementara Juventus menjalani pertandingan dua kali lebih banyak.

Maka tidaklah berlebihan jika menyebut Juventus punya pertahanan terbaik di seantero Eropa saat ini. Trio MSN (Messi, Suarez, Neymar) dibuat ompong pada dua leg perempat final. Sementara AS Monaco yang mencetak lebih dari 100 gol pada musim ini hanya mencetak satu gol saja ke gawang Gianluigi Buffon.

Kokohnya pertahanan Juventus sendiri tak lepas dari peran pemain sayapnya. Para pemain sayap, baik itu full-back dan winger dalam formasi 4-2-3-1 atau wing-back dan winger dalam formasi 3-4-2-1, menjadi tokoh utama dalam sulit ditembusnya pertahanan Juventus.

"Tak penting kami memasang tiga atau empat bek di lini pertahanan, semuanya relatif. Kesebelasan ini bertahan dengan 11 pemain," ujar bek Juventus, Giorgio Chiellini, pada laman resmi Juventus.

Di sisi kanan, jika bermain dengan skema tiga bek (kemungkinan di final akan menggunakan skema tiga bek), Daniel Alves akan menjadi pemain pertama yang menutup jalur operan serangan sisi kiri lawan. Di saat bersamaan, Alex Sandro mundur sejajar dengan trio BBC (Bonucci, Barzagli, Chiellini). Mario Mandzukic akan sejajar dengan Alves dan duo gelandang, Miralem Pjanic dan Sami Khedira. Karenanya tak heran Juve sering terlihat bertahan dengan 4-4-2 ketika tak menguasai bola.

Sementara jika lawan menyerang lewat sisi kanan, selain Alex Sandro, Mario Mandzukic juga kerap kali bertugas sebagai tembok pertama pertahanan untuk mempertahankan pola 4-4-2. Dengan penyerang asal Kroasia tersebut yang rajin membantu pertahanan, Juve memang cukup seimbang baik dari sisi kanan maupun kiri.

Selain pola 4-4-2, pola 5-3-2 juga bisa menjadi alternatif lain bentuk pertahanan Juventus. Selain Alves dan Sandro yang sejajar dengan tiga bek, Mandzukic juga bisa menjaga kedalaman bersama duo gelandang. Bentuk dan pola pertahanan menjadi yang terpenting bagi Juventus, untuk menjaga kerapatan, karena Juventus lebih banyak menghentikan serangan dengan cara memotong bola, bukan merebut bola.

Karenanya tak heran gelandang Juve diisi oleh gelandang yang bukan seperti N`Golo Kante di Chelsea atau Casemiro di Real Madrid. Gelandang Juve justru diisi oleh gelandang soft, Pjanic dan Khedira. Skema ini efektif, di Liga Champions Juve mencatatkan 172 intersep (terbanyak kelima) dan 247 sapuan (terbanyak keempat).

Maka dari itu, salah satu kelemahan Juventus dalam strategi ini adalah jika para pemain sayap mereka berhasil dikunci lawan. Pada laga Serie A melawan AS Roma misalnya, Juve kalah 3-1 tak lepas dari tertekannya full-back mereka oleh agresivitas winger Roma yang diisi Stephan El Shaarawy dan Mohamed Salah. Juve yang kala itu memasang pola 4-2-3-1 menempatkan Kwadwo Asamoah dan Stephan Lichtsteiner di kedua full-back.

Pada laga final, Juve memang akan menurunkan Alves dan Sandro sebagai pemain utama Juventus di sayap. Namun laga melawan Roma tersebut menunjukkan bahwa Juventus pun bisa kesulitan jika full-back mereka tak mampu menjalankan perannya sebagai penyeimbang dengan baik. Sementara kubu lawan, Real Madrid, punya serangan sayap yang kerap merepotkan lawan-lawannya. Selain ada Cristiano Ronaldo, sokongan dari kedua full-back seperti Marcelo pun bisa membuat kedua full-back tidak leluasa membantu penyerangan karena mendapatkan tugas ekstra di lini pertahanan.


Selengkapnya: Pentingnya Peran Bek Sayap untuk Menjaga Keseimbangan Permainan Juventus

Komentar