Mengenal Comproprietà dan Kontroversinya

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Mengenal Comproprietà dan Kontroversinya

Oleh: Haris Chaebar

Bagi pecandu sepakbola, mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah-istilah untuk transfer pemain dalam sepakbola. Pastilah kita mengenal dari istilah transfer yang awam seperti pembelian dan peminjaman atau loan, hingga yang agak khusus semacam buy-back clause (pembelian kembali) dan buy out clause, untuk mengikat pemain dengan banderol tertentu.

Tetapi selain yang tertera di atas, ada istilah lain untuk transfer pemain yakni Comproprietà. Apa arti dari istilah transfer ini? Secara terminologi (kosakata), comproprietà berasal dari bahasa Italia yang artinya “kepemilikan bersama” atau jika dalam bahasa Inggris berarti co-ownership.

Dalam wujudnya, bentuk transfer Comproprietà dahulu sering dipakai di Italia dan beberapa wilayah Amerika Selatan, namun kini kebiasaan itu sudah mulai ditinggalkan oleh banyak klub-klub sepakbola. Penyebab kenapa makin jarang klub yang melakukan deal transfer dengan cara comproprietà tak lain karena bentuk transfer ini yang rawan memunculkan kerumitan.

Salah satu yang paling heboh, tentulah kasus sengketa transfer legenda Real Madrid, Alfredo Di Stefano. Singkat cerita, pemain yang lahir Argentina ini menjadi buruan dua klub yang paling tenar sejagad, Real Madrid dan Barcelona.

Tahun 1953, Di Stefano ternyata dimiliki oleh dua klub, Millionarios asal Kolombia dan River Plate dari Argentina. Yang menjadi kontroversi, saat itu Madrid mengajukan tawaran ke Millionarios dan terjadi kesepakatan, akan tetapi di satu sisi Barcelona pun memberi tawaran ke River Plate yang juga disepakati oleh mereka.

Status kepemilikan Di Stefano pun masih belum benar-benar jelas karena keterangan dari berbagai versi yang berbeda-beda. Apakah hanya milik Millionarios, dimiliki bersama dengan River Plate ataukah River Plate hanya punya hak pakai atas si pemain. Pada akhirnya, Di Stefano berlabuh ke Madrid, setelah saga transfer ini (sedikit banyak) diintervensi oleh diktator Spanyol, Jenderal Franco.

Dalam comproprietà pada dasarnya si pemain hanya terdaftar untuk bermain di satu klub saja. Tetapi, dalam perjanjian kontrak si pemain, tercantum ketentuan mengenai dual kepemilikan pemain. Kemudian apabila ada urusan transfer, maka kedua klub itu akan berunding untuk menyepakati perihal masa depan pemain.

Pemain akan menjadi bermain bagi klub pertama atau kedua atau mungkin dipinjam atau dijual dengan harga berapa, itu juga tergantung kesepakatan yang dicapai kedua klub tersebut. Lalu bagaimana kontrak pemain habis? Kedua klub itu pula yang akan berunding terkait perpanjangan kontrak sang pemain.

Negosiasi tentang akan diapakan (dijual, dipinjamkan, dibeli setengah hak miliknya atau perpanjangan kontrak) pemain comproprietà ini memang sering berjalan alot antar tim yang terlibat.

Di Italia, ketika terjadi deadlock atau kebuntuan dalam negosiasi comproprietà, maka pihak Lega Calcio akan menjadi fasilitator lelang pemain. Lelang ini bersifat tertutup, jadi antar dua tim yang sama-sama memiliki hak atas si pemain itu, tidak akan tahu berapa harga yang diajukan oleh klub lawan dalam lelang.

Cerita aneh pernah terjadi di Italia ketika Inter dan Bologna gagal bersepakat tentang masa depan Emiliano Viviano pada 2011 silam. Kala itu, Viviano tampil memikat bersama Bologna dan Roma pun tertarik membelinya melalui Bologna. Karena tak ada kesepakatan antar dua pemilik Viviano (Inter-Bologna) hingga tenggat waktu kepemilikan bersama usai, lelang tertutup pun dilakukan.

Direktur olahraga Bologna saat itu, Stefano Pedrelli melakukan blunder fatal. Tawaran Bologna sebenarnya 4,72 juta euro lebih besar dari Inter yang hanya 4,2 juta euro. Pedrelli mengira angka 4,72 itu dibagi dua dan ditulis dalam form berbeda. Ia menulis 2,36 juta euro di dua form tersedia. Jadi tawaran untuk Viviano, sesuai yang tertulis hanyalah 2,36 juta euro dan Inter lah yang akhirnya memenangi lelang pemain comproprietà ini.

Bahkan Bologna sampai menghubungi pihak Lega Calcio guna mengklarifikasi hal itu, namun apa daya lelang sudah disahkan dan tidak mengubah hasil lelang tersebut. Bologna pun kehilangan kesempatan deal 12 juta euro dari Roma untuk Viviano. Saking kesalnya, Albano Guaraldi presiden Bologna saat itu mengibaratkan mereka telah terpeleset kulit pisang karena ulah “sendiri” terkait transfer Viviano, dilansir corrieredellosport.it

Meski rumit, beberapa klub masih memandang jalan comproprietà sebagai hal yang bagus untuk mengamankan pemain muda berbakat dan Juventus sebagai contoh dalam beberapa tahun lalu. Juve dengan pintar membeli Mauricio Isla, Kwadwo Asamoah, Manolo Gabbiadini, Simone Zaza dan Domenico Berardi dengan cara ini.

Logikanya sederhana, dengan cuma membeli separuh kepemilikan maka biaya transfer yang dikeluarkan tidak terlalu banyak. Kemudian, andai si pemain tampil apik, tinggal beli saja separuh kepemilikannya itu atau sebaliknya jika bermain jelek, maka tidak terlalu sia-sia lah karena itu diawal hanya membeli separuh hak milik saja.

Asamoah bermain apik di Juve setelah dibeli separuh kepemilikannya dari Udinese dan akhirnya ditebus seluruh kepemilikannya, sedangkan Isla justru bertolak belakang dengan Asamoah. Sementara Gabbiadini dan Berardi meski pernah dibeli separuh kepemilikannya, oleh Juve dibiarkan main di klub lain.

Mana kala Gabbiadini dan Berardi bermain bagus di Sampdoria dan Sassuolo, Juve tidak membeli sisa separuhnya tetapi menjual Gabbiadini (yang disaat itu dimiliki bersama oleh Juve-Sampdoria) ke Napoli dan separuh hak milik Berardi dijual penuh ke Sassuolo. Untuk Zaza, Juve akhirnya membeli separuh hak milik atas Zaza yang dimiliki Sassuolo sebesar 18 juta euro pada musim 2015-2016.

Selain comproprietà, adapula kepemilikan pihak ketiga dimana hak pemain bisa dimilik oleh agensi pemain atau investor yang mempunyai hak atas pemain dan/atau juga economic rights atas si pemain.

Inilah sepakbola dengan dinamika yang memang cepat. Mungkinkah nanti akan muncul bentuk atau model baru dalam urusan transfer pemain sepakbola? Kita tunggu saja.

Penulis adalah seorang mahasiswa di sebuah universitas di Yogyakarta. Biasa berkicau di @chaebar_haris


Tulisan ini merupakan kiriman pembaca lewat rubrik Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis

Komentar