Xavi, Si Jenius Pengagum Sepakbola Inggris

Cerita

by redaksi

Xavi, Si Jenius Pengagum Sepakbola Inggris

Nama Xavier Hernandez Creus atau yang biasa disapa Xavi tak pernah lekang oleh waktu, baik di Eropa atau dunia, meski saat ini ia bermain untuk klub Qatar, Al Sadd. Pemain kelahiran 25 Januari 1980 itu meninggalkan Eropa pada 2015 dengan catatan tinta emas dalam sejarah Barcelona dan juga timnas Spanyol.

Berkat kemampuan dan kualitas yang ia miliki, Xavi mendapatkan julukan Si Jenius hingga The Puppet Master (Si Pengendali Boneka) lekat kepadanya, karena alumni La Masia Barcelona itu mengendalikan permainan laiknya sebuah permainan catur. Ketika lawan baru membaca satu-dua pergerakan, Xavi sudah punya visi ke depan akan pergerakan rekan setimnya dan mengoper bola dengan presisi tinggi.

Kemewahan teknik bermain yang dimiliki Xavi itu menutupi kekurangannya pada segi permainan fisik. Tak ada yang menyangkal, bahwa peraih 25 titel di Barcelona tersebut belajar banyak teknik bermain dari idolanya – yang kini melatih Manchester City, Pep Guardiola. Kendati demikian, Xavi ternyata tak sepenuhnya mengagumi sepakbola Spanyol. Malahan, ia cenderung berkiblat ke sepakbola Inggris.

Saat masih berada di Catalunya, Xavi bak mendapatkan ‘doktrin’ dari sebuah program Barcelona yang berdurasi setengah jam. Program itu menayangkan gol-gol terbaik dari Liga Inggris, dan satu nama, hingga saat ini masih diingat baik olehnya. Dia adalah legenda Southampton yang bermain pada kurun waktu 1986-2002, Matt Le Tissier.

“Di Catalunya pernah ada program acara berdurasi setengah jam yang berlangsung tiap Senin, di mana mereka menayangkan gol-gol terbaik Liga Primer. Tiap pekan, Matt Le Tissier selalu ada di acara itu, dan saya berbicara mengenai gol-golnya yang fantastis,” ucap Xavi kepada FourFourTwo.

“Kami (Xavi dan keluarga) terbiasa berkata, ‘pemain ini, Le Tissier, benar-benar luar biasa dan tak pernah pergi ke tim besar. Dia tetap bersama Southampton. Luar biasa. Dia bisa saja bermain untuk tim mana pun!’. Seluruh orang di rumah sangat terobsesi dengannya.”

Satu nama memang tidak cukup menggambarkan fanatisme terpendam Xavi kepada sepakbola Negeri Ratu Elizabeth. Xavi juga menjabarkan pengetahuannya akan sepakbola Inggris, mulai dari kultur bermain, hingga dukungan penggemar dalam mendukung tim favoritnya masing-masing.

”Saya ingat menyaksikan John Barnes di Liverpool. Wow, pemain yang sangat hebat. Dan juga tim Manchester United seperti David Beckham, Neville bersaudara (Phil dan Gary), Ryan Giggs, dan Nicky Butt. Lebih ke belakang lagi, ada Bryan Robson yang saya kagumi sebagai petarung yang tangguh serta Eric Cantona yang legendaris,” tambah Xavi.

“Sepakbola Inggris selalu ada di retina mata Spanyol. Inggris menafsirkan sepakbola dengan cara yang tidak dilakukan Spanyol. Di Inggris, pesepakbola seperti halnya Tuhan. Contohnya di pertandingan sepakbola Inggris, melihat cara mereka beraksi, karena Anda tak pernah curang. Anda terhormat, bahkan meski Anda kalah.”

Pengetahuan Xavi akan sepakbola Inggris tak hanya berhenti di masa lalu, karena hingga saat ini ia tetap mengikuti sepakbola Inggris dari Liga Primer, bahkan sampai divisi Championship yang berada satu level di bawah Liga Primer. Xavi tanpa keraguan membeberkan pengetahuannya akan tim semenjana, seperti Stoke City dan Middlesbrough – fakta yang tentunya mempertegas kekagumannya kepada sepakbola Inggris.

“Perbedaan di Inggris tipis (antara klub besar dan kecil), contohnya, Stoke City dengan pemain-pemain hebat seperti Ibrahim Afellay, Bojan (Krkic), Marko Arnautovic, dan Xherdan Shaqiri, mampu mengalahkan Chelsea tanpa masalah, karena perbedaan finansial antar tim di Inggris kurang lebih sama,” cerita Xavi.

“Saya juga sedikit menyaksikan Middlesbrough karena mantan penyerang Espanyol, Christian Stuani, dan terutamanya sang pelatih, Aitor Karanka, yang membuat mereka memainkan sepakbola hebat. Saya juga sedikit menyaksikan Brentford.”

Dilahirkan dari keluarga penggila sepakbola, putra Ibu Maria Merce dan Ayah Joaquim tersebut sudah menyaksikan sepakbola dari masa kecil bersama kedua kakaknya, Oscar dan Alex, serta adik perempuannya, Ariadna. “Keluarga kami sangat fanatik dengan sepakbola. Saya dan saudara terbiasa mengoleksi stiker, terutamanya menjelang Piala Dunia.”

Usianya kini jelas sudah tidak muda lagi. Ia pun mungkin tak lama lagi akan bertemu dengan penghujung kariernya sebagai pemain. Ia pun sudah berbekal ilmu kepelatihan selama bermain untuk Al Sadd. Setelah ini, mungkin kita masih akan melihat kejeniusan Xavi, bukan dengan balutan seragam kesebelasan tentunya, melainkan dengan jas khas para pelatih Eropa.

(ahp)

foto: espnfc.com

Komentar