Naluri (Id) Payet yang Membuatnya Seperti Itu

Cerita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Naluri (Id) Payet yang Membuatnya Seperti Itu

Dalam beberapa generasi ke depan, sosok Dimitri Payet mungkin akan menjadi sosok yang dibenci oleh publik West Ham United. Ini terjadi karena Payet menuruti nalurinya dan pindah ke Olympique de Marseille pada bursa transfer musim dingin 2017.

Payet adalah sosok yang begitu dipuja di West Ham. Didatangkan dari Marseille pada bursa transfer musim panas dengan mahar 15 juta euro, ia langsung menjadi pujaan publik The Hammers setelah tampil gemilang dan membawa West Ham finis di peringkat 10 besar Liga Primer 2015/2016. Penampilan fantastisnya bersama West Ham ini pulalah yang membawanya masuk tim nasional Prancis untuk Piala Eropa 2016.

Namun, semua berubah pada musim 2016/2017. Payet tidak lagi tampil garang seperti dulu. Payet tidak lagi menghibur masyarakat London Stadium dengan penampilan-penampilan indah yang ia tunjukkan seperti pada musim 2015/2016. Puncaknya ia bersitegang dengan manajer Slaven Bilic, hingga akhirnya memutuskan untuk pindah (atau mudik) lagi ke Marseille.

"Slaven Bilic memiliki pandangannya sendiri, dan saya pun tidak perlu memperbaiki perilaku saya. Sudah lama saya menantikan momen ini (kepindahan ke Marseille) dan berusaha mengikuti kata hati saya. Saya tidak merasa nyaman di West Ham," ujar Payet menanggapi kepindahannya ke Marseille dan amarah yang pernah Slaven Bilic tunjukkan ketika ia meminta untuk pindah.

Dengan perkataan Payet seperti itu, apakah kita harus menyalahkan Payet dan membencinya karena ia ingin pindah?

Payet yang mengikuti naluri dan kata hatinya

Seperti yang sudah Payet utarakan, ia pindah ke Marseille karena mengikuti kata hatinya. Jika menyambungkannya dengan teori kepribadian Sigmund Freud, ia mengikuti Id nya dan memilih untuk mengesampingkan Ego dan Superego nya.

Dalam diri manusia, ada sebuah pergulatan antara Id, Ego, dan Superego seperti yang dipercayai oleh Freud. Terkhusus untuk Id dan Ego, itu memang sudah dibawa sejak lahir oleh diri manusia, namun Ego berkembang sesuai dengan lingkungan dan situasi tempat seorang manusia hidup. Sedangkan Superego terbentuk ketika naluri dari Id dan Ego berbenturan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, membentuk sebuah tindakan yang bisa diterima oleh masyarakat luas.

Ketiga unsur kepribadian tersebut adalah sesuatu yang akan tetap saling beradu di dalam diri manusia. Seorang manusia bisa dikatakan memiliki kepribadian yang sehat jika ketiga unsur kepribadian tersebut dapat diseimbangkan. Tapi dalam kejadian kepindahan Payet, tampak Id dari Payet, begitu menonjol, begitu pula dengan Id dari manajemen West Ham.

Sebenarnya gosip kepindahan Payet ini sudah kencang berhembus setelah ia berhasil mengantarkan timnas Prancis menjadi runner-up Piala Eropa 2016. Beberapa kesebelasan besar Eropa tertarik untuk mendatangkan pemain kelahiran Saint-Pierre ini berkat penampilannya yang ciamik dalam turnamen tersebut. Di sinilah Id manajemen West Ham bekerja. Mereka langsung memagari Payet dan menutup segala negosiasi yang berkaitan dengan Payet. Payet, yang saat itu masih dapat menyeimbangkan diri, akhirnya memilih bertahan di West Ham.

Tanpa disadari, sepanjang paruh pertama Liga Primer musim 2016/2017, Id Payet pun tumbuh. Ia tidak senang berada di West Ham. Ia mulai rindu Marseille. Keluarganya pun tampak mendukung Id Payet ini dan seolah mendorong pemain yang terkenal akan tendangan bebasnya ini untuk segera pergi. Ditambah Marseille yang memang sedang berkembang, Id Payet mulai semakin menjadi dan sampai kepada puncaknya jelang bursa transfer musim dingin 2017.

Akhirnya terjadilah sikap-sikap pembangkangan Payet atas Id manajemen West Ham yang menginginkan ia bertahan. Payet menolak main. Ia langsung mengatakan kepada Bilic bahwa ia sudah tidak mau main untuk West Ham. Dalam kegiatan keseharian kesebelasan, ia pun berubah jadi lebih pendiam, tidak mengobrol dengan rekan setim, semata agar dicap bahwa ia berperilaku buruk dan dikeluarkan oleh kesebelasan.

Dalam melakukan semua pembangkangan tersebut, Payet mengikuti kata hatinya. Ia memang sudah tidak betah, dan ia tahu bahwa manajemen bersikeras agar ia tidak boleh pindah. Satu-satunya cara yang bisa ia lakukan adalah menunjukkan sikap yang tidak kalah keras kepalanya dengan berperilaku buruk. Akhirnya, kali ini, unsur kepribadian manajemen West Ham yang mengalah. Mereka mengizinkan Payet pulang ke Marseille. Mahar 25 juta paun pun menjadi jalan baginya untuk memenuhi Id nya.

Payet ketika masih di Marseille. Sumber: Squawka.com

"Ia (Payet) mengatakan ingin pindah. Jujur, ini cukup mengecewakan dan saya marah padanya. Semua elemen dalam tim sudah memberikan yang terbaik untuknya, tapi ia malah memilih untuk pindah," ujar Bilic, mengungkapkan rasa kesalnya kepada Payet.

***

Sungguh, di sini sebenarnya Payet tidak salah. Ia hanya memenuhi Id nya yang menginginkan agar ia pindah ke Prancis. Hal ini menjadi sesuatu yang tidak disukai karena Id nya ini berbenturan dengan realita dan juga keinginan dari manajemen West Ham yang masih menginginkan jasanya.

Oleh karenanya, tak adil jika sekarang beredar kabar dan kritik mengenai kepindahan Payet ke Marseille ini. Seperti halnya Id manajemen West Ham yang keras kepala dan menginginkan ia bertahan, Id Payet pun sudah menyuarakan suara yang keras bergema di dalam dirinya.

Aku ingin pulang!

Komentar