Debut Milla, Permainan Indonesia Belum Istimewa

Analisis

by redaksi 59468

Debut Milla, Permainan Indonesia Belum Istimewa

Luis Millla, yang kini menjadi pelatih timnas Indonesia, menjalani debutnya saat Indonesia menghadapi Myanmar pada laga uji tanding internasional. Pada laga yang digelar Selasa (21/03) ini, Indonesia sendiri takluk 1-3 dari Myanmar meski laga berlangsung di kandang Indonesia, Stadion Pakansari, Bogor.

Debut Milla tentu sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat pencinta sepakbola Indonesia. Dengan rekam jejak yang mentereng, masyarakat Indonesia penasaran, seperti apa permainan anak asuh Indonesia di bawah asuhan pelatih asal Spanyol tersebut. Lalu apa saja yang menarik dari debut Milla?

Turunkan 11 Pemain Debutan di Susunan Pemain Utama

Timnas Indonesia dihuni oleh para pemain yang berusia di bawah 22 tahun. Meskipun begitu, laga melawan Myanmar ini dihitung sebagai uji tanding kategori A FIFA, yang artinya masuk dalam kalender FIFA. Sementara itu Myanmar menurunkan skuat terkuatnya, termasuk sejumlah pemain yang memperkuat Myanmar di Piala AFF 2016 lalu.

Yang menarik dari susunan pemain utama Indonesia sendiri adalah 11 pemain pertama yang diturunkan Milla adalah pemain-pemain yang belum pernah membela tim senior. Dua pemain yang sudah memiliki caps di timnas senior, Evan Dimas dan Hansamu Yama, tak dimainkan sejak menit pertama. Hanya Evan Dimas yang kemudian masuk pada babak kedua.

Ezra Walian Masuk Sebagai Pemain Pengganti

Sempat diragukan bisa tampil karena syarat naturalisasinya belum keluar, akhirnya Ezra Walian masuk ke dalam daftar pemain Indonesia yang menghadapi Myanmar. Namun sehari jelang pertandingan, syarat administratif Ezra akhirnya keluar, walau ia tak langsung dimainkan sejak menit pertama.

Ezra masuk pada babak kedua, bermain selama 45 menit. Ia masuk menggantikan pemain yang mencetak gol pembuka Indonesia, Ahmad Nur Hardianto. Sepanjang 45 menit, ia tak terlalu banyak mendapatkan bola atau peluang. Namun terdapat beberapa aksi yang menunjukkan kualitasnya, yang notabene unggul dalam duel-duel fisik. Salah satunya adalah ketika solo run-nya diakhiri dengan tendangan keras melalui kaki kiri, namun mampu ditepis kiper Myanmar. Di babak kedua, Indonesia hanya mencetak tiga tembakan, dua attempts-nya berasal dari peluang Ezra.

Yang perlu menjadi catatan, Ezra baru bergabung dengan timnas sehari jelang pertandingan dan baru mengikuti satu kali latihan. Meskipun begitu, ia langsung dicoba pada laga ini untuk menjawab rasa penasaran Milla akan kemampuannya. Dari segi kebugaran dan kekompakan tim, tentu ia masih perlu adaptasi. Jika ia mendapatkan umpan-umpan yang memanjakannya, Ezra bisa menjadi harapan lini depan timnas.

Permainan Indonesia Belum Istimewa

Milla berasal dari Spanyol, dan pernah menukangi timnas Spanyol U-21. Harapan timnas Indonesia bisa memainkan umpan-umpan pendek a la Spanyol pun membumbung tinggi sebelum pertandingan digelar. Namun sepanjang 90 menit, permainan Indonesia tidak terlalu dominan dengan umpan-umpan pendek.

Umpan-umpan direct masih menjadi andalan Indonesia, seperti kala Indonesia ditukangi Alfred Riedl pada Piala AFF 2016 lalu. Apalagi ketika Evan Dimas masuk pada babak kedua (masuk menggantikan Gian Zola yang juga tampil tak terlalu gemilang), umpan-umpan panjang kerap dilepaskan. Tak hanya dari lini tengah, tapi juga dari para pemain belakang. Hal ini membuat skema build-up Indonesia belum terlihat istimewa. Ezra terlihat cukup berusaha keras untuk mendapatkan bola, yang seharusnya ia lebih banyak beredar di kotak penalti.

Justru Myanmar yang secara permainan tampil lebih baik, seperti ketika terjadinya gol pertama dan (sebelum terjadinya) gol kedua via penalti. Umpan-umpan pendek diperagakan Myanmar dan beberapa kali berhasil menjadi peluang. Belum lagi skema ini dikombinasikan aksi individu beberapa pemainnya yang cukup menonjol.

Transisi Menyerang Full-back Belum Maksimal

Ketika Indonesia bermain dengan umpan-umpan panjang, kecepatan para pemain sayap Indonesia menjadi senjata andalan. Kecepatan dan kemampuan teknik dari Saddil Ramdani dan Febri Hariyadi begitu menonjol pada laga ini. Gol Nur Hardianto pada babak pertama merupakan buah dari kecepatan dan kemampuan teknik dari Saddil yang memberikan umpan silang pada koleganya di Persela Lamongan tersebut.

Jarak antar pemain yang terlalu lebar menjadi masalah pemain Indonesia pada laga ini (atau memang skema yang diterapkan Milla?). Salah satu penyebabnya adalah minimnya support yang dilakukan oleh kedua full-back Indonesia, yang ditempati oleh Ricky Fajrin/Zalnando (kiri) dan Putu Gede (kanan). Febri dan Saddil pun pada akhirnya lebih sering menunjukkan aksi individunya atau melepaskan umpan silang ketimbang memainkan umpan-umpan pendek di sayap pertahanan lawan (seperti Febri-Supardi di Persib misalnya).

Kesimpulan

Dari yang terlihat pada permainan timnas Indonesia melawan Myanmar yang menjadi debut Luis Milla, Indonesia masih memainkan gaya permainan yang tak jauh berbeda dengan permainan Indonesia kala dilatih Alfred Riedl. Namun yang menjadi perbedaan, selain diisi oleh banyak pemain muda, Indonesia kali ini memiliki pemain-pemain yang unggul dalam aksi individu, seperti Febri, Saddil, Bagas Adi, Evan dan Ezra.

Tentu terlalu dini menilai permainan Indonesia dari satu pertandingan saja. Lagipula tak seperti Indonesia yang diisi oleh pemain-pemain debutan minim jam terbang internasional, Myanmar menurunkan skuat terbaik mereka pada laga ini. Hanya saja ini menjadi PR besar bagi Milla yang dibayar cukup mahal oleh PSSI, yang kabarnya mencapai 7 miliar lebih, atau tiga kali lipat dari Alfred Riedl.


Baca analisis lengkap di Detiksport kolom About the Game

Komentar