Simfoni yang Terjebak di Kaki Serigala Musim Gugur

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Simfoni yang Terjebak di Kaki Serigala Musim Gugur

Pada 27 September lalu, tepat Francesco Totti berulang tahun yang ke-40. Pada usia sejauh itu, begitu banyak memorinya bersama AS Roma, kesebelasan yang sudah diperkuatnya sejak 1989.Dan selama itu juga, apa yang sudah Anda tahu tentang Totti? Pesepakbola terhebat di Italia setelah era Roberto Baggio. Jika tidak sempat melihatnya, cobalah Anda lihat permainan dan gol-gol yang dicetaknya melalui saluran YouTube.

Totti tersembunyi di bawah bayang-bayang mitosnya sendiri. Pesepakbola yang berkembang dan profilnya yang begitu rumit. Gaya permainannya yang unik terkait hubungannya dengan Kota Roma. Kisah itulah yang sebagian besarnya masih tak terhitung atau disalahpahami dengan baik. Tidak diragukan lagi bahwa bakatnya telah dewasa sebelum waktunya.

Ia adalah anak dari kawasan Porta Metronia yang mendapatkan kasih sayang Romanisti. Totti memiliki fleksibilitas teknis sejak remaja. Mendapatkan julukan Er Bimbo de Oro (Anak Emas). Sampai pada ramalan itu datang dan menjadi Er Pupone (Anak besar). Totti menjadi pelindung, figur protektorat Roma dari lapangan sepakbola. Hubungannya dengan Kota Roma adalah sebuah keadilan dari reaksi dan budaya modern ibukota Italia.

Totti pun berdiri tidak hanya untuk prestasi di lapangan, tapi berada di luar dialek itu. Ia berada di dalam lingkungan pendukung sepakbola dan tak terelakan bahwa Totti adalah stereotip dari Roma. Stereotip ini tumbuh ke titik perkembangan dimensi mitos di sana. Sebagai kapten, ia adalah dialektika Romawi. Dan pada akhirnya menjadi status budaya yang unik di sana.

Sederhananya, Totti telah menjadi budaya Romawi Italia. Adanya "Lelucon Totti" hanya tentang lateral pemain itu. Tentang Roma dan budaya secaa keseluruhan. Dalam pengertian ini, adil untuk mengatakan bahwa 40 tahun telah menjadi simbol kotanya. Yaitu dengan cara yang mungkin tidak dilakukan pesepakbola manapun dalam sejarah.

Sebetulnya, di Kota Roma tidak diperbolehkan sebuah stereotip menjadi simbol. Apalagi jika bukan karena paradoks yang mendasar. Tapi Totti telah menunjukannya melalui cara bermain yang luar biasa dan bertentangan dengan reputasinya. Seperti Zinedine Zidane, permainan Totti adalah aristokrasi dalam gerakan-gerakannya. Lihat saja keanggunan dan kemahirannya ketika mencetak gol ke gawang Lazio pada Maret 2002.

Memahami sosok dan warisan Totti bergantung kepada pemahaman Anda tentang simetri estetika yang tidak biasa. Seperti tendangan panenka yang tidak terhapuskan saat adu penalti menghadapi Belanda pada Euro 2000. Di lapangan, ia diperbolehkan untuk menjadi dirinya sendiri. Sekaligus menjadi seorang yang mulia dan anggun. Hal itu karena antusiasme kota yang memeluknya dan begitu luar biasa kekuatan kolektif yang dihimpun Roma.

Banyak yang mengatakan bahwa kumpulan candaan Totti dalam sebuah buku adalah operasi pemasaran sangat brilian. Padahal Totti melakukan itu tanpa ide. Ia pergi melangkah sendiri dan ditahbiskan dari balik layar. Tidak akan menjadi yang terakhir kalinya, Totti tetap menjadi Pupone, mengambil kontrol yang lebih besar dari tokoh publik dari waktu ke waktu.

Penampilannya di media selalu meningkat secara dramatis. Mereka tahu lebih banyak yang bisa dipentaskan dari seorang Totti, termasuk pernikahannya dengan pembawa berita TV, Illary Blasi. Kota Roma begitu memadati acaranya. Bahkan Walikota Roma saat itu, Walter Veltroni, berada di upacara pernikahan mereka. Saat itulah Totti berhasil merenovasi profilnya yang sebelumnya terlihat bebal dan kasar, tapi nyatanya sangat loveable.

Status Totti sebagai simbol Roma tidak hanya didirikan, tapi merupakan titik penjual terbesar dari tangannya sendiri. Dari kota itu sendiri. Tokoh masyarakat, politik, bisnis pribadi, agen, budaya, subkultur, kontra-budaya, telah bekerja untuk melindungi Anak Emas yang berharga itu. Mungkin ini terdengar sedikit romantis, tapi Totti selalu berseri-seri di dalam kesesatan dan kegelapannya.

Antonio Cassano dan Mario Balotelli pun tidak memiliki jaring pengamanan seperti Totti. Mereka justru terlihat seperti anak yang menderita di dunia sepakbola. Tapi Totti seperti memelihara serigala yang sebenarnya. Persis seperti yang dilakukan Romulus dalam mitos. Sayangnya, pemain berbakat sepertinya tidak pernah berkembang sepatutnya.

Totti sering berperang dengan dirinya sendiri. Berselisih dengan rekan kesebelasannya, klub dan pelatih. Perbedaan pendapat dengan Luciano Spalletti pada musim lalu telah membuktikannya. Memperlihatkan Totti tidak terlalu baik ketika dibiarkan sendiri. Kemudian hingga ia mengutarakan niatannya pensiun dari dunia sepakbkola. Padahal, lihatlah tato legiun Romawi di lengannya. Tato itu seperti sebuah pernyataan dari perlakuan tidak adil yang pernah diterimanya dari masyarakat.

Tidak sedikit orang-orang yang membencinya, Tapi Totti mengklaim bahwa ia adalah Romawi. Ini adalah alasan yang sama ketika orang begitu mencintainya. Sebuah simbol yang terlepas dari dirinya sendiri. Kendati Totti lahir untuk bermain sepakbola tanpa dilahirkan menjadi pesepakbola. Pemain bernomor pungggung 10 itu tidak memiliki karakter maupun tipu musliihat untuk menafsirkan perannya.

Tapi karena alasan itulah, tidak ada darah dingin dan sinisme yang mengangkut seorang Baggio yang pergi ke Juventus dari Fiorentina. Di zaman identitas virtual inilah keberadaan komedian berubah menjadi pengkhotbah. Penyanyi bisa menjadi aktor dan jutawan bisa menjadi Presiden. Tapi Totti bersalah karena telah menjadi dirinya sendiri. Seorang anak yang baik hati dari Roma dengan Symphony yang terjebak di kakinya.

Sang Serigala Memasuki Musim Gugur

Totti menandatangani kontrak satu tahun dengan Roma pada musim panas lalu. Itu memastikan bahwa ia menjadi pemain Roma selama 25 tahun berturut-turut. Saat ini Totti adalah satu-satunya pemain yang menikmati kesuksesan Roma meraih Scudetto Serie-A 2000/2001. Saat itu Roma masih dibesut Fabio Capello dan memimpin dua poin di atas Juventus pada klasemen akhir. Sejak saat itu, Roma cuma memenangkan Coppa Italia dua kali dan mendapatkan Piala Super Italia 2001 dan 2007.

Sampai sekarang para pendukungnya selalu bermimpi karir Totti berakhir dengan mengankat trofi Serie-A. Mungkin musim ini adalah kesempatan terakhirnya. Tapi kekalahan dari Atalanta mengakhiri rekor sembilan pertandingan tanpa kekalahan di seluruh kompetisi Eropa. Kini Roma masih tertinggal dengan jarak empat poin dari Juventus yang memimpin klasemen.

Roma sendiri akan berhadapan dengan Juventus pada 17 Desember nanti. Kemenangan adalah harapan mereka agar tetap bisa memenangkan gelar Serie-A musim ini. Kemenangan sebelum kompetisi ditutupi musim dingin. Sementara Totti sudah tidak lagi menjadi pemain reguler lagi, tapi Spalletti berharap pengalamannya bisa membantu kesebelasannya dari bangku cadangna. Apalagi jika bisa mencetak gol ketika sedang mengejar kemenangan.

Di Liga Eropa musim ini, Roma adalah unggulan di antara Ajax Amsterdam, Athletic Bilbao dan Manchester United. Mereka belum dihitung dengan muntahan Liga Champions seperti Borussia Monchengladbach, PSV Eindhoven dan Tottenham Hotspur. Pada akhir musim ini ia akan memutuskan pensiun. Totti telah menolak berbagai tawaran karir lagi dari berbagai klub Major League Soccer (MLS) Amerika Serikat. Totti tetap ingin bergabung dengan Ryan Giggs, Paolo Maldini dan lainnya sebagai pemain yang bertahan di satu kesebelasan saja.

Meskipun terlihat tidak mungkin bahwa ia akan menyalip Silvio Piola sebagai pencetak gol terbanyak di Serie-A sepanjang masa. Sayangnya, usia 40 tahunnya belum memenangkan banyak gelar seperti beberapa pemain lain dalam kelompok usianya.Namun akan ada akhir dongeng tersendiri jika ia mengangkat gelar Serie-A atau Liga Eropa musim ini. Mungkin karena semua itulah orang-orang tidak bisa berhenti mencintainya sampai sekarang, sampai para serigala memasuki musim gugur.

Sumber: Football Italia.

Komentar