Berakhir Pekan Bersama David Moyes

Cerita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Berakhir Pekan Bersama David Moyes

Ternyata ada hal yang lebih buruk di akhir pekan, selain tidak memiliki pasangan yang dapat diajak untuk menghabiskan waktu bersama. Coba tanyakanlah ini kepada David Moyes.

Baru-baru ini David Moyes, manajer Sunderland, memberikan ungkapan bahwa ia hanya ingin diam di kamar yang gelap saja pada akhir pekan karena ia merasa setiap akhir pekan adalah waktu yang berat baginya. Ia baru akan keluar dari kamar gelap tersebut pada Senin pagi untuk melatih para pemainnya dan melupakan segala hal buruk yang terjadi pada akhir pekan.

"Saya merasa bahwa Sabtu adalah hari yang buruk, begitu juga Minggu, sama-sama merupakan hari yang tidak enak untuk dijalani. Jika Anda kalah dalam pertandingan yang diselenggarakan pada Sabtu ataupun Minggu, maka itu adalah hal yang buruk. Saya lebih baik menghabiskan waktu di kamar yang gelap pada akhir pekan jika begitu, dan kembali beraktivitas pada Senin pagi," ujarnya.

Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan tersendiri, karena akhir pekan yang biasanya diisi dengan tamasya, hiburan, dan juga kesenangan, dapat menjadi sesuatu yang begitu menyedihkan bagi David Moyes.

Saat Bersama Everton, Akhir Pekan Adalah Masa yang Indah

Sebelum mengalami akhir pekan yang buruk, Moyes pernah mengalami akhir pekan yang indah. Tarik waktu ke belakang, ada masa ketika ia masih melatih Everton. Moyes mulai memanajeri Everton ketika pada 2002 silam, setelah beberapa musim sebelumnya ia menjadi manajer Preston North End.

Ketika memanajeri Everton, Moyes sebenarnya tidak meraih satu pun piala utama yang bisa dibanggakan semacam Liga Primer Inggris. Tapi ia juga patut membusungkan dada. Selain meraih gelar-gelar pribadi seperti LMA Manager of the Year pada musim 2002/2003, 2004/2005, dan 2008/2009, ia juga acap membawa Everton selalu berada minimal di peringkat 10 besar Liga Primer (kecuali musim 2003/2004 seperti yang sudah disebutkan di atas, dan musim 2006/2007 ketika Everton duduk di peringkat ke-11).

Everton, pada masa kepelatihannya yang berlangsung selama 11 tahun, kerap terlibat dalam persaingan menuju zona Europa League ataupun Liga Champions Eropa, meski tidak terlalu sering. Singkatnya, ketika Everton ditangani oleh Moyes, The Toffees jarang sekali turun jauh ke peringkat bawah.

Manajer asal Skotlandia ini pun hampir saja menciptakan dinasti di Goodison Park. Namun 11 tahun masa akhir pekan yang indah, yang tidak melulu diisi dengan kegelapan, akhirnya harus selesai ketika Moyes menerima pinangan dari Manchester United pada musim 2013/2014. Itulah awal dari akhir pekan yang menyeramkan baginya.

Beban Berat Menjadi Suksesor Sir Alex Ferguson, Perburuk Akhir Pekan Moyes

Musim 2013/2014 adalah musim yang tak akan Moyes lupakan. Titik balik karier manajerialnya terjadi pada saat itu ketika ia memutuskan menerima tawaran United untuk melatih The Red Devils selama enam tahun ke depan. Ia pun dipuja, dan dianggap sebagai manajer hebat karena selain prestasinya yang cukup dikenal selama 11 tahun di Everton, juga karena Sir Alex Ferguson langsung yang memilih Moyes.

"Karena keputusan saya tidak bisa lagi diubah, diskusi dengan para petinggi United beralih ke persoalan siapa yang akan menggantikan saya. Kami sepakat - David Moyes-lah orangnya," ujar Fergie dalam autobiografinya.

Sebuah posisi terhormat - pengganti Sir Alex Ferguson yang langsung ditunjuk oleh beliau sendiri, The Chosen One - sempat diduduki oleh David Moyes. Tapi yang terjadi di Old Trafford adalah sesuatu yang mengubah karier manajerial, sekaligus akhir pekan bagi Moyes. Pada 10 bulan masa manajerialnya di United telah mengubah kariernya, pada saat itu dan untuk ke depannya.

Manchester United dalam masa 10 bulan kepemimpinan Moyes benar-benar menjadi berbeda. Meski sempat mengantarkan trofi Community Shield usai mengalahkan Wigan Athletic dan juga sukses menembus babak delapan besar Liga Champions, dalam ajang Liga Primer The Red Devils benar-benar kesulitan. Alh-alih berjuang memperebutkan posisi papan atas, United malah bersaing di papan tengah.

Akhir pekan yang buruk dimulai saat itu. Setiap akhir pekan menjadi mimpi buruk bagi Moyes akibat dari hasil-hasil buruk yang sering ia raih. Turning point menuju ke arah yang buruk pun tidak hanya dirasakan oleh United, yang pada musim 2013/2014 hanya mengakhiri liga di posisi tujuh dan sampai sekarang sulit untuk kembali bersaing di papan atas Liga Primer, tapi juga dialami oleh Moyes yang akhirnya dipecat pada April 2014 oleh manajemen United.

Moyes pun mengerti. Ia pergi dan pada akhirnya memilih menyeberang ke Spanyol, mencicipi pengalaman baru bersama Real Sociedad.

Real Sociedad, Berawal dan Berakhir di Titik yang Sama

Pada November 2014, atau sekira tujuh bulan setelah pemecatannya sebagai manajer United, Moyes membuka lembaran hidup baru. Ia bergerak ke daerah Basque, Spanyol, untuk memanajeri Real Sociedad, klub papan tengah La Liga Primera Division Spanyol. Di tempat yang baru, sekaligus asing ini, Moyes memulai karier manajerialnya kembali, sekaligus berusaha untuk menemukan lagi akhir pekan yang menyenangkan.

Awalnya semua baik-baik saja, bahkan Sociedad sampai mampu mengalahkan Barcelona, salah satu tim terbaik La Liga, dengan skor 1-0 pada Januari 2015. Ia juga mampu melepaskan Sociedad dari jerat degradasi dan mengantarkan klub yang bermarkas di Stadion Anoeta ini di peringkat ke-12.

Tapi akhir minggu yang buruk berlanjut bagi David Moyes pada musim 2015/2016 (ia datang ke Sociedad pada pertengahan musim 2014/2015). Awal yang buruk di La Liga dan juga penampilan Sociedad yang tak kunjung membaik, serta kritikan yang deras mengalir kepadanya, terutama perihal ia yang sulit menguasai bahasa Spanyol, membuat akhir pekannya kembali menjadi buruk.

Perjalanannya di Sociedad pun berakhir pada November 2015, tepat pada satu tahun masa manajerialnya di klub tersebut.

***

Sekarang Moyes tampaknya sudah pasrah akan akhir pekan yang buruk, sampai-sampai mengeluarkan pernyataan bahwa ia lebih memilih menghabiskan akhir pekan di kamar yang gelap. Dalam 10 pertandingan, Sunderland tidak kunjung meraih kemenangan di Liga Primer adalah penegas bahwa akhir pekan yang buruk akan tetap menghantuinya.

Moyes tabah. Ia tampak sudah biasa menghadapi hal ini. Ia pun tidak menyalahkan siapa-siapa dan lebih memilih untuk tetap melakukan sesuatu tiap minggunya. Sesuatu yang ia rasa benar dan harus dilakukan agar tim meraih kemenangan.

"Sekarang saya akan tetap melakukan apa yang biasa saya lakukan sebagai manajer. Saya akan tetap melakukan apa yang menurut saya harus dilakukan agar tim bisa meraih kemenangan. Jangan sampai memikirkan hal yang lain, apalagi menyalahkan pemain. Semua itu tidak akan membuat keadaan menjadi baik-baik saja," paparnya.

Inilah balada akhir pekan David Moyes, yang pernah senang, tapi perlahan menjadi tidak menyenangkan, lalu menjadi akhir pekan yang sedih. Tapi tenang, roda kehidupan akan berputar, dan kelak mungkin Moyes akan berada di atas kembali.

Itu pun jika Moyes berniat untuk mencari pacar, eh, maksudnya memutarkan roda kehidupannya sendiri.

foto: @SunderlandAFC

Komentar