Hanya 16 Menit yang Mendefinisikan Atlético Madrid

Analisis

by Dex Glenniza 48563

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Hanya 16 Menit yang Mendefinisikan Atlético Madrid

Tertinggal 3-0 di leg pertama tentunya membuat sebuah kesebelasan, bahkan sekelas Atlético Madrid sekalipun, menghadapi jalan yang terjal. Apalagi lawan yang harus mereka hadapi adalah rival sekota mereka, yaitu Real Madrid. Satu hal yang agak menguntungkan Atlético adalah fakta bahwa pertandingan ini dimainkan di kandang mereka sendiri di Vicente Calderón.

Jika ada satu momen yang paling mendefiniskan Atlético sebagai kesebelasan yang paling terorganisir dan disiplin di Eropa, 16 menit pertama sebenarnya sudah cukup menunjukkannya.

Gol sundulan dari Saúl Ñíguez di menit ke-12 dan gol sepakan penalti Antoine Griezmann di menit ke-16 berhasil menghasilkan momentum yang sangat baik untuk Atlético mengejar defisit tiga gol.

Mereka sadar jika Real mampu mencetak satu gol, apalagi gol pembuka, maka tamatlah riwayat mereka. Namun setelah gol Griezmann tersebut, kita tidak melihat Atlético yang seperti mereka tunjukkan di 16 menit pertandingan, hingga akhirnya Isco mampu mencetak satu gol berharga bagi Real di menit ke-42.

Setelah itu, pertandingan memang masih berjalan dengan intensitas tinggi. Akan tetapi, tidak ada satupun momen yang mampu mendefinisikan kembali Atleico Madrid; kecuali menjelang akhir pertandingan saat mereka masih membutuhkan tiga gol lagi dan saat hujan turun dengan deras, tapi para pendukung mereka tetap setia dan bernyanyi.

Sayangnya, pertandingan tidak dimenangkan oleh semangat tinggi dan nyanyian-nyanyian suporter. Dengan keunggulan agregat 4-2 (meskipun kalah 2-1 di leg kedua), Real Madrid berhak melaju ke final Liga Champions UEFA di Cardiff di awal bulan depan menghadapi Juventus.

***

Atlético memulai pertandingan dengan cepat dan tepat. Diego Simeone, manajer Atlético, menginstruksikan para pemainnya untuk melakukan pressing yang agak berbeda dari biasanya, yaitu dengan menekan sejak bola berada di pertahanan Real. Wajar saja karena mereka butuh banyak gol, dan mereka butuhnya cepat pula.

Dengan menekan di daerah Real, berarti banyak pemain Atlético yang naik ke tengah dan ke depan, sehingga memenuhi lini tengah.

Hal ini adalah satu hal (dari enam hal) yang sesuai dengan yang saya prediksikan pada pratinjau, yaitu kepadatan lini tengah, eksploitasi kelemahan lawan, perubahan skema permainan untuk merespons taktik, pergantian pemain yang efektif, semangat pantang menyerah, dan juga dukungan/hujatan penonton di Vicente Calderón.

Namun bedanya, Atlético melakukannya tanpa mengubah skema awal. Mereka tetap memainkan 4-4-2 sejajar menyempit.

Berikutnya, Atlético juga berhasil mengeksploitasi kelemahan lawan mereka, yaitu melalui umpan silang, ditambah kombinasi dengan pemanfaatan set-piece. Gol pertama dari Saúl berawal dari umpan silang pada sepak pojok. Selain itu, pada 16 menit awal, Atlético juga mencatatkan enam umpan silang (berbanding satu untuk Real).

Mengawali pertandingan dengan sangat cepat membuat Real kelabakan. Atlético mampu mencatatkan 8 tembakan (3 on target) pada 16 menit tersebut, berbanding dua (keduanya tepat sasaran) milik Real. Jika bukan karena keunggulan 3-0 di leg pertama, Real pasti sudah lebih panik.

Alih-alih panik, Zinedine Zidane, manajer Real, justru kembali menunjukkan respons yang tepat. Ia tetap menganggap lini tengah adalah kunci pada pertandingan ini, sehingga ia pun melakukan perubahan skema untuk membuat kesebelasannya bisa lebih menguasai lini tengah sambil menurunkan tempo dan tensi pertandingan.

Penguasaan bola Real yang sebenarnya sebelum dua gol Atlético sudah berada pada kisaran 60%, ia berhasil tingkatkan sampai hampir 70% sebelum Isco berhasil mencetak gol.

Berbarengan dengan semakin meningkatnya permainan Real, permainan Atlético justru agak melembek. Mungkin ini wajar, karena jika Atlético terus bermain dengan kecepatan dan tekanan tinggi seperti di 16 menit awal, meskipun itu bisa membuat pertahanan Real panik, tapi mungkin justru akan membuat stamina mereka akan habis sebelum 90 menit, apalagi jika pertandingan harus berlangsung 120 menit jika sampai perpanjangan waktu.

Di sepakbola, terutama pada pertandingan dua leg, kunci kemenangan bisa jadi bisa didapatkan dengan mempertahankan momentum. Tapi dengan menurunkan tekanan, Atlético seperti memberi kesempatan untuk Real mencuri momentum tersebut.

Hal ini tentunya ingin dihindari oleh Simeone. Tapi ia tidak lantas langsung menurunkan tekanan. Hanya, tekanan yang dilakukan Atlético diubah daerahnya.

Sebelumnya Atlético menekan di daerah yang tinggi. Tapi setelah unggul 2-0 (masih tertinggal 2-3 secara agregat), mereka mengganti tekanan tersebut di daerah yang lebih rendah. Pada kenyataannya, tekanan yang dilakukan oleh Atlético masih tinggi, namun daerahnya saja yang berubah.

Perubahan daerah menekan ini nyatanya membuat Zidane bisa merespons taktik dengan tepat pula. Ia beruntung memiliki pemain-pemain tenang seperti Toni Kroos, Luka Modric, dan Isco. Dengan dibantu Karim Benzema yang sering turun dan bergerak melebar, lini tengah Real berhasil menjadi pembeda dinihari tadi sekaligus menjadi faktor utama kemenangan (secara agregat) dari Real.

Pada gol Isco misalnya, kita bisa melihat Benzema yang ditekan oleh tiga pemain Atlético, tapi mampu keluar dari tekanan tersebut dan mengirimkan umpan kepada Kroos. Tendangan Kroos berhasil diselamatkan oleh Jan Oblak (sejujurnya ini adalah penyelamatan kelas dunia), tapi bola muntahan berhasil dimanfaatkan oleh Isco.

Pada saat gol tersebut juga kita bisa meninjau jika ada delapan pemain Atlético di dalam kotak penalti mereka sendiri. Ini menunjukkan sebenarnya Atlético sudah berencana untuk bertahan dengan baik. Namun, berhasil lolosnya sepakan Kroos dan sepakan Isco yang menghasilkan gol, menunjukkan juga kepada kita jika konsentrasi pertahanan Atlético sempat terpecah pada momen gol tersebut.

***

Sampai akhir pertandingan, Real berhasil mencatatkan 64% possession yang menandakan kekuasaan mereka atas pertandingan, 88% akurasi operan (berbanding 69% milik Atlético) yang menandakan ketenangan pemain-pemain mereka, 33 dribel sukses (Atlético 9) yang menandakan kecepatan mereka, dan 19 intersep (Atlético 9) yang menandakan ketepatan posisi pemain-pemain mereka.

Real memang hanya berhasil mencatatkan satu gol, tapi satu gol itu sudah cukup mengantarkan mereka menuju ke final di Cardiff meskipun mereka kebobolan dua gol.

Fakta bahwa terdapat 18 tembakan untuk Atlético (7 on target) dan 20 tembakan untuk Real (6 on target) membuat kita tahu jika pertandingan ini adalah pertandingan yang menarik, apalagi menjelang akhir pertandingan kita bisa terus mendengar suara nyanyian suporter Atlético di Calderón di bawah hujan yang turun seperti tangisan mereka.

Satu pelajaran berharga pada pertandingan dinihari tadi adalah bahwa Atlético benar-benar bisa mendefinisikan diri mereka pada 16 menit awal. Akan tetapi, turunnya daerah tekanan mereka setelah itu, dikombinasikan dengan respons tepat Zidane, membuat hanya 16 menit itulah yang bisa mendefinisikan Atlético Madrid.

Jika kita melupakan papan skor dan mengikuti narasi pertandingan dinihari tadi, laga tersebut (dengan pengecualian kita untuk memaafkan jika Atlético “khilaf” saat gol Isco) menunjukkan ancaman yang nyata dari organisasi, kedisiplinan, dan intensitas Atlético (terutama di 16 menit pertama), sekaligus juga menunjukkan kemampuan taktikal Real yang terlihat selalu tepat merespons taktik lawan-lawannya.

Foto: Squawka

Nantikan analisis selengkapnya di About the Game di detikSport.

Komentar