Sam Allardyce, Dementor Bagi Para Manajer Tim Papan Bawah Inggris

Cerita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sam Allardyce, Dementor Bagi Para Manajer Tim Papan Bawah Inggris

Sosok Dementor dalam sekuel film dan novel Harry Potter adalah sosok yang menakutkan. Ia menghisap segala kebahagiaan yang ada pada tubuh manusia, dan menjadikan jiwa manusia begitu hampa dan penuh kegelapan. Kira-kira Sam Allardyce pun hampir sama seperti itu.

Setelah terlibat dalam skandal besar yang terungkap pada September 2016 silam, Sam Allardyce alias “Big Sam” kembali muncul ke permukaan. Sosoknya sudah mulai terlihat di tribun-tribun stadion, terutama tribun Selhurst Park dan Stadion Liberty. Loh?

Sam Allardyce dipecat dari kursi pelatih timnas Inggris pada akhir September 2016 karena skandal yang menimpa dirinya. Skandal yang diungkap oleh The Telegraph tersebut memuat percakapan Allardyce dengan wartawan The Telegraph yang menyamar sebagai pebisnis dari Asia Barat. Isi dari percakapan itu memuat tentang bagaimana caranya mengakali aturan transfer pemain asing yang dimiliki pihak ketiga, juga ejekan-ejekannya terhadap timnas Inggris dalam ajang Piala Eropa 2016.

Akibat terkuaknya skandal ini, ia pun harus rela meninggalkan kursi pelatih timnas Inggris, posisi yang sebenarnya begitu ia harapkan. Namun sekarang, layaknya Dementor yang menjaga Azkaban, ia kembali hadir menghantui stadion-stadion, terutama stadion-stadion tim papan bawah. Selhurst Park dan Stadion Liberty adalah tempat yang cukup sering Allardyce kunjungi. Kenapa?

Saat ini Swansea City dan Crsytal Palace, sebagai pemilik dari Stadion Liberty dan Selhurst Park, sedang berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Swansea berada di posisi ke-19 klasemen Liga Primer dengan hanya meraih tiga kemenangan dan tiga hasil seri dari 17 pertandingan yang sudah mereka mainkan.

Sementara itu, Crystal Palace, meski memiliki posisi yang sedikit lebih baik dari Swansea, mereka jauh dari kata aman. Duduk di peringkat 17, dengan hanya mencatatkan empat kemenangan dan tiga kali hasil seri dari 17 pertandingan, posisi mereka jauh dari aman dan hanya terpaut tiga poin dari Swansea dan Hull City yang berada di peringkat ke-19 dan 20.

Kesulitan yang dialami oleh Swansea dan Crystal Palace pun membuat manajer mereka, Bob Bradley dan Alan Pardew, terguncang. Posisi Bradley semakin terguncang sekarang setelah ia menjadi bahan hujatan akibat menggunakan istilah Amerika dala sepakbola seperti PK (merujuk kepada istilah tendangan penalti) dan “road games” (istilah yang merujuk kepada laga tandang).

Alan Pardew pun tak kalah mengkhawatirkan. Jelang laga Boxing Day, rekor buruk menghantuinya. Selama karier manajerialnya, Pardew sudah menjalani 14 kali laga Boxing Day. Dari 14 laga tersebut, hanya tiga kali yang berakhir dengan kemenangan. Sementara sisanya tiga kali imbang, dan delapan kali kalah.

Persentase kebobolannya dalam laga Boxing Day pun cukup tinggi. Total Pardew memasukkan 22 gol dan kebobolan 30 gol. Jika diurutkan dengan sistem klasemen, di antara para manajer yang pernah merasakan Boxing Day, ia berada di peringkat 13 dari 14 manajer yang pernah merasakan Boxing Day Liga Primer.

Allardyce pun hanya duduk mengintai dari kursi tribun, layaknya Dementor yang menunggu manusia yang lengah dan siap untuk menghisap kebahagiaan dan jiwa yang dimiliki.

**

Jika bicara tentang rekor juru selamat, Sam Allardyce adalah pemegangnya. Meski setelah dipecat dari kursi pelatih timnas Inggris, Allardyce mendapatkan banyak tawaran dari luar negeri, ia memilih untuk tetap menjadi manajer di Inggris. Ia berusaha untuk memperbaiki namanya yang cemar akibat skandal dengan mengantarkan tim di Inggris berprestasi.

Dalam hal menjadi juru selamat, manajer yang juga pernah menangani West Ham United, Newcastle United, dan Sunderland ini adalah jagoannya. Rekor sebagai manajer yang tidak pernah terdegradasi, kebanyakan ia lalui dengan menyelamatkan tim yang terseok-seok di pertengahan liga, menjadi tim yang akhirnya tidak terdegradasi di akhir liga.

Blackburn Rovers pada 2008 merasakan betul kehebatan Big Sam ini. Ketika Allardyce pertama kali datang kesana, The Rovers berada di peringkat ke-19 dari 17 laga yang sudah mereka lakoni. Dengan tangan terampilnya, Big Sam pun mengantarkan Blackburn selamat dari jerat degradasi setelah pada akhir musim Blackburn menduduki peringkat ke-15.

Hal yang sama juga pernah ia lakukan di Sunderland. Mendapatkan warisan kecarut-marutan sepeninggal Dick Advocaat, Allardyce pada akhirnya mampu menyelamatkan The Black Cats dari jerat degradasi setelah pada akhir musim Sunderland menduduki peringkat ke-17, satu peringkat di atas tetangga mereka, Newcastle United.

Allardyce saat melatih Sunderland

Dengan segala rekor mentereng yang menaunginya dalam menangani tim yang kacau di pertengahan musim, lalu selamat dari jerat degradasi di akhir musim, sebenarnya bukan hanya Pardew dan Bradley saja yang seharusnya khawatir. Mike Phelan, David Moyes, Sean Dyche, atau bahkan Claudio Ranieri sekalipun harus khawatir jika sampai selesai Boxing Day nanti, tim yang mereka latih tak kunjung mendapatkan hasil positif.

Karena, jika hal itu terjadi, siap-siap saja kebahagiaan, jiwa, dan posisi mereka punyai disedot oleh si ‘Dementor” yang merangkap juru selamat tim-tim yang kacau di pertengahan musim. Sam Allardyce alias Big Sam.

foto: @ESPNFC

Komentar