Higuain yang Memanaskan Rivalitas Juventus - Napoli

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Higuain yang Memanaskan Rivalitas Juventus - Napoli

Juventus akan menghadapi Napoli di Juventus Stadium pada dini hari nanti, Minggu (30/10). Pertemuan itu akan menjadi salah satu pertandingan terbesar musim ini. Sebab permusuhan mereka bukan hanya soal sepakbola, segi sejarah sosial pun berpengaruh pada pertandingan tersebut.

Dahulu, Napoli dari Kota Naples yang mewakili Italia Selatan adalah daerah miskin. Sementara Juventus dari Kota Turin di daerah Italia Utara adalah pusat industri dan tempat tinggal keluarga kerajaan Italia. Situasi keduanya tentu berbeda dengan Naples yang merupakan kota terlantar dan kacau di bawah kaki bekas letusan Gunung Vesuvius.

Stereotip Italia Selatan adalah korupsi dan masyarakat terbelakang. Sementara Utara begitu menenangkan karena kemakmuran dan dikenal dengan kecerdasannya. Di sanalah terletak Kota Turin, Milan dan Genova yang memiliki kesebelasan sepakbola membanggakan. Sementara Napoli merupakan satu-satunya kesebelasan sepakbola paling membanggakan dari daratan selatan.

Pada 1980-an, Napoli meruncingkan persaingan kawasan utara dengan selatan. Juventus memiliki Michel Platini pada zaman itu, sementara Napoli memiliki Diego Maradona. Latar belakang kedua pemain itu pun kontras berbeda. Platini dari keluarga menengah nan anggun, sedangkan Maradona seorang yang berapi-api dari daerah kumuh Buenos Aires. Tapi Maradona berhasil membantu Napoli merebut scudetto dari cengkraman Juventus pada 1987. Tiga tahun kemudian pun berhasil diraihnya kembali.

Namun Napoli perlahan menuju kebangkrutan dan semakin tepuruk. Rasa `penting` pertandingan Juventus melawan Napoli pun semakin menyusut. Tapi mereka tetap saling menghormati dendamnya. Kedua raksasa ini kembali memanjat papan atas klasemen Serie-A pasca skandal calciopoli. Lemparan batu ultras Napoli kepada bus Juventus pada Maret 2013 dan Mei 2016 adalah salah satu dendam yang terjaga.

Hal itu belum termasuk dengan kerusuhan yang dilakukan Ultras Napoli di Juventus Stadium pada 2014 lalu. Sementara para pendukung Juventus hanya menyanyikan lagu terlarang berjudul "Gunung Vesuvius". Lagu itu berbau diskriminasi teritorial karena reruntuhan bekas larva Gunung Vesuvius itu adalah aib bagi daerah Naples.

Musuh Utama Kota Naples saat ini

Pada bulan Juli lalu, Aurelio De Laurentiis yang menjabat Presiden Napoli menegaskan bahwa Gonzalo Higuain tidak akan pergi ke Juventus. Tapi tanggal 26 Juli, Higuain justru resmi pindah ke Juventus dan menjadi pemain temahal di Serie-A dengan harga kisaran 90 juta euro. Kabar itu menjadi berita utama di setiap media Italia bulan Juli. Mengalahkan berita investasi pengusaha Cina yang mengambil alih AC Milan.

Bagi pendukung Napoli, inilah pengkhianatan utamanya. Representasi bagaimana orang utara yang kaya raya tinggal membuka buku ceknya, lalu mengambil permata mahkota San Paolo itu. Dan itu menjadi tamparan di wajah pendukung Napoli. Terutama yang sudah menganggap Higuain adalah simbol klub dan Kota Naples.Pelampiasannya, seragam Higuain menjadi abu dari api di jalanan. Higuain menjadi musuh nomor satu di setiap rumah dan bar Kota Naples. Setiap akhir pekan Higuain berlaga adalah penghianatan begitu besar di mata mereka.

Berita-berita tentang Higuain di luar sana menjadi racun bagi Kota Naples. Mengkreditkan seolah persaingan antara Napoli dan Juventus amat bergantung kepadanya. Mereka sudah merasakan bahwa kepindahan Higuain ke Juventus menjadi kepahitan yang luar biasa. Persatuan mereka itu bernama `kemarahan` kepada penyerang yang mencetak 36 gol pada musim lalu tersebut.

Ada yang bilang bahwa kepergian Higuain sama rasanya dengan perpindahan Paul Pogba ke Manchester United. Tapi sebetulnya terjadi perbedaan yang mencolok. Sebab Higuain adalah simbol kebangkitan Napoli. Ia adalah cinta tanpa syarat dari para pendukung Napoli dan sudah diadopsi sebagai Neapolitan, julukan masyarakat Naples. Kepindahannya ke Juventus telah memecahkan hubungan yang jauh lebih intim dan personal.

Kepergian Pogba dan Higuain tidak sebanding. Pogba meninggalkan Juventus ke kesebelasan dari liga lain. Hal itu diibaratkan seperti membuang sang kekasih menjadi mantan. Tetapi meninggalkan Napoli untuk pesaingnya dianggap sebuah kecurangan kepada seorang teman. Walau Higuain mengklaim bahwa Aurelio De Laurentiis-lah orang yang mendorongnya kepada keputusan tersebut. Terlepas dari faktanya bahwa Presiden Napoli itu berjuang mati-matian untuk menjaganya di klubnya.

Memang pertanyaan logisnya adalah, haruskah Higuain pergi ke Juventus hanya untuk meninggalkan De Laurentiis? Apalagi klub-klub lain pun sama-sama memburunya. Asumsi Higuain tentang De Laurentiis pun seolah sebuah alasan yang belum matang dari segala tanggung jawab ini. Higuain pun semakin keruh dicap penghianat setelah mengoyak hati pendukungnya.

Higuain menjadi penjahat di dalam narasinya sendiri. Gol dan kemenangan sebagai bukti loyalitas serta rasa hormat kepada Napoli adalah kebohongan. Dan salah satu caranya adalah pergi menjual dirinya sendiri kepada penawaran tertinggi, "Kami memang tidak memiliki sejarah seperti Juventus, tapi citra Napoli kuat karena Napoli adalah protagonis di Italia," De Laurenttis.

Selalu ada pembicaraan tentang pahlawan dan penjahat di dalam kehidupan nyata. Higuain telah berhasil menunjukkan pengecualian untuk segala aturan tersebut. Di sisi lain, secara kolektif para pendukung Napoli mendoakan pahlawan lain. Pahlawan itu diharapkan dapat membantu Napoli kembali bangkit seperti masa lalu yang indah.

Mencari Pahlawan Baru

Di luar kontroversinya meninggalkan Napoli, ada lolongan cemoohan lain ketika Higuain tiba di Juventus. Penyerang paling mahal Juventus itu dianggap kelebihan berat badan. Tapi penyerang 28 tahun itu cepat bertindak, yaitu dengan cara bekerja sama dengan ahli gizi untuk mencapai kondisi optimalnya. Panggilan Tim Nasional Argentina pada September lalu pun sempat ditolak karena mencari kecocokan bersama Juventus.

Tindakannya itu pun berespon cepat. Higuain langsung menjaringkan gol kemenangan pada laga pembuka Serie-A 2016/2017. Terlebih golnya itu menjebol gawang Fiorentina sebagai musuh bebuyutan Juventus. Kemudian pemain yang dijuluki El Pipita itu kembali meledak dengan mencetak dua gol ke gawang Sassuolo pada pekan pertandingan ke tiganya musim ini.

Higuain menjadi mitra yang baik dengan Paulo Dybala. Ketika terfokus kepada Dybala, jangan pernah membiarkan Higuain bebas berkeliaran. Sebab ia adalah penahan bola yang sempurna dan salalu mengancam ketika mendapatkan umpan silang. Higuain seolah bisa menyulap sebuah gol di mana pun tempatnya di sepertiga akhir lawan, bahkan untuk memicu sebuah kesempatannya sekalipun.

Saat itu masih awal untuk pemain asal Argentina tersebut. Namun ia sudah menunjukan kemampuan penyelesaian akhir yang mematikan. Sejauh ini, sudah enam gol disarangkan Higuain. Kontribusinya itu membantu Juventus tetap dominan di papan atas Serie-A. Sementara bagaimana dengan Napoli yang merupakan mantan kesebelasannya? Mereka membeli Arkadiusz Milik dari Ajax Amsterdam sebagai pengisi ketiadaan Higuain.

Ia memang menjadi perbedaan untuk membantu Napoli beradaptasi tanpa Higuain di garis depan serangan mereka. Napoli memang mendapatkan kreativitas baru dari keberadaannya. Milik melambung di Kota Naples menjadi orang utama kepercayaan Maurizio Sarri. Tanpa bayangan dan keraguan, Napoli menjadi lebih kolektif sepeninggal Higuain. Alhasil Sarri berhasil tetap menjaga hubungannya dengan media dan para pendukung Napoli.

Tapi musibah langsung menyambut ketika kolektivitas mulai terbentuk. Milik menderita cedera ACL yang bisa absen sampai setengah musim lamanya. Kengerian kolektivitas Napoli pun perlahan hilang. Harapan kepada Manolo Gabbiadini, nyatanya masih belum menyelesaikan masalah yang sama di lini depan. Hasilnya langsung terasa. Melawan AS Roma menjadi pertandingan yang benar-benar tidak menyenangkan bagi Napoli.

Tidak adanya Milik dijadikan tuduhan utama kekalahan di kandang sendiri dengan skor 3-1. Saat itu Napoli bermain kehabisan akal dengan taktiknya sendiri. Tidak ada variasi dengan mengandalkan umpan silang terus-terusan. Bahkan Gabbiadini mendapatkan kartu merah akibat pelanggaran bodoh ketika melawan Crotone. Situasinya seperti ini mengibaratkan Sarri memiliki sebuah mesin, namun tidak memasang roda di tempat.

Hal itu membuat Napoli semakin ngebet mendatangkan Mauro Icardi atau Jackson Martinez pada Januari nanti. Walau Jose Callejon justru semakin berkembang dengan kolektivitas saat ini. Pergerakannya di garis depan masih mampu menyumbangkan asis dan gol. Total, sudah dua asis dan enam gol yang disumbangkannya dari 10 pertandingan Serie-A musim ini. Tapi itu masih belum cukup untuk kesenjangan empat poin dengan Juventus.

Saat ini Napoli masih saling sikut dengan Roma memperebutkan tempat kedua seperti biasanya. Kendati pada musim-musim sebelumnya selalu gagal membuntuti Juventus karena gagal menunjukkan konsistensi yang diperlukan di papan atas. Harapan Napoli memang terlalu tinggi. Wajar, para pendukung Napoli sangat mendambakan scudetto ketiga dalam sejarah kesebelasannya. Jika kembali gagal, mungkin Napoli bisa melupakan scudetto, tapi tidak bisa melupakanJuentus penghianatan Higuain.

Sumber: Football-Italia

Komentar