Menelusuri Masa Kelam Cristiano Ronaldo

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi 37357

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Menelusuri Masa Kelam Cristiano Ronaldo

Cristiano Ronaldo saat ini tengah mencapai puncak kariernya di sepakbola. Namun siapa yang menyangka jika pria kelahiran 5 Februari 1985 ini sebelumnya berasal dari keluarga miskin? Lebih dari itu, Ronaldo memiliki banyak cerita kelam sebelum ia bisa menjadi seperti sekarang ini.

Jika Lionel Messi mengidap penyakit kekurangan hormon sebelum menjadi pesepakbola terbaik dunia, Cristiano Ronaldo sempat berada di antara hidup dan mati karena penyakit jantung. Pada usia 15 tahun, Ronaldo harus menghadapi operasi jantung yang bisa mengakhiri kariernya sebagai pesepakbola, bahkan mengakhiri hidupnya.

Ibu Ronaldo, Maria Dolores, menyadari ada yang aneh dengan anaknya ketika mendengar detak jantung anaknya tersebut berdetak lebih cepat dari biasanya. Padahal ketika itu Ronaldo tak melakukan kegiatan berat yang membuat jantung berdetak lebih cepat. Barulah setelah diperiksa, Ronaldo divonis mengidap penyakit jantung.

“Jantungnya berdetak dengan sangat cepat padahal ia tidak berlari,” kata Dolores pada 2009 seperti yang dikutip Daily Mail. “Penyakit ini diketahui setelah pemeriksaan menggunakan laser. Saat itu saya sempat khawatir karena ada kemungkinan ia akan kehilangan kesempatan untuk bermain sepakbola lagi.”

Penyakit jantung terhadap atlet seringkali berakhir tragis. Sebut saja apa yang dialami Marc-Vivien Foe atau Antonio Puerta yang meninggal di lapangan hijau. Lilian Thuram pun buru-buru pensiun ketika menyadari ada yang salah dengan jantungnya. Ronaldo pun berada dalam situasi yang tak jauh berbeda.

Meskipun begitu, Ronaldo tak menganggap penyakitnya tersebut merupakan sesuatu yang berbahaya bagi karier dan kehidupannya. Yang hanya ia ingin tahu adalah ia harus bisa kembali sehat agar bisa melanjutkan kariernya sebagai pesepakbola. Sejak kecil, Ronaldo memang sangat jatuh cinta dengan sepakbola.

“Cristiano tak begitu khawatir dengan penyakitnya. Ia tak ingin menganggap bahwa penyakitnya tersebut merupakan penyakit yang serius. Justru saya lah yang benar-benar ketakutan,” ungkap Dolores.

Beruntung, operasi jantung Ronaldo berjalan dengan lancar. Melalui perawatan intensif Ronaldo pun segera pulih. Bahkan beberapa hari setelah operasi ia memaksa untuk kembali latihan dan menjalani kembali kehidupannya sebagai pemain akademi Sporting Lisbon.

Saat itu, Ronaldo memang sudah memberikan hidupnya pada sepakbola. Pada usia 14 tahun ia dikeluarkan dari sekolah gara-gara melempar kursi pada gurunya. “Saya cukup dikenal di sekolah, tapi saya tidak begitu mengenal banyak teman. Saya tidak tertarik dengan sekolah,” Ronaldo pernah mengakuinya pada Mirror di tahun 2011. “Saya dikeluarkan setelah melempar kursi pada guru saya. Ia tidak menghargai saya.”

Ronaldo kecil memang cukup temperamental. Ia sering mendapatkan bully-an dari rekan-rekannya di sekolah atau pun di kesebelasannya, baik itu di Andorinha maupun Nacional dan Sporting Lisbon, karena aksen Madeira-nya. Kota kelahiran Ronaldo tersebut memang memiliki logat yang berbeda dengan daerah lain di Portugal.

Dalam otobiografinya Ronaldo: Obsession for Perfection, Ronaldo disebutkan kerap menangis saat latihan. Tak hanya ketika menelan kekalahan, tapi juga ketika mendapatkan ejekan dari teman-temannya tersebut. Ia selalu meminta pelatih untuk menelpon ibunya untuk segera menjemputnya pulang.

Namun Ronaldo adalah seseorang yang cepat dewasa. Apalagi jika berkaitan dengan sepakbola, ia sangat profesional dan begitu serius menjalani kariernya. Ia mendedikasikan waktunya untuk berlatih dan berlatih. Hasil latihan kerasnya adalah ketika ia direkrut Manchester United pada 2003. Kepindahannya ke Inggris pun tak membuatnya berpuas hati, justru membuatnya semakin serius dalam berlatih agar ia menjadi yang terbaik.

“Saat itu merupakan pertama kalinya saya naik pesawat. Tapi saat itu juga merupakan momen di mana saya menyadari bahwa saya memang dilahirkan untuk sepakbola,” tukas Ronaldo. “Sebelum saya berusia 21 tahun dan saya berada di Manchester United, saya mulai percaya bahwa saya adalah yang terbaik.”

Keseriusan Ronaldo dalam menjalani kariernya tercermin dengan perilakunya di luar lapangan yang jauh dari masalah. Meski ia sudah bergelimangan harta, ia tak tertarik untuk menjadi pesepakbola kebanyakan yang hidup glamor. Kapten timnas Portugal ini bahkan tak menyukai alkohol dan tato.

“Banyak laki-laki yang suka pergi ke diskotek. Mereka senang bercinta dengan banyak model, mereka sangat suka berpesta, mereka suka menarik perhatian perempuan dengan champagne. Tapi saya lebih baik berlatih dengan benar. Itulah kenapa pemain muda Inggris sangat buruk, tak seperti di Spanyol. Di Spanyol para pemain muda sangat profesional, para pemain muda mereka lebih baik (dari Inggris),” tukas Ronaldo.

Ronaldo sendiri cukup sering terlibat dengan berbagai aksi sosial. Ia mendanai rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh yang terkena tsunami pada 2004 setelah adanya kisah Martunis yang bertahan hidup dengan mengenakan seragam no. 7 (Ralat: no. 10) timnas Portugal. Ia juga mendonasikan 100 ribu paun untuk rumah sakit yang menyelamatkan ibunya dari kanker. Pada 2011, ia menjual Sepatu Emas miliknya seharga 1,5 juta euro yang kemudian disumbangkan untuk pembangunan sekolah di Gaza, Palestina. Masih banyak lagi aksi-aksi sosial yang dilakukan Ronaldo, khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan anak. Selain itu, salah satu alasannya tak memakai tato pun agar ia bisa mendonorkan darahnya, yang ia lakukan beberapa kali dalam setahun.

“Saya mendapatkan 400 ribu paun per pekan dan saya tidak bisa menghabiskan semuanya. Semuanya bertambah banyak. Tapi uang tak mengubah saya, saya tetap orang yang sama,” ujar Ronaldo.

Ronaldo juga dikenal sebagai sosok yang sangat dekat dengan keluarga. Masing-masing keluarganya dibelikan rumah seharga 400 ribu paun. Mereka pun selalu hadir di setiap pertandingan Ronaldo. Ia memang rela jor-joran untuk orang terdekatnya, terlebih mantan pemain Manchester United ini sebenarnya merupakan sosok penyendiri.

“Di sepakbola saya tidak memiliki banyak teman. Orang yang saya percayai? Tidak banyak. Kebanyakan waktu saya habiskan sendirian. Saya sendiri menganggap diri saya sebagai orang yang gemar menyendiri,” ujar Ronaldo pada film otobiografinya.

“Saya memiliki lingkaran pertemanan tersendiri. Mereka adalah orang-orang yang lama bersama saya. Mereka-lah orang-orang yang saya cari. Saya rela membayari mereka hotel berbintang lima, menyewa pesawat untuk mereka, membayar bar. Saya meminum Red Bull sementara mereka meminum champagne seharga seribu paun per botol. Tak masalah bagi saya, saya senang jika teman-teman saya senang,” tutur Ronaldo pada wawancara dengan Mirror.

***

Dengan berbagai masa kelam yang pernah ia lewati, mungkin Ronaldo menjadi pribadi yang lebih cepat dewasa. Hal ini terlihat dengan sedikit masalah yang menghampirinya juga kariernya yang terus semakin mengilap. Kepribadiannya yang cukup peka dengan situasi sosial pun membuat Ronaldo mengundang decak kagum banyak orang lewat aksi-aksinya baik di dalam maupun di luar lapangan.

Baca juga:

Maria Dolores, Sosok Ibu yang Hampir Menggugurkan Ronaldo

Cerita di Balik Nama Cristiano Ronaldo

Komentar