Cerminan Perbedaan Mentalitas Chelsea dan Arsenal pada Kejadian Sikutan Alonso kepada Bellerin

Analisis

by Dex Glenniza 29044

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Cerminan Perbedaan Mentalitas Chelsea dan Arsenal pada Kejadian Sikutan Alonso kepada Bellerin

Sekarang kita mungkin sudah diyakinkan jika Chelsea adalah calon kuat juara Liga Primer Inggris 2016/2017, sementara Arsenal sekali lagi hanya bisa mengais takdir tahunannya untuk memperebutkan posisi empat besar. Tapi jika kamu belum merasa teryakinkan, baca saja tulisan ini sampai selesai.

Hasil pertandingan di Stamford Bridge semalam (04/02) bisa dibilang mencerminkan hal tersebut. Chelsea berhasil mengalahkan Arsenal dengan skor 3-1.

Gol di awal laga dari Marcos Alonso, dilanjutkan oleh gol solo run indah Eden Hazard, dan gol sang mantan Arsenal (Francesc Fàbregas) yang memanfaatkan kesalahan sang mantan Chelsea (Petr ÄŒech), membuat The Blues kokoh di puncak klasemen dan semakin menjauhi para pesaing mereka.

Sementara satu gol dari Olivier Giroud di akhir laga sudah terlalu terlambat untuk mengubah jalannya pertandingan.

Memainkan susunan dan komposisi pemain yang hampir sama ketika mereka mengalahkan Chelsea 3-0 di Bulan September di Stadion Emirates, hasil pertandingan kali ini ternyata sangat berbeda. Arsène Wenger, yang harus menonton dari tribun penonton, menyikapi badai cedera di kesebelasannya dengan tidak melakukan perubahan yang berarti.

Gambar 1 – Susunan pemain Chelsea dan Arsenal semalam

Hal yang berbeda dari susunan pemain Arsenal dari 25 September 2016 tersebut hanya terletak pada Alex Oxlade-Chamberlain yang menggantikan Santiago Cazorla sebagai gelandang tengah, mendampingi Francis Coquelin.

Di lain pihak, Chelsea yang semalam tentunya adalah Chelsea yang berbeda daripada Chelsea yang The Gunners kalahkan di awal musim ini. Dengan formasi tiga bek, Antonio Conte mampu menurunkan susunan pemain terbaiknya.

Conte dan Wenger menyatakan hal yang sama pada konferensi pers sebelum pertandingan. Mereka berdua menekankan pentingnya kekuatan mental, kemauan untuk memenangkan setiap perebutan bola, dan menunjukkan gairah yang lebih besar daripada lawannya.

Ternyata kata-kata tersebut berhasil direalisasikan oleh Conte. Kita, terutama Gooner, mungkin protes saat Marcos Alonso menyikut Héctor Bellerín pada gol pertama Chelsea. Pada menit ke-13 tersebut, Pedro mengirimkan umpan silang, Diego Costa berhasil menyundul bola itu, bola membentur mistar gawang dan melayang ke udara, menciptakan bola muntahan yang siap disantap di depan gawang.

Bellerín sudah siap untuk menyambut bola untuk menyapunya, tapi tiba-tiba Alonso datang melompat dari belakangnya, ia mengagetkan Bellerín, dan Alonso berhasil menyundul bola tersebut masuk.

Kita bisa melihat berkali-kali dalam tayangan ulang jika Alonso menyikut (dengan tidak sengaja tentunya) Bellerín sampai cedera. Fakta bahwa Bellerín harus ditarik keluar dan digantikan oleh Gabriel mungkin membuat kita bertanya, “Sit, kenapa gak pelanggaran?”

Setelah laga, Wenger berkata bahwa sikutan Alonso kepada Bellerín adalah “100% sebuah pelanggaran” (via The Telegraph). Namun saya melihatnya 100% berbeda.

Sejujurnya, di luar cederanya Bellerín karena hal itu, kita bisa melihat pada kejadian itu siapa yang berhasil merealisasikan wacana konferensi pers pra-pertandingannya: Chelsea, melalui Alonso, lebih kuat, Chelsea lebih terlihat mau memenangkan setiap duel, dan Chelsea menunjukkan gairah ingin menang yang lebih besar.

“Setelahnya [gol pertama], kami (Arsenal) mendapatkan beberapa kesempatan untuk mencetak gol, tapi kami tidak [bisa memanfaatkannya] – itulah yang membedakan kami dengan mereka (Chelsea),” kata Laurent Koscielny setelah pertandingan.

Pernyataan bek asal Prancis tersebut menunjukkan jika Arsenal kurang garang. Pada kenyataannya, Chelsea sangat garang ketika menyerang, mereka berhasil mencetak dua gol dari tiga tembakan on target pertama mereka. Mereka begitu disiplin dalam melakukan serangan balik.

Gambar 2 – Grafis peta permainan (heat map) Chelsea dan Arsenal – sumber: Squawka

Secara umum, Chelsea bermain seperti (jika saya menganalogikan) kita bermain game FIFA atau Pro Evolution Soccer, yaitu melalui kecepatan sayap, selalu berlari (menekan tombol R1), dan to the point. Pada grafis permainan heat map di atas, Chelsea lebih banyak mengalirkan bola melalui sayap. Sementara Arsenal berkutat di belakang dan lini tengah.

Gol pertama dari Alonso tersebut mungkin sedikit mengagetkan. Kita mungkin bisa memaklumi The Gunners. Tapi pemakluman tersebut seolah gugur total pada gol kedua dan ketiga.

Pada gol Hazard dan Fàbregas (gol kedua dan ketiga Chelsea), Arsenal menunjukkan bahwa mereka kurang fokus dan melakukan beberapa kesalahan mendasar secara individual.

Gol solo run Hazard pada menit ke-53 mengakhiri pertandingan secara dini, di mana ia mendapatkan bola dari tengah lapangan dan bisa-bisanya mengerjai pertahanan Arsenal (tercatat ada Koscielny, Coquelin, dan Gabriel yang berhasil dikerjai oleh Hazard) dengan menggiring bola sampai ke depan gawang untuk kemudian menceploskan bola ke gawang ÄŒech.

Gol ketiga The Blues kemudian terjadi karena ÄŒech yang salah mengoper. Ia malah mengoper kepada Fàbregas, yang tanpa ragu melambungkan bola ke dalam gawang yang kosong.

Di saat Chelsea mampu bermain lebih to the point dan garang, Arsenal kesulitan menciptakan peluang dan pada akhirnya, lagi-lagi, hanya mengandalkan umpan silang. Sebanyak 33 umpan silang dilepaskan oleh Arsenal, dengan hanya 6 saja yang sukses. Terlebih Giroud baru masuk pada pertengahan babak kedua.

Gol Giroud memang datang dari cara mainstream seperti ini, meskipun gol tersebut sudah terlambat dan tidak ada artinya (kecuali bagi para manajer tim Fantasy Premier League). Memang, mental, pada akhirnya, berhasil memenangkan pertandingan ini; dan mungkin juga mental lah yang nantinya akan berhasil memenangkan perburuan gelar juara Liga Primer Inggris.

Meskipun Liga Primer masih menyisakan 14 pertandingan lagi, Chelsea dan Arsenal kini terpisah 12 poin. Chelsea di puncak klasemen, Asrenal di peringkat ketiga. Mereka bahkan ketinggalan tiga poin juga dari rival mereka, Tottenham Hotspur, di peringkat kedua.

Jadi, bagaimana? Sudah yakin kalau Chelsea calon kuat juara dan Arsenal kembali akan bernasib sama seperti biasanya (mengais posisi empat besar)? Jika belum atau tidak yakin, tidak apa-apa juga, sih, karena kebebasan keyakinan dan keimanan itu sudah dijamin oleh negara.

Foto: Sky Sports

Komentar