Irisan Surga dan Neraka dalam Derbi Avellaneda

Cerita

by redaksi

Irisan Surga dan Neraka dalam Derbi Avellaneda

Pekan ke-24 Divisi Utama atau Primera División Argentina menjadi pekan paling sibuk sepanjang musim 2016/2017 ini. Penyebabnya, pada pekan ke-24 kompetisi level satu sepakbola Argentina itu akan memainkan tujuh pertandingan sekota atau lazim dijuluki partai derbi.

Membayangkan apa yang akan terjadi, kesibukan sudah barang tentu menjadi hal yang terjadi. Elemen-elemen dalam sepakbola di Argentina seperti para suporter, kepolisian, dan media yang paling disibukkan di luar 14 kesebelasan yang akan memainkan duel sekota.

Maklum, Divisi Utama Argentina mengenal adanya sembilan partai derbi. Dari total tersebut, tujuh di antaranya akan dimainkan pada pekan ke-24. Argentina kebanjiran derbi di akhir pekan ini.

Pertama akan ada derbi Rosario antara Newell`s Old Boys melawan Rosario Central. Pertandingan tersebut, bakal digelar pada Senin (15/5) dinihari WIB. Kemudian dilanjut dengan derby Santa Fe antara Colon melawan Union.

Selain itu, masih ada pertandingan antara Estudiantes melawan Gimnasia La Plata yang dijuluki sebagai Platense Derby. Pergulatan dua tim asal Kota La Plata itu bakal digelar pada Minggu (14/5) dini hari WIB. Kemudian ada derby Kota Huracán yang mempertemukan San Lorenzo melawan Huracán pada hari yang sama. Dilanjut, dengan partai Córdoba derby antara Belgrado melawan Talleres de Córdoba.

Dari sekian banyaknya partai derbi yang akan tersaji, derbi Kota Buenos Aires antara River Plate melawan Boca Juniors menjadi yang paling menyita perhatian. Derbi tersebut terkenal dengan nama Superclásico dan dianggap sebagai pertandingan dua kesebelasan sekota paling panas bukan hanya di Argentina, bahkan di dunia, mengalahkan panasnya El Clásico (Barcelona melawan Real Madrid) atau derbi manapun di Inggris (Derbi Manchester, Derbi London Utara, Derbi Liverpool, Derbi County, dan lain sebagainya).

Laga ini, bersama juga dengan Derbi Kıtalararası/Kontinental (Fenerbahçe di Istanbul bagian Asia melawan Galatasaray di Istanbul bagian Eropa) dan Old Firm Derby (Celtic melawan Rangers), adalah salah satu laga terpanas di sekolong langit, dan bahkan mendapatkan julukan sebagai laga yang abadi.

Superclásico antara Boca Juniors dan River Plate akan digelar pada Senin (15/5) dini hari WIB di kandang Boca, La Bombonera Stadium.

"Derbi terpenting kedua di Argentina"

Laga Superclásico boleh menjadi laga terpanas di Liga Argentina sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Namun, jangan lupakan pula Derbi Avellaneda yang tak kalah panas dengan persaingan antara River dan Boca di Buenos Aires. Derbi ini diberi label sebagai "derbi terpenting kedua di Argentina setelah Superclásico".

Derbi Avellaneda mempertemukan Club Atlético Indipendiente melawan Racing Club de Avellaneda (ini kesebelasan sepakbola, bukan klub balap). Pada akhir pekan ini, pertandingan derbi tersebut bakal digelar dua jam setelah Superclásico.

Sama halnya dengan Superclásico, Derbi Avellaneda juga menawarkan rivalitas sengit yang kerap berujung pada kericuhan yang melibatkan dua kelompok supporter, bahkan pemain. Pada 26 November 1961 pertandingan antara Indipendiente melawan Racing Club sempat terhenti beberapa menit karena terjadi baku hantam antar pemain dari dua kesebelasan. Akibatnya, delapan pemain (empat Racing dan empat Indipendiente) diusir wasit. Dengan menyisakan masing-masing tujuh pemain laga tetap berlanjut dan berakhir dengan skor imbang 1-1.

Peristiwa lebih mengerikan terjadi pada tahun 2006. Bukan di Liga Primer Argentina, tragedi itu terjadi di ajang Copa Libertadores. Saat itu, Racing yang tertinggal 2-0 memicu para suporter mereka melakukan tindakan tidak terpuji. Saat itu, fans Racing yang kadung kesal tanpa sebab menyerang polisi yang tengah bertugas mengamankan laga tersebut. Akibatnya, hal tersebut memicu kerusuhan besar yang menjadi kerusuhan terbesar dalam sejarah sepakbola Argentina.

Akibat kerusuhan itu, pertandingan dihentikan. Asosiasi Sepakbola Argentina (AFA) kemudian membuat larangan kepada seluruh suporter untuk tidak menyaksikan pertandingan bila kesebelasannya bermain tandang. Sementara bagi Racing, imbas dari kericuhan tersebut membuat mereka harus menjalani pertandingan usiran.

Sejarah persaingan dan para suporter yang saling membenci

Derbi Avellaneda bisa dibilang sebagai persaingan antara penghuni tetap melawan kesebelasan pendatang. Racing dan Indipendiente sama-sama dilahirkan pada era awal abab ke-20. Kelahiran kedua kesebelasan tersebut hanya berjarak dua tahun saja. Racing, lahir lebih dulu pada 25 Maret 1903. Kemudian pada tanggal 1 Januari 1905, Independente pun didirikan.

Namun, Indipendiente lahir bukan di Avellaneda melainkan di Buenos Aires, baru pada tahun 1907 mereka hijrah ke Avellaneda. Untuk kali pertama, kedua kesebelasan menjalani pertandingan derbi pada 9 Juni 1907. Saat itu, kesebelasan pendatang mampu mengandaskan Racing dengan skor tipis 3-2.

Persaingan kedua kesebelasan tersebut juga dipicu karena Indipendiente sebagai kesebelasan pendatang yang membangun stadion dengan jarak 300 meter saja dari Stadion Juan Domingo Peron sebagai markas Racing. Pada tahun 1907, Indipendiente membangun Stadion Libertadores de America yang berjarak dua blok saja dari Stadion Juan Domingo Peron yang berdiri lebih dulu.

Persaingan panas antara Racing dan Indipendiente juga dipicu oleh kebencian dari dua suporter. Saling ejek dan melempar sindiran kerap dilakukan saat kedua kesebelasan tersebut bentrok. Bahkan, saat Racing dan Indipendiente tidak bertemu dalam pertandingan, isyarat kebencian tetap disuarakan oleh masing-masing supporter di dalam stadion.

Panasnya tensi pertandingan derbi tersebut sudah terasa sepekan jelang pertandingan. Suasana mencekam pasti terasa di seantero Avellaneda. Ketegangan yang terasa itu tidak memandang lawan atau pun kawan. Bila Anda adalah seorang pendukung Racing, yang memiliki sahabat seorang loyalis Indipendiente, maka dalam satu pekan sebelum pertandingan Anda dan sahabat Anda itu tidak akan saling berbicara. Sekiranya, itu yang dikatakan salah satu fans Racing, Luciano Ciccarelli, di buku Derby.

Imej berbeda antara dua suporter

Meski kerap berseteru, namun dua pendukung tersebut memiliki imej berbeda di mata masyarakat. Pendukung Racing yang dijuluki sebagai “Guardian” atau pelindung oleh masyarakat. Julukan tersebut diberikan lantaran kesetiaan pendukung Racing kepada kesebelasan kecintaannya itu. Meski dalam keadaan terpuruk, para supporter tetap datang ke stadion untuk mendukung tim kebanggaannya itu.

Pada tahun 1999, para pendukung Racing bahkan pernah datang ke stadion meski saat itu tidak ada jadwal pertandingan. Hal tersebut dilakukan sebagai aksi protes terhadap pengumuman kebangkrutan kesebelasan yang telah terjadi dalam kurun waktu dua tahun lamanya.

Pada tahun 2010, mereka juga sempat melakukan aksi yang mengundang decak kagum. Di Stadion Domingo Peron, para supporter membentangkan spanduk berukuran 250 x 30 meter. Konon, spanduk tersebut menjadi yang terbesar dalam sejarah sepakbola dunia.

Sementara imej berbeda diterima oleh pendukung Indipendiente. Mereka dianggap sebagai supporter garis keras yang tidak pernah berhenti bernyanyi dan menari di dalam stadion.

Persaingan prestasi

Tidak hanya soal persaingan suporter, dari segi prestasi juga kedua kesebelasan memiliki aroma persaingan yang sengit. Medio 1950-an, menjadi era keemasan bagi Racing. Mereka dianggap sebagai kesebelasan yang mengagumkan pada masa-masa itu. Bahkan, mereka sampai dijuluki “La Academica” karena ketika bermain, para penggawa Racing terlihat superior dan seakan tengah memberi pelajaran sepakbola kepada kesebelasan yang mereka lawan.

Racing, tercatat sebagai kesebelasan Argentina pertama yang memenangi Copa Libertadores pada tahun 1967. Keberhasilan Racing merajai kompetisi Argentina kala itu, tak lepas dari peras Juan Domingo Peron, Presiden Agentina kala itu, yang disebut-sebut memiliki andil besar bagi kesuksesan kesebelasan. Maka tak heran bila nama Peron pun diabadikan sebagai nama stadion Racing karena kontribusinya.

Namun, Indipendiente juga memiliki prestasi yang tak kalah mengagumkan. Meski Racing yang memulai, namun Indipendiente melanjutkan kejayaan kesebelasan asal Avellaneda di Copa Libertadores. Secara beruntun dari tahun 1972-1975 mereka memenangkan gelar di ajang tersebut. Pada tahun 1984, mereka kemudian meraih gelar ke-7 di Copa Libertadores, yang kemudian membuat Indipendiente menjadi tim yang dijuluki “Kings of Cup”.

***

Bagi Indonesia, Divisi Utama Argentina memang masih kalah pamor jika dibandingkan dengan Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol, atau bahkan Liga 1 Indonesia. Namun, beruntung sebenarnya kita bisa menyaksikan Superclásico dan Derbi Avellaneda di televisi, karena keduanya akan disiarkan oleh beIN Sports (silakan cek jadwal siaran langsung pertandingan).

Fakta bahwa terdapat sembilan pertandingan yang berkategori derbi di Divisi Utama Argentina musim ini, dengan tujuh di antaranya dimainkan pada akhir pekan ini, membuat kita hanya bisa membayangkan betapa panasnya situasi di persepakbolaan Argentina di akhir pekan ini.

(SN)

Komentar