Jangan Sampai Para Remaja Menjadi Korban Eksploitasi Sepakbola (Lagi)

Cerita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Jangan Sampai Para Remaja Menjadi Korban Eksploitasi Sepakbola (Lagi)

Belakangan ini, nama-nama remaja pesepakbola kembali muncul dan menjadi pusat perhatian juga buah bibir pencinta sepakbola dunia. Ada nama Karamoko Dembele yang sudah membela tim U-20 Glasgow Celtic ketika usianya masih 13 tahun. Lebih hebat lagi, remaja bernama Mustafa Kapi sudah membela tim senior Galatasaray saat umurnya masih 14 tahun.

Kemunculan dua pemain ini melengkapi kisah-kisah keberhasilan para pesepakbola remaja yang berhasil mencuri perhatian dunia. Sebelum Karamoko dan Mustafa, ada juga remaja berusia 11 tahun dari India, Chandan Nayak, yang mendapatkan kesempatan selama dua bulan untuk menjalani trial di akademi sepakbola Bayern München.

Bermunculannya remaja-remaja hebat nan berbakat ini tentunya adalah sebuah berkah. Kenapa berkah? Karena setidaknya bakat-bakat luar biasa di dunia sepakbola belum hilang sepenuhnya dan masih ada. Namun, selain rasa bahagia karena masih adanya bakat-bakat yang mencuat, rasa takut dan khawatir pun perlahan menyeruak; apakah di masa depan nanti mereka akan benar-benar menjadi pemain besar?

Usia 13-16 Tahun, Usia Perkembangan Pemain

Usia-usia remaja, tepatnya mulai usia 13 tahun sampai 16 tahun adalah usia pertumbuhan. Secara fisik, mereka akan mengalami perkembangan dari segi postur tubuh, kekuatan tulang, dan juga kekuatan otot serta sendi. Secara mental, kondisi-kondisi yang terjadi pada rentang usia tersebut akan mudah memengaruhi kondisi mental sang pemain ketika ia menginjak usia 17 tahun ke atas.

Maka menjadi penting bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan para pemain yang masih berusia antara 13 sampai 16 tahun untuk menjaga para pemainnya agar tidak menempuh jalan yang salah. Bukan dengan tujuan untuk menghalangi pemain mengembangkan karier, tapi memberikan sebuah pendampingan agar sang pemain mampu berkembang ke arah yang baik dan menjadi pemain hebat di masa depan.

Jangan paksakan pemain-pemain yang masih remaja untuk bermain dengan para pemain yang umurnya berada jauh di atas. Jika tujuannya untuk melatih mental dan hanya dilakukan sesekali, maka itu tidak apa-apa. Lain soal jika pemain remaja itu dipaksa untuk terus bermain dengan para pemain dewasa. Benturan dan tabrakan akan berakibat buruk bagi tulang dan otot sang pemain yang tentunya belum sekuat otot dan tulang para pemain dewasa.

Selain itu jangan sampai juga kejadian-kejadian yang menimpa pesepakbola remaja dari Afrika terulang. Seperti yang terungkap dalam tulisan Sportacs Ventures banyak pemain-pemain remaja dari Afrika yang menjadi korban dari fake agent yang mengaku-ngaku sebagai agen pemain kenamaan, namun nyatanya malah menelantarkan sang pemain karena orang tua dari sang pemain sudah kadung percaya bahwa agen itu dapat membuat anak mereka menjadi pemain besar di Eropa.

Pendampingan juga perlu dilakukan secara mental. Usia-usia 13 sampai 16 tahun rentan untuk menjadi frustrasi ketika meraih kegagalan, apalagi ketika nama mereka sudah kadung disorot secara berlebihan oleh media. Sekali mereka gagal, dan mereka tidak didampingi oleh orang yang tepat untuk bangkit kembali, maka mereka akan mudah untuk jatuh dan sulit untuk bangkit kembali. Sonny Pike adalah contohnya.

Bagaimana Karamoko dan Mustafa?

Karamoko Dembele dan Mustafa Kapi adalah pemain yang masih sangat muda. Mereka belum genap berusia 16 tahun. Begitu juga dengan Chandan Nayak yang masih berusia 11 tahun. Masa depan mereka masih panjang, masih banyak tangga yang harus mereka naiki untuk menjadi pesepakbola kenamaan.

Karamoko Dembele, remaja dari Glasgow Celtic yang mulai menarik perhatian

Terutama untuk Karamoko dan Mustafa yang sudah mencicipi kompetisi yang lewat jauh dari batas umur mereka, pendampingan dan juga pengawasan ketat harus dilakukan. Jangan sampai mereka mengalami apa yang dialami oleh pemain-pemain macam Freddy Adu, Martin Odegaard, dan Alen Halilovic. Cemerlang di usia remaja, tapi akibat dari salah langkah yang mereka ambil, sekarang mereka hanya bermain di tempat yang tidak terlalu terkenal.

Memang Mustafa dan Karamoko, sepertinya, memiliki bakat yang luar biasa. Karamoko malah sudah disama-samakan dengan Lionel Messi karena olah bolanya yang baik. Tapi tetap, usia 13-16 tahun, seperti yang sudah diceritakan di atas, adalah usia rentan ketika pemain mudah tergoda dan tergiur akan rayuan bermain di kesebelasan besar dengan gaji yang besar.

Mustafa dan Karamoko jangan sampai menderita penyakit “mental instan”. Segalanya ingin diraih secara cepat. Segalanya ingin diraih secara singkat. Mereka harus diajarkan bahwa untuk menjadi pemain besar, butuh waktu yang lama serta usaha yang keras. Mereka bisa berkaca kepada kisah Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo yang sampai harus merelakan masa remaja mereka hanya untuk berlatih sepakbola.

Ronaldo dan Messi, bisa menjadi contoh baik bagi para pesepakbola zaman sekarang tentang bagaimana caranya meraih kesuksesan lewat kerja keras tanpa henti

Selain itu, nama-nama seperti Francesc Fabregas maupun Raheem Sterling bisa menjadi contoh yang baik. Sejak remaja, para pemain di atas sudah mencurahkan diri mereka kepada sepakbola. Beruntungnya, keempat pemain di atas mendapat bimbingan dari orang yang tepat, seperti Sir Alex Ferguson, Arsene Wenger, Brendan Rodgers, dan juga orang-orang di La Masia yang memang cukup pandai dalam merawat para pemain muda.

***

Mustafa dan Karamoko memiliki bakat dan kesempatan untuk menjadi pemain besar. Namun, mereka juga harus sadar bahwa jalan ke sana tidaklah mudah. Di sinilah peran pendamping yang tepat, akan membawa Mustafa dan Karamoko menuju jalan yang benar untuk menjadi pesepakbola yang sukses di kemudian hari.

Jangan sampai Mustafa dan Karamoko jatuh ke tangan pendamping yang salah. Jika tidak, mereka akan berakhir seperti anak-anak Afrika yang kurang beruntung, tergeletak di jalanan Eropa, menjadi sasaran eksploitasi pihak-pihak tidak bertanggung jawab, dan menjadi wajah kelam globalisasi sepakbola.

Komentar